GOTHENBURG, Swedia — Terobosan besar berikutnya dalam bidang protein berkelanjutan bukanlah tumbuh di laboratorium atau bertunas di ladang – namun berkembang dengan lembut di lautan. Para ilmuwan telah memecahkan kode untuk mengekstraksi protein dari rumput laut, dan ini mungkin mengubah cara kita berpikir tentang pasokan makanan di masa depan.
Dikembangkan oleh para peneliti di Chalmers University of Technology di Swedia, inovasi ini menjawab tantangan mendasar dalam ekstraksi protein rumput laut. Meskipun rumput laut secara alami mengandung protein yang berharga, secara historis rumput laut sulit diperoleh karena terikat erat dalam struktur seluler tanaman. Beberapa protein mudah larut dalam air, namun protein lainnya terikat pada lemak di membran sel, sehingga sulit untuk diekstraksi. Metode baru, dijelaskan dalam jurnal Kimia Makananmengekstrak protein tiga kali lebih efisien dibandingkan teknik sebelumnya, sehingga berpotensi menjadikan rumput laut sebagai sumber protein yang lebih layak untuk dikonsumsi manusia.
Tim peneliti yang dipimpin oleh João P. Trigo mengatasi masalah ini dengan mengembangkan proses ekstraksi dua langkah. Metode ini secara khusus menargetkan protein yang larut dalam air dan protein membran yang larut dalam lemak yang lebih sulit ditemukan pada selada laut (Ulva fenestrata). Menurut Trigo, terobosan ini membawa kita “lebih dekat untuk menjadikan ekstraksi protein ini lebih terjangkau, sesuatu yang dilakukan dengan protein kacang polong dan kedelai saat ini.”
Selada laut, salah satu jenis makroalga yang tumbuh di bebatuan perairan tenang atau mengapung bebas di permukaan, memiliki banyak manfaat sebagai sumber protein. Berbeda dengan tanaman di darat, tanaman ini tidak memerlukan irigasi, pupuk, atau pestisida. Selain protein, ia juga mengandung nutrisi berharga lainnya, termasuk vitamin B12 dan asam lemak omega-3 yang serupa dengan yang ditemukan pada ikan berminyak. Hal ini menjadikannya sangat menarik sebagai sumber protein potensial bagi orang-orang yang mengikuti pola makan nabati, yang sering kali perlu mencari sumber tambahan B12.
Proses ekstraksi dimulai dengan menggunakan surfaktan yang disebut Triton X-114 untuk membuka membran sel rumput laut, sehingga memungkinkan akses ke protein yang larut dalam lemak. Para peneliti kemudian menggunakan larutan basa untuk mengekstraksi protein, diikuti dengan pengasaman yang menyebabkan protein menggumpal dan terpisah dari air. Metode ini menghasilkan lebih banyak protein secara signifikan dibandingkan teknik konvensional, dengan total hasil asam amino sebesar 22,6%.
Protein yang diekstraksi keluar sebagai bubuk hijau tua yang berpotensi digunakan dalam berbagai aplikasi makanan. Protein tersebut mengandung semua asam amino esensial dan kadar lisin yang lebih tinggi daripada yang dicapai metode ekstraksi sebelumnya. Selain itu, proses ini juga mengekstraksi asam lemak omega-3 dan omega-6 yang bermanfaat, sehingga meningkatkan nilai gizi produk akhir.
Sejalan dengan penelitian ekstraksi ini, para ilmuwan di Chalmers berkolaborasi dengan Universitas Gothenburg untuk meningkatkan kandungan protein sebenarnya di dalam rumput laut itu sendiri. Dengan membudidayakan selada laut dalam air olahan dari industri makanan laut, mereka dapat meningkatkan kandungan proteinnya secara signifikan sekaligus mendaur ulang nutrisi yang mungkin hilang.
Perkembangan ini terjadi pada saat yang penting dalam pencarian sumber protein berkelanjutan. Sumber protein tradisional, baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan, menghadapi tekanan yang semakin besar seiring dengan meningkatnya permintaan protein global. Budidaya rumput laut menawarkan solusi unik yang tidak hanya menyediakan protein tetapi juga memberikan manfaat bagi lingkungan laut dengan mengurangi pengasaman laut, menyediakan habitat bagi kehidupan laut, dan melindungi garis pantai.
