CHARLOTTESVILLE, Va.— Bagi jutaan orang yang menyukai kucing namun menderita alergi, impian memeluk teman berbulu tanpa bersin mungkin akan segera menjadi kenyataan.
Para peneliti berada di ambang merekayasa cawan suci kepemilikan hewan peliharaan: kucing yang benar-benar hipoalergenik. Hampir 15% populasi menderita alergi kucing — suatu kondisi yang dapat mengubah kegembiraan sederhana saat memeluk hewan berbulu menjadi mimpi buruk berupa bersin, gatal, dan mengi. Dengan mempelajari dunia rekayasa genetika yang rumit, tim ilmuwan yang dipimpin oleh Martin Chapman telah menemukan solusi potensial menggunakan CRISPR, sebuah teknik pengeditan gen revolusioner yang sering digambarkan sebagai gunting molekuler yang dapat memotong dan memodifikasi DNA dengan tepat.
Rahasianya terletak pada Fel d 1protein kecil yang diproduksi kucing dalam air liur, kulit, dan air matanya. Protein ini, yang terbawa ke udara saat kucing merawat dirinya sendiri, merupakan penyebab utama reaksi alergi pada manusia. Para ilmuwan telah lama mempelajari Fel d 1, namun studi ini baru dipublikasikan di Perhubungan PNAS memberikan wawasan yang belum pernah ada sebelumnya mengenai keragaman genetik dan sejarah evolusinya. Penelitian ini mungkin membuka jalan untuk menciptakan kucing hipoalergenik melalui manipulasi genetik.
Dari 15% populasi di Amerika Serikat yang mengidap penyakit ini, Fel d 1 bertanggung jawab atas sebagian besar kasus ini, sehingga memicu respons imun pada individu yang sensitif. Meskipun reputasinya terkenal buruk, fungsi Fel d 1 pada kucing masih menjadi misteri. Beberapa peneliti percaya bahwa hal ini membantu regulasi kekebalan tubuh atau komunikasi kimia di antara kucing, sementara yang lain berpendapat bahwa hal itu mungkin sama sekali tidak penting. Pertanyaan apakah Fel d 1 dapat dihilangkan dengan aman dari kucing telah membuat penasaran para ilmuwan selama bertahun-tahun.
Penelitian yang dipimpin oleh para peneliti dari InBio dan Texas A&M University ini mengambil pendekatan komparatif untuk memahami Fel d 1. Tim tersebut menganalisis urutan DNA untuk dua gen yang mengkode Fel d 1 – CH1 dan CH2 – pada 276 kucing, termasuk kedua ras domestik. dan spesies eksotik seperti singa dan macan tutul. Mereka menemukan variabilitas genetik yang mencolok pada Fel d 1, khususnya pada gen CH2.
Lebih dari 40% bahan penyusun protein (asam amino) berbeda antar spesies, menunjukkan bahwa Fel d 1 telah berevolusi secara berbeda tergantung pada lingkungan dan garis keturunan kucing. Menariknya, beberapa variasi protein bahkan mungkin mencerminkan adaptasi evolusioner terhadap tekanan ekologi yang berbeda.
Para peneliti juga mencatat bahwa Fel d 1 tampaknya tidak terlalu terkonservasi, yang berarti ia tidak terawetkan dalam bentuk yang sama di seluruh spesies selama jutaan tahun evolusi. Kurangnya konservasi ini mengisyaratkan bahwa protein tersebut mungkin tidak penting bagi kelangsungan hidup atau kesehatan kucing. Yang menambah bobot teori ini adalah bukti dari penelitian CRISPR baru-baru ini yang berhasil mengedit gen CH2 pada kucing domestik, sehingga menonaktifkan produksi Fel d 1 sepenuhnya. Kucing yang disunting gennya tidak menunjukkan efek buruk terhadap kesehatan, tetap aktif dan sehat – sebuah temuan yang bisa menjadi terobosan baru bagi penderita alergi.
