SHERBROOKE, Kanada — Minggir, demam gula. Ada penyebab baru di balik kemarahan balita, dan itu bisa terjadi di telapak tangan Anda. Sebuah studi baru-baru ini mengidentifikasi hubungan yang mengkhawatirkan antara penggunaan tablet di masa kanak-kanak dan meningkatnya kecenderungan ledakan emosi, yang menantang asumsi kita tentang peran teknologi dalam perkembangan anak.
Penelitian yang dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh Caroline Fitzpatrick dari Universitas Sherbrooke ini menggambarkan gambaran yang mengkhawatirkan tentang bagaimana pengguna teknologi termuda kita terpengaruh oleh waktu mereka di depan layar. Dengan banyak, jika tidak sebagian besar anak berusia 4 tahun kini memiliki perangkat seluler mereka sendiri dan anak-anak prasekolah menghabiskan rata-rata hampir satu jam sehari di depan tablet, temuan penelitian ini lebih relevan dari sebelumnya.
Namun, mengapa tablet begitu memikat bagi anak-anak kecil? Tidak seperti mainan tradisional, tablet menawarkan berbagai macam kepuasan sensorik instan. Hanya dengan satu ketukan atau usapan, anak-anak dapat mengakses dunia animasi berwarna-warni, permainan interaktif, dan video yang menarik. Taman bermain digital ini tidak hanya menarik tetapi juga sangat portabel, yang berarti waktu bermain dapat dengan mudah meresap ke dalam berbagai aspek rutinitas harian anak, mulai dari waktu makan hingga perjalanan dengan mobil.
Masalahnya, menurut para peneliti, adalah bahwa peningkatan penggunaan tablet ini mungkin mengorbankan perkembangan emosi yang penting. Tahun-tahun prasekolah merupakan periode kritis bagi anak-anak untuk belajar cara mengelola emosi mereka, terutama dalam menghadapi kemarahan dan frustrasi. Secara tradisional, anak-anak mengasah keterampilan ini melalui interaksi tatap muka dengan pengasuh dan teman sebaya, serta melalui permainan yang tidak terstruktur. Namun, waktu yang dihabiskan untuk menatap layar bukanlah waktu yang dihabiskan untuk terlibat dalam aktivitas perkembangan yang penting ini.
Bayangkan pengaturan emosi seperti otot yang perlu dilatih secara teratur agar tumbuh kuat. Setiap kali anak menghadapi sedikit frustrasi – seperti berbagi mainan atau menunggu giliran – dan belajar mengatasinya, mereka sedang melatih otot emosi tersebut. Namun, jika tablet terus-menerus digunakan untuk mengalihkan perhatian atau menenangkan anak saat pertama kali merasa tertekan, mereka akan kehilangan kesempatan “latihan” yang penting ini. Bahkan, satu penelitian baru-baru ini menyimpulkan bahwa memberi anak kecil “empeng digital” dapat membawa bencana bagi anak-anak ini dan orang tua mereka bertahun-tahun kemudian.
Temuan penelitian menunjukkan adanya siklus yang meresahkan: peningkatan penggunaan tablet pada usia 3,5 tahun dikaitkan dengan ekspresi kemarahan dan frustrasi yang lebih sering setahun kemudian. Kemudian, karena anak-anak ini menjadi lebih rentan terhadap ledakan emosi pada usia 4,5 tahun, mereka lebih cenderung diberi tablet, mungkin sebagai cara untuk mengelola perilaku mereka. Hal ini menciptakan lingkaran umpan balik di mana tablet berkontribusi dan digunakan untuk mengatasi masalah pengaturan emosi.
Bagi orang tua, hasil ini mungkin terasa seperti dilema digital. Di satu sisi, tablet dapat menjadi alat yang sangat berguna untuk membuat anak-anak tetap sibuk selama mengerjakan tugas penting atau menyediakan konten edukasi. Di sisi lain, jika digunakan secara berlebihan, tablet dapat menghambat pertumbuhan emosional anak.