Meskipun metode yang ada saat ini menggunakan surfaktan tingkat laboratorium yang belum aman untuk pangan, penelitian ini mewakili langkah signifikan menuju ekstraksi protein rumput laut yang layak secara komersial. Para peneliti sedang berupaya menemukan alternatif food grade yang bisa bekerja dengan baik.
“Umat manusia perlu menemukan dan menggabungkan asupan sumber protein yang lebih terdiversifikasi daripada yang tersedia dalam makanan kita saat ini, untuk memenuhi kebutuhan keberlanjutan dan nutrisi,” kata Profesor Ingrid Undeland, koordinator proyek CirkAlg, dalam rilis universitasnya. “Alga merupakan tambahan yang bagus untuk banyak produk yang sudah ada di pasaran. Kita membutuhkan semua solusi ini dan sejauh ini, kemungkinan-kemungkinan berbasis laut, yang disebut protein biru, telah terabaikan.”
Ke depan, para peneliti bertujuan untuk memanfaatkan seluruh bagian alga, tidak hanya proteinnya, untuk makanan, bahan, atau aplikasi medis. Tujuan mereka adalah mencapai keberlanjutan dan kelayakan komersial dengan memastikan tidak ada molekul yang terbuang. Pendekatan holistik terhadap pengolahan rumput laut ini dapat membantu membangun industri pangan “biru-hijau” baru, memperluas sumber protein kita melampaui pilihan tradisional berbasis lahan.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti memulai dengan selada laut yang diperkaya protein yang telah dibudidayakan dalam tangki dengan air yang kaya nutrisi. Mereka membekukan dan mencincang rumput laut, lalu menguji berbagai metode ekstraksi. Inovasi utamanya adalah penggunaan surfaktan yang disebut Triton X-114 dalam berbagai konsentrasi (0,1%, 0,5%, dan 2%) untuk membuka struktur sel, diikuti dengan perlakuan larutan alkali. Mereka kemudian menggunakan pengasaman untuk memulihkan protein. Sepanjang proses, mereka menganalisis materi menggunakan berbagai teknik, termasuk mikroskop, analisis protein, dan analisis asam lemak, untuk memahami secara pasti apa yang terjadi pada setiap langkah.
Hasil Utama
Metode baru ini mencapai hasil total asam amino sebesar 22,6% bila menggunakan 0,1% Triton X-114, yang 3,4 kali lebih tinggi dibandingkan metode konvensional. Protein yang diekstraksi memiliki kadar asam lemak esensial yang lebih tinggi dan kadar abu yang lebih rendah. Ekstrak protein mengandung semua asam amino esensial dan memiliki kadar lisin di atas rekomendasi WHO/FAO. Metode ini juga mengekstraksi asam lemak omega-3 dan omega-6 yang bermanfaat, sehingga menjadikan produk akhir lebih bernilai nutrisi.
Keterbatasan Studi
Keterbatasan utamanya adalah Triton X-114 tidak food grade, sehingga perlu dicari alternatif lain untuk aplikasi komersial. Proses ini juga meninggalkan sejumlah surfaktan pada produk akhir, yang perlu diatasi. Penelitian dilakukan pada satu spesies rumput laut tertentu (Ulva fenestrata), sehingga efektivitas metode ini pada spesies lain masih harus diuji.
Diskusi & Kesimpulan
Studi ini menunjukkan kemajuan signifikan dalam ekstraksi protein dari rumput laut, yang berpotensi menjadikan produksi protein rumput laut lebih layak secara komersial. Keberhasilan metode ini dalam mengekstraksi protein yang larut dalam air dan terikat pada membran menunjukkan pendekatan baru untuk ekstraksi protein dari sumber tanaman lain. Ekstraksi bersama asam lemak bermanfaat menambah nilai gizi pada produk akhir. Penelitian ini membuka kemungkinan baru untuk produksi protein berkelanjutan yang tidak memerlukan lahan subur, air tawar, atau pestisida.
Pendanaan & Pengungkapan
Studi ini didukung oleh Formas dan dilakukan dalam proyek 'CirkAlg' (Hibah no. 2018-01839) dan 'Manual penggunaan sumber daya kelautan berkelanjutan' (Hibah no. 2022-00331). Tiga penulis (João P. Trigo, Ingrid Undeland, dan Mehdi Abdollahi) memiliki hak paten terkait karya ini melalui Chalmers Ventures AB.