Penelitian ini bukannya tanpa tantangan dan pertanyaan yang belum terjawab. Meskipun keragaman genetik pada Fel d 1 menunjukkan bahwa hal ini mungkin tidak penting, peran pastinya pada kucing masih belum jelas. Protein dengan struktur serupa pada spesies lain terlibat dalam fungsi seperti komunikasi kimia atau respons imun. Memahami apakah Fel d 1 memiliki tujuan unik pada kucing sangatlah penting sebelum penyuntingan gen secara luas dapat dilakukan secara etis dan aman. Selain itu, peneliti harus mempertimbangkan konsekuensi yang tidak diinginkan, seperti bagaimana perubahan pada Fel d 1 dapat memengaruhi interaksi kucing dengan hewan lain atau manusia.
Namun, potensi untuk menciptakan kucing ramah alergi semakin dekat. Dengan kemajuan dalam teknologi genetika dan semakin berkembangnya pemahaman tentang Fel d 1, para ilmuwan optimis bahwa suatu hari nanti kita akan melihat dunia di mana para pecinta kucing yang memiliki alergi dapat mengadopsi kucing peliharaannya tanpa rasa takut. Terobosan ini tidak hanya dapat mengubah kehidupan jutaan penderita alergi tetapi juga mengurangi jumlah kucing yang dibuang ke tempat penampungan karena kekhawatiran akan alergen.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Penelitian ini melibatkan analisis rangkaian genetik Fel d 1 dari 276 kucing, termasuk 140 kucing domestik dan 136 spesies liar atau eksotik. Para peneliti menggunakan database genom kucing dan memperoleh sampel DNA tambahan dari prosedur rutin dokter hewan. Mereka mengurutkan gen CH1 dan CH2 dan membandingkan struktur asam amino antar spesies. Alat-alat canggih seperti penyelarasan urutan dan pemodelan struktural membantu menentukan variasi genetik dan memprediksi pengaruhnya terhadap struktur protein.
Hasil Utama
Para peneliti menemukan variabilitas genetik yang substansial pada Fel d 1, dengan lebih dari 40% asam amino berbeda antar spesies. CH2 menunjukkan variabilitas yang lebih besar dibandingkan CH1, terutama pada daerah yang mungkin mempengaruhi bentuk dan fungsi protein. Variabilitas ini menunjukkan bahwa Fel d 1 telah beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda dan mungkin tidak penting untuk kelangsungan hidup. Selain itu, kucing dengan gen CH2 yang telah diedit kekurangan Fel d 1 tetapi tetap sehat, yang menunjukkan potensi pengeditan gen untuk menghilangkan alergen.
Keterbatasan Studi
Meskipun penelitian ini menawarkan wawasan yang berharga, penelitian ini tidak secara pasti menetapkan peran biologis Fel d 1 pada kucing. Prediksi struktural bergantung pada model komputasi, yang mungkin tidak sepenuhnya menangkap fungsi alami protein. Selain itu, penelitian ini tidak mengeksplorasi dampak jangka panjang dari penghapusan Fel d 1 atau potensi implikasi ekologisnya.
Diskusi & Kesimpulan
Temuan ini menyoroti fleksibilitas evolusioner Fel d 1 dan potensinya sebagai target penyuntingan gen. Jika Fel d 1 memang tidak penting, menonaktifkannya dapat memberikan solusi untuk alergi kucing tanpa membahayakan kucing. Namun, diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami peran protein dalam komunikasi, kekebalan, atau proses biologis lainnya.
Pendanaan & Pengungkapan
Penelitian ini didanai oleh InBio, sebuah perusahaan bioteknologi, dan didukung oleh National Institutes of Health. Beberapa peneliti yang terlibat dalam penelitian ini adalah karyawan atau pendiri InBio, yang mungkin tertarik pada penerapan komersial dari temuan tersebut. Data dan metode tersedia untuk umum untuk penelitian ilmiah lebih lanjut.