Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti menggunakan 99 tikus betina dari generasi ke-65 dari percobaan pembiakan selektif untuk perilaku berlari dengan roda yang tinggi. Tikus dibagi menjadi dua kelompok: tikus High Runner (HR) dan tikus Kontrol (C). Semua tikus diberi akses ke roda yang dapat berlari dan makanan sepuasnya selama 19 hari untuk menetapkan jarak lari dasar. Kemudian, asupan makanan mereka diukur selama tiga hari. Setelah ini, tikus menjalani dua fase pembatasan makanan: pengurangan 20% selama 7 hari, diikuti oleh pengurangan 40% selama 7 hari berikutnya. Selama percobaan, para peneliti mengukur berat badan tikus dan mencatat aktivitas berlari dengan roda secara terus-menerus.
Hasil Utama
Penelitian ini menemukan bahwa tikus HR secara konsisten berlari sekitar tiga kali lebih banyak daripada tikus C selama percobaan. Selama pembatasan makanan sebesar 20%, tidak ada kelompok yang secara signifikan mengurangi kecepatan larinya. Dengan pembatasan 40%, tikus C sedikit meningkatkan kecepatan larinya, sementara tikus HR menunjukkan sedikit penurunan. Yang mengejutkan, kedua kelompok mempertahankan berat badan mereka selama pembatasan 20% dan hanya kehilangan sekitar 2-3% dari berat badan mereka selama pembatasan 40%. Komponen perilaku berlari (durasi dan kecepatan) dipengaruhi secara berbeda pada tikus HR dan C selama pembatasan makanan.
Keterbatasan Studi
Penelitian ini hanya dilakukan pada tikus betina, jadi hasilnya mungkin tidak berlaku untuk tikus jantan. Periode pembatasan makanan relatif singkat (total dua minggu), jadi efek jangka panjang tidak dinilai. Tikus yang digunakan merupakan hasil dari pembiakan selektif selama beberapa generasi, jadi responsnya mungkin tidak seperti tikus biasa atau tidak dapat diterapkan pada manusia. Penelitian ini tidak menyelidiki mekanisme fisiologis di balik ketahanan yang diamati terhadap pembatasan makanan.
Diskusi & Kesimpulan
Para peneliti terkejut dengan kemampuan tikus untuk mempertahankan tingkat aktivitas dan berat badan yang tinggi meskipun ada pembatasan makanan yang ketat. Hal ini menantang asumsi tentang bagaimana hewan merespons pembatasan kalori dan menunjukkan adaptasi metabolik yang kompleks, terutama pada tikus HR. Studi ini memiliki implikasi potensial untuk memahami metabolisme manusia, gangguan makan, dan hubungan antara genetika dan olahraga. Namun, para peneliti memperingatkan agar tidak langsung menerapkan temuan ini pada manusia tanpa studi lebih lanjut.
Pendanaan & Pengungkapan
Penelitian ini didukung oleh hibah NSF kepada Theodore Garland dan beasiswa dari Coordenação de Aperfeiçoamento de Pessoal de Nível Superior – CAPES/BRAZIL kepada Ivana AT Fonseca. Para penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan.