Cara Anda berbelanja dan apa yang Anda beli di toko kelontong dapat memprediksi apakah Anda membayar tagihan kartu kredit tepat waktu, penelitian baru kami menunjukkan.
Sebagai profesor pemasaran, kami ingin mempelajari berbagai alternatif untuk skor kredit tradisional. Jadi, kami bekerja sama dengan konglomerat multinasional yang, antara lain, mengelola jaringan supermarket besar dan penerbit kartu kredit.
Dengan menganalisis data tingkat konsumen dari kedua unit bisnis tersebut, kami dapat melihat bagaimana 30.089 individu berbelanja dan mengelola keuangan mereka.
Kami menemukan bahwa orang-orang dengan kebiasaan belanja bahan makanan yang lebih konsisten cenderung membayar tagihan kartu kredit tepat waktu. Mereka adalah orang-orang yang cenderung berbelanja di hari yang sama dalam seminggu, menghabiskan jumlah yang hampir sama setiap bulan, membeli barang yang sama di berbagai perjalanan, dan memanfaatkan berbagai penawaran secara teratur.
Kami juga menemukan bahwa apa yang dibeli orang dapat memprediksi bagaimana mereka mengelola keuangan. Misalnya, pembeli yang sering membeli rokok atau minuman berenergi cenderung lebih sering tidak membayar tagihan kartu kredit. Mereka yang sering membeli susu segar atau saus salad cenderung lebih rajin membayar tagihan.
Secara umum, membeli makanan yang lebih sehat tetapi kurang praktis memprediksi perilaku pembayaran yang bertanggung jawab. Hal ini berlaku bahkan ketika kami menganggap karakteristik konsumen seperti pendapatan, pekerjaan, skor kredit, dan jumlah anggota keluarga tetap konstan.
Berdasarkan temuan tersebut, kami mengembangkan algoritma penilaian kredit yang menilai orang berdasarkan kebiasaan belanja bahan makanan mereka beserta indikator risiko kredit tradisional. Saat kami melakukan simulasi keputusan persetujuan dengan algoritma ini, kami menemukan bahwa penggunaan data bahan makanan dapat membantu pemberi pinjaman memprediksi gagal bayar dengan lebih akurat sekaligus meningkatkan laba per pelanggan.
Mengapa hal ini penting
Menurut Bank Dunia, lebih dari 1 miliar orang di seluruh dunia tidak memiliki akses ke sistem keuangan formal dan, sebagai akibatnya, tidak memiliki skor kredit. Di AS saja, sekitar 45 juta orang dewasa tidak memiliki riwayat kredit atau tidak memiliki cukup riwayat kredit untuk memperoleh skor.
Hal ini membuat mereka sulit mengakses kredit, meskipun mereka adalah peminjam yang bertanggung jawab. Dan tanpa kredit, akan lebih sulit untuk mendapatkan mobil, pekerjaan, atau bahkan tempat tinggal. Ini adalah masalah yang secara tidak proporsional memengaruhi kelompok kurang mampu, termasuk orang kulit berwarna dan wanita.
Sebagai tanggapan, para pembuat kebijakan dan peneliti semakin tertarik menggunakan sumber data alternatif untuk menilai kelayakan kredit. Misalnya, Fannie Mae kini mempertimbangkan riwayat pembayaran sewa pemohon hipotek, yang memungkinkan mereka yang tidak memiliki riwayat kredit tradisional untuk menunjukkan kelayakan kredit mereka.
Data belanjaan sangat menjanjikan karena jumlahnya sangat banyak. Hampir semua orang membeli bahan makanan, dan tidak hanya sekali. Informasi tentang preferensi konsumen terus menerus dihasilkan di setiap lorong toko bahan makanan di seluruh dunia.
Studi kami menunjukkan bahwa data ini memiliki nilai jauh melampaui industri grosir.
Apa selanjutnya
Kami yakin bahwa penelitian kami berfungsi sebagai bukti konsep, yang menawarkan wawasan untuk desain dan implementasi penelitian di masa mendatang. Namun, beberapa pertanyaan kunci masih ada. Misalnya, bagaimana jika pendekatan ini memengaruhi berbagai kelompok secara tidak merata? Dan bagaimana dengan masalah privasi?
Penelitian lanjutan kami bertujuan untuk mengatasi masalah ini. Kami bekerja sama dengan sebuah konglomerat di Peru, negara yang bergantung pada uang tunai dengan populasi yang tidak memiliki rekening bank dalam jumlah besar. Berdasarkan temuan kami saat ini, kami bekerja sama erat dengan perusahaan tersebut untuk menguji dampak pendekatan kami terhadap populasi berpendapatan rendah. Kami akan membantu mengevaluasi pemohon kredit menggunakan data transaksi ritel, yang bertujuan tidak hanya untuk meningkatkan profitabilitas tetapi juga untuk meningkatkan inklusi sosial di wilayah tersebut.