BOLOGNA, Italia — Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa Anda mendapati diri Anda meniru gerakan pembicara yang bersemangat atau tanpa sadar meniru aksen teman? Dari menguap yang menular hingga tepuk tangan yang serempak, ternyata otak kita terhubung untuk memainkan permainan imitasi yang rumit. Para ilmuwan kini telah memetakan jalur saraf yang bertanggung jawab atas efek bunglon sosial ini, dan penemuan mereka dapat membentuk kembali pemahaman kita tentang hubungan antarmanusia.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di Prosiding Akademi Ilmu Pengetahuan Nasionalsebuah tim peneliti internasional yang dipimpin oleh para ilmuwan dari Universitas Bologna, mengungkap mengapa hal ini terjadi. Mereka telah mengungkap pelaku tersembunyi dalam teater imitasi otak kita, mengungkap tarik-menarik saraf yang menarik yang mengatur kecenderungan kita untuk meniru orang lain.
Tindakan penyeimbangan saraf ini bukan sekadar fitur unik perilaku manusia – ini adalah landasan interaksi sosial kita, yang memengaruhi segala hal mulai dari cara kita mempelajari keterampilan baru hingga cara kita menjalin ikatan dengan orang lain. Namun, seperti yang diketahui oleh setiap penjaga gawang sepak bola yang menghadapi tendangan penalti, terkadang dorongan untuk meniru perlu dipadamkan lebih cepat daripada Anda dapat mengatakan “GOL!”
Menemukan sirkuit imitatif otak
Untuk mengungkap misteri tersebut, para peneliti menggunakan teknik stimulasi otak mutakhir dengan nama yang mudah diucapkan seperti permainan kata-kata dari seorang ahli saraf: stimulasi asosiatif berpasangan kortiko-kortikal (ccPAS). Alat berteknologi tinggi ini memungkinkan mereka untuk menyempurnakan koneksi antara berbagai wilayah otak, yang secara efektif meningkatkan atau menurunkan volume impuls imitatif kita.
Apa yang mereka temukan tidak lebih dari sekadar jungkat-jungkit saraf. Di satu sisi, penguatan jalur antara dua wilayah yang disebut korteks premotor ventral (PMv) dan korteks motor primer (M1) memperkuat kecenderungan peserta untuk meniru secara otomatis. Seolah-olah tombol otak “monyet melihat, monyet melakukan” dibalik ke atas.
Namun, setiap Yin membutuhkan Yang, dan dalam kasus ini, Yin hadir dalam bentuk area motorik tambahan (SMA). Ketika para peneliti meningkatkan komunikasi antara SMA dan M1, para peserta menjadi lebih baik dalam menekan dorongan meniru mereka. Anggap saja itu sebagai kekuatan super otak untuk menghambat peniruan.
Pada dasarnya, para ilmuwan mengidentifikasi dua jalur saraf terpisah di otak yang memengaruhi kecenderungan kita untuk meniru tindakan orang lain. Satu jalur tampaknya meningkatkan kecenderungan kita untuk meniru, sementara jalur lainnya membantu kita mengendalikan dan menghambat peniruan yang tidak diinginkan.
Pintu baru bisa terbuka bagi pasien dengan gangguan neurologis
Penemuan ini memberikan pencerahan baru pada dasar saraf perilaku meniru yang sangat penting untuk pembelajaran dan interaksi sosial. Hal ini memiliki implikasi yang luas untuk memahami dan berpotensi mengobati berbagai kondisi yang melibatkan peniruan atipikal, mulai dari gangguan spektrum autisme hingga gangguan neurologis tertentu.
“Hal ini dapat mengarah pada aplikasi terapeutik untuk meningkatkan kinerja kognitif pada pasien dengan gangguan neurologis dan gangguan disfungsi sosial,” kata koordinator studi Alessio Avenanti, seorang profesor di Departemen Psikologi di Universitas Bologna, dalam sebuah pernyataan.
Namun implikasinya tidak berhenti di situ. Penelitian ini juga menyoroti plastisitas otak yang luar biasa – kemampuannya untuk mengubah dan memperkuat koneksi melalui pengalaman dan pembelajaran. Teknik stimulasi yang digunakan mampu mendorong perubahan yang bertahan lama dalam kekuatan koneksi antara area otak, menunjukkan betapa mudahnya sirkuit saraf kita.
Plastisitas ini dianggap sebagai kunci bagaimana kita mengembangkan kemampuan meniru sejak awal. Sebagai bayi dan anak-anak, pengalaman berulang dalam mengamati dan melakukan tindakan bersama-sama membantu memperkuat jalur saraf yang mendukung peniruan otomatis.
Memahami mekanisme ini berpotensi menghasilkan pendekatan terapi baru bagi individu dengan kesulitan sosial atau motorik. Dengan memperkuat atau melemahkan sirkuit saraf utama secara selektif, mungkin saja perilaku meniru dapat dimodulasi dan fungsi sosial dapat ditingkatkan.
