JACKSON, Wyoming— Dalam perlombaan melawan waktu yang menjadi ciri diagnosis dan pengobatan ALS, para peneliti telah membuat terobosan yang secara dramatis dapat mengubah cara kita mengidentifikasi penyakit neurologis yang menghancurkan ini. Sebuah tim ilmuwan dari Lab Kimia Otak di Wyoming mengembangkan tes darah yang dapat mendeteksi ALS dengan akurasi luar biasa, sehingga berpotensi mengurangi masa tunggu yang menyiksa yang dihadapi banyak pasien sebelum menerima diagnosis pasti.
ALS, atau amyotrophic lateral sclerosis, mempengaruhi sekitar 30.000 orang di Amerika Serikat setiap tahunnya. Sering disebut sebagai penyakit Lou Gehrig, penyakit ini secara progresif menyerang sel-sel saraf yang mengontrol pergerakan otot, menyebabkan kelumpuhan dan biasanya berakibat fatal dalam dua hingga lima tahun setelah timbulnya penyakit. Saat ini, diagnosis ALS sangat bergantung pada observasi klinis dan dapat memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, dan terkadang pasien menerima diagnosis yang salah dalam prosesnya.
Namun kini, para peneliti telah mengidentifikasi sidik jari unik dari delapan molekul kecil dalam darah yang dapat mengubah segalanya.
Molekul-molekul ini, yang dikenal sebagai microRNAs (miRNAs), bertindak seperti saklar kendali seluler, mengatur berbagai fungsi di dalam tubuh kita. Tim peneliti, yang dipimpin oleh para ilmuwan di Brain Chemistry Labs, menemukan bahwa orang-orang dengan ALS memiliki pola miRNA yang berbeda dalam darah mereka, berbeda dari individu sehat dan mereka yang memiliki kondisi neurologis serupa.
Penelitian yang dipublikasikan di Komunikasi Otakmemeriksa sampel darah dari 331 orang: 119 pasien ALS, 42 orang dengan sklerosis lateral primer (suatu kondisi yang mirip dengan ALS), 20 pasien penyakit Parkinson, dan 150 kontrol sehat. Para peneliti menggunakan teknik laboratorium canggih untuk mengisolasi dan menganalisis tanda molekuler ini, dengan fokus khusus pada molekul yang ditemukan dalam gelembung seluler kecil yang disebut vesikel ekstraseluler yang berasal dari sel saraf.
Hasilnya luar biasa. Tes darah tersebut dengan tepat mengidentifikasi pasien ALS dengan sensitivitas hingga 100% dalam beberapa analisis, yang berarti tidak ada kasus yang terlewat. Hal ini juga menunjukkan spesifisitas 97%, menunjukkan jarang memberikan hasil positif palsu. Angka-angka ini sangat mengesankan dalam dunia pengujian diagnostik, di mana mencapai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi seringkali merupakan tantangan yang besar.
Delapan miRNA bekerja sama seperti sidik jari unik di dalam darah, menciptakan pola berbeda yang muncul secara konsisten pada pasien ALS. Pola ini berbeda dengan apa yang peneliti lihat pada individu sehat atau pasien dengan kondisi neurologis serupa.
Saat ini, banyak pasien ALS menghadapi perjalanan yang membuat frustrasi dalam diagnosis, sering kali berkonsultasi dengan banyak dokter dan menjalani berbagai tes sebelum menerima konfirmasi kondisi mereka. Faktanya, tingkat kesalahan diagnosis bisa mencapai 68%, terutama di wilayah yang dokternya jarang menangani kasus ALS. Tes darah yang andal dapat menyederhanakan proses ini secara dramatis, sehingga memungkinkan dilakukannya intervensi lebih dini dan kemungkinan hasil yang lebih baik bagi pasien.
Kemampuan tes ini untuk membedakan ALS dari kondisi serupa patut mendapat perhatian khusus. Hal ini dapat membantu dokter membedakan antara ALS dan kondisi yang menyerupai gejalanya, seperti sklerosis lateral primer, sehingga berpotensi mencegah pengobatan yang tidak perlu dan mengurangi kecemasan pasien.
Tim peneliti memvalidasi temuan mereka melalui berbagai eksperimen yang melibatkan kelompok pasien berbeda, menunjukkan keandalan tes di berbagai kondisi dan pengaturan laboratorium. Validasi menyeluruh semacam ini sangat penting untuk alat diagnostik apa pun, terutama yang bertujuan mengidentifikasi penyakit serius seperti ALS.
Meskipun tes ini belum tersedia di klinik, para peneliti membayangkannya sebagai alat yang ampuh untuk melengkapi metode diagnostik yang ada. Daripada menggantikan evaluasi klinis oleh ahli saraf, hal ini akan berfungsi sebagai bukti tambahan untuk membantu memastikan atau mengesampingkan diagnosis ALS.