Jadi, apa yang harus dilakukan oleh pengasuh yang peduli? Meskipun penelitian tersebut tidak menyarankan untuk menghentikan penggunaan tablet sepenuhnya, namun penelitian tersebut menyiratkan bahwa penggunaan yang moderat dan penuh perhatian adalah kuncinya. Daripada langsung menggunakan tablet saat pertama kali tantrum, orang tua dapat mempertimbangkan untuk menggunakannya sebagai kesempatan untuk mengajarkan strategi penanganan. Melibatkan anak dalam aktivitas yang mendukung pengaturan emosi, seperti bermain pura-pura, membaca bersama, atau berolahraga, dapat lebih bermanfaat dalam jangka panjang.
Ke depannya, tantangan bagi orang tua dan pendidik adalah memanfaatkan manfaat teknologi sekaligus mengurangi potensi kekurangannya. Meskipun tablet dan perangkat digital lainnya tentu memiliki tempat di masa kanak-kanak modern, perangkat tersebut tidak boleh menggantikan pengalaman mendasar yang membantu anak-anak belajar memahami dan mengelola emosi mereka. Bagaimanapun, kemampuan untuk menangani frustrasi hidup dengan anggun adalah keterampilan yang akan berguna bagi mereka lama setelah mereka tidak lagi menggunakan aplikasi favorit mereka.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti mengamati 315 anak dari Nova Scotia, Kanada, selama periode dua tahun, dimulai saat anak-anak berusia 3,5 tahun. Orang tua melaporkan penggunaan tablet anak mereka dan kecenderungan untuk mengekspresikan kemarahan atau frustrasi pada tiga titik waktu: saat anak-anak berusia 3,5, 4,5, dan 5,5 tahun. Penelitian ini menggunakan metode statistik yang disebut model panel cross-lagged random-intercept, yang memungkinkan peneliti untuk melihat bagaimana perubahan dalam satu faktor (seperti penggunaan tablet) berhubungan dengan perubahan pada faktor lain (seperti luapan emosi) dalam diri anak yang sama dari waktu ke waktu.
Hasil
Penelitian tersebut menemukan bahwa untuk setiap tambahan 1,15 jam penggunaan tablet setiap hari pada usia 3,5 tahun, terdapat peningkatan 22% dalam ekspresi kemarahan dan frustrasi pada usia 4,5 tahun. Sebaliknya, anak-anak yang menunjukkan lebih banyak kemarahan dan frustrasi pada usia 4,5 tahun cenderung menggunakan tablet selama 17 menit tambahan per hari pada usia 5,5 tahun. Temuan ini menunjukkan adanya hubungan dua arah antara penggunaan tablet dan pengaturan emosi pada anak kecil.
Keterbatasan
Studi ini mengandalkan laporan orang tua tentang penggunaan tablet dan perilaku anak, yang mungkin tidak selalu sepenuhnya akurat. Penelitian ini dilakukan selama pandemi COVID-19, yang dapat memengaruhi penggunaan tablet dan kondisi emosional anak-anak. Selain itu, studi ini tidak memperhitungkan jenis konten yang diakses anak-anak di tablet atau konteks penggunaannya (seperti apakah orang tua menggunakan tablet bersama anak-anak mereka).
Diskusi dan Kesimpulan
Para peneliti menyarankan bahwa penggunaan tablet sejak dini dan sering dapat mengganggu kesempatan anak-anak untuk mempelajari keterampilan pengaturan emosi melalui aktivitas lain. Mereka juga mencatat bahwa orang tua mungkin menggunakan tablet sebagai alat untuk mengelola perilaku yang sulit, yang berpotensi menciptakan siklus di mana penggunaan tablet dan luapan emosi saling memperkuat. Studi ini menekankan pentingnya tahun-tahun prasekolah untuk mengembangkan pengaturan emosi dan menyarankan bahwa membatasi penggunaan tablet dan mendorong aktivitas alternatif dapat bermanfaat bagi perkembangan emosi anak-anak.
Pendanaan dan Pengungkapan
Penelitian ini didanai oleh hibah dari Canadian Institutes of Health Research, Social Sciences and Humanities Research Council, dan Research Nova Scotia. Salah satu peneliti melaporkan menerima bayaran pribadi dari perusahaan farmasi yang tidak terkait dengan penelitian ini, tetapi tidak ada konflik kepentingan lain yang diungkapkan.