Studi ini juga memiliki implikasi menarik untuk bidang-bidang seperti pelatihan olahraga, rehabilitasi, dan perolehan keterampilan. Bayangkan program pelatihan olahraga yang dapat meningkatkan kemampuan atlet untuk mempelajari gerakan-gerakan baru dengan meningkatkan sirkuit imitasi otak mereka. Atau bayangkan teknik rehabilitasi yang membantu pasien stroke mendapatkan kembali keterampilan motorik dengan menyempurnakan jaringan imitasi saraf mereka.
Tentu saja, kemampuan untuk menghambat peniruan sama pentingnya dengan kemampuan untuk meniru. Dalam banyak situasi sosial, kita perlu menekan keinginan untuk meniru tindakan orang lain ketika hal itu tidak pantas. Peran SMA yang baru ditemukan dalam mengatur dorongan untuk meniru membantu menjelaskan bagaimana kita mengelola dorongan alami ini.
Kamu tidak akan pernah menguap seperti sebelumnya lagi
Saat kita terus mengungkap rahasia sifat meniru kita, kita memperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang apa yang menjadikan kita manusia sejati. Penelitian ini membawa kita selangkah lebih dekat untuk memahami proses otak yang memungkinkan kita untuk terhubung, belajar dari satu sama lain, dan menavigasi dunia sosial yang kompleks di sekitar kita.
Jadi lain kali Anda mendapati diri Anda tanpa sadar meniru gerakan seseorang atau menahan keinginan untuk menguap saat rekan kerja Anda yang sedang mengantuk melakukannya, ingatlah – Anda sedang menyaksikan puncak pertempuran saraf yang dahsyat, yang berlangsung di teater pikiran Anda.
“Temuan kami membuka jalan baru untuk memahami bagaimana plastisitas otak dapat dimanipulasi untuk meningkatkan atau mengurangi perilaku meniru dan membuat orang kurang peka terhadap gangguan selama kinerja tugas,” kata Avenanti.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti menggunakan stimulasi asosiatif berpasangan kortiko-kortikal (ccPAS) untuk memanipulasi koneksi antara area otak. Teknik ini menerapkan denyut magnetik ke dua area yang terhubung dalam urutan waktu yang tepat, yang dapat memperkuat atau melemahkan jalur saraf antara area tersebut jika dilakukan berulang kali.
Penelitian ini melibatkan 80 peserta sehat yang dibagi menjadi empat kelompok, masing-masing menerima protokol ccPAS yang berbeda. Peserta menyelesaikan dua tugas sebelum dan setelah perawatan ccPAS: tugas meniru secara sukarela dan tugas meniru secara otomatis. Hal ini memungkinkan para peneliti untuk mengukur bagaimana manipulasi konektivitas antara area frontal tertentu (area premotor ventral, area motor suplementer, dan korteks motor primer) memengaruhi baik imitasi sukarela maupun otomatis.
Hasil
Studi ini mengungkap bahwa sirkuit yang berbeda dalam sistem motorik memiliki fungsi sosial yang berbeda. Peningkatan koneksi PMv-ke-M1 meningkatkan imitasi otomatis, sementara pelemahan koneksi tersebut menguranginya. Sebaliknya, penguatan koneksi SMA-ke-M1 meningkatkan kemampuan peserta untuk menghambat imitasi ketika hal tersebut tidak sesuai dengan konteks. Efek ini paling menonjol dalam situasi yang melibatkan konflik antara instruksi tugas dan dorongan untuk meniru.
Keterbatasan
Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit dalam materi yang diberikan, keterbatasan potensial dapat mencakup fokus studi pada peserta yang sehat, yang dapat membatasi generalisasi ke populasi klinis. Selain itu, efek langsung dan jangka pendek dari ccPAS diukur, tetapi dampak jangka panjang masih belum diketahui.
Diskusi dan Kesimpulan
Studi ini memberikan bukti kausal untuk peran jalur otak tertentu dalam mengatur imitasi otomatis. Studi ini mendukung teori bahwa PMv memfasilitasi imitasi, sementara SMA membantu mengendalikannya. Temuan ini menyoroti plastisitas otak dan potensi untuk memodulasi perilaku sosial dengan menargetkan sirkuit saraf tertentu. Penelitian ini membuka kemungkinan baru untuk memahami dan berpotensi mengobati gangguan yang melibatkan imitasi atipikal, serta meningkatkan pembelajaran motorik dan kinerja kognitif dalam berbagai konteks.
Pendanaan dan Pengungkapan
Penelitian ini didanai oleh beberapa sumber, termasuk PNRR Extended Partnership in Neuroscience and Neuropharmacology (proyek MNESYS), Bial Foundation, dan Italian Multiple Sclerosis Foundation. Tidak ada konflik kepentingan yang diungkapkan dalam materi yang diberikan.