Perkembangan tes darah ini mewakili lebih dari sekedar pencapaian ilmiah – namun menawarkan harapan bagi ribuan pasien dan keluarga yang terkena dampak ALS. Dalam dua abad sejak gejala ALS pertama kali dijelaskan dan 150 tahun sejak penyakit ini dinamai oleh Jean-Martin Charcot, hal ini dapat menjadi salah satu kemajuan paling signifikan dalam cara kita mendiagnosis kondisi tersebut.
“Diagnosis cepat akan memungkinkan pengobatan dimulai lebih awal sehingga memberikan hasil yang lebih baik bagi pasien ALS,” kata penulis senior studi Dr. Sandra Banack, seorang ilmuwan Brain Chemistry Labs, dalam sebuah pernyataan.
Saat kami menandai tonggak sejarah dalam penelitian ALS ini, perlu dicatat bahwa terkadang terobosan terbesar datang dalam paket kecil – dalam hal ini, delapan saklar molekuler kecil yang dapat membantu mengungkap salah satu teka-teki diagnostik paling menantang dalam dunia kedokteran.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti menggunakan proses multi-langkah untuk mengidentifikasi dan menganalisis penanda molekuler ini. Pertama, mereka mengumpulkan sampel darah dari partisipan dan mengisolasi komponen spesifik yang disebut vesikel ekstraseluler, yaitu gelembung kecil yang digunakan sel untuk berkomunikasi satu sama lain. Mereka kemudian memperkaya sampel tersebut untuk vesikel yang secara khusus berasal dari sel saraf menggunakan teknik yang disebut pemurnian immunoaffinity.
Tim mengekstraksi dan menganalisis mikroRNA dari vesikel ini menggunakan teknik biologi molekuler yang canggih, termasuk PCR waktu nyata, yang memungkinkan pengukuran target molekul tertentu secara tepat. Mereka juga menerapkan langkah-langkah pengendalian kualitas yang ekstensif untuk memastikan hasilnya dapat diandalkan dan dapat direproduksi.
Hasil Utama
Studi tersebut menemukan bahwa delapan microRNA spesifik menunjukkan pola yang konsisten pada pasien ALS yang berbeda dari individu sehat dan pasien dengan kondisi neurologis lainnya. Dengan menggunakan berbagai analisis statistik, termasuk pendekatan pembelajaran mesin, pengujian ini menunjukkan akurasi diagnostik yang sangat baik. Tes ini mencapai sensitivitas 100% dan spesifisitas 97% dalam satu analisis, dengan nilai prediksi positif dan negatif di atas 96%. Hasil ini tetap konsisten pada beberapa kelompok pasien dan pengaturan laboratorium yang berbeda.
Keterbatasan Studi
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Ukuran sampel untuk beberapa kelompok pembanding, khususnya untuk penyakit Parkinson (20 pasien) dan sklerosis lateral primer (42 pasien), relatif kecil. Para peneliti juga mencatat bahwa meskipun mereka memiliki sampel dari pasien pada tahap penyakit yang berbeda, mereka tidak memiliki data tindak lanjut jangka panjang yang cukup untuk menentukan apakah tes tersebut dapat memprediksi perkembangan penyakit. Selain itu, penelitian ini tidak menyertakan sampel dari pasien dengan semua kondisi yang mungkin mirip ALS.
Diskusi & Kesimpulan
Penelitian ini mewakili kemajuan signifikan dalam diagnostik ALS, yang berpotensi menawarkan cara untuk mengurangi keterlambatan diagnostik dan meningkatkan perawatan pasien. Akurasi tinggi dan kemampuan tes untuk membedakan antara ALS dan kondisi serupa menjadikannya sangat berharga.
Konsistensi hasil pada kelompok pasien dan pengaturan laboratorium yang berbeda menunjukkan bahwa tes ini kuat dan dapat diandalkan. Para peneliti menyarankan hal ini dapat digunakan bersamaan dengan metode diagnostik saat ini untuk meningkatkan akurasi dan kecepatan diagnosis, sehingga berpotensi mengarah pada intervensi pengobatan lebih dini.
Pendanaan & Pengungkapan
Penelitian ini didukung oleh beberapa organisasi, termasuk Dr Denis R. Lyman dan Diane K. Robards Lyman Foundation serta William C. dan Joyce C. O'Neil Charitable Trust, yang menyediakan dana untuk instrumentasi. Dukungan tambahan datang dari Brian dan Wetonnah McCoy serta Gordon dan Motoko Deane.
Lembaga penelitian nirlaba Brain Chemistry Labs telah mengajukan paten atas penggunaan biomarker ini. Temuan dan kesimpulan ini mewakili pandangan penulis dan bukan merupakan posisi resmi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit/Badan Pencatatan Bahan Beracun dan Penyakit.