

Semut Gila Longhorn (Paratrechina longicornis) berkerumun dan menyerang semut yang jauh lebih besar. Mereka tidak berbahaya bagi manusia dan ditemukan di wilayah tropis dunia.(Kredit: © Brett Hondow | Dreamstime.com)
REHOVOT, Israel — Para ilmuwan telah lama terpesona oleh kecerdasan kolektif, yaitu gagasan bahwa kelompok dapat memecahkan masalah lebih baik daripada individu. Kini, sebuah studi baru yang menarik mengungkapkan beberapa temuan tak terduga tentang kemampuan pemecahan masalah kelompok antar spesies, khususnya membandingkan cara semut dan manusia mengatasi tantangan spasial yang kompleks.
Para peneliti di Weizmann Institute of Science merancang eksperimen cerdik yang mengadu kelompok semut gila bertanduk panjang melawan kelompok manusia dalam memecahkan teka-teki geometris yang sama pada skala berbeda. Teka-teki tersebut, yang dikenal sebagai “masalah penggerak piano,” mengharuskan memindahkan beban berbentuk T melalui serangkaian ruang sempit dan memutari sudut. Bayangkan mencoba menggerakkan sofa melalui pintu sempit, tetapi dengan lebih banyak ketelitian matematis.
Apa yang membuat penelitian ini, yang dipublikasikan di PNAS, sangat menarik adalah bahwa semut dan manusia termasuk di antara sedikit spesies yang diketahui dapat secara kooperatif mengangkut benda-benda besar di alam. Faktanya, dari sekitar 15.000 spesies semut di Bumi, hanya sekitar 1% yang melakukan pengangkutan muatan berat secara kooperatif, sehingga perilaku bersama antara manusia dan semut ini sangat luar biasa.
Spesies yang dipilih untuk kompetisi evolusi ini adalah Paratrechina longicornisumumnya dikenal sebagai “semut gila” karena pola pergerakannya yang tidak menentu. Semut hitam ini, yang panjangnya hanya 3 milimeter, tersebar luas secara global, namun lazim ditemukan di sepanjang pantai Israel dan wilayah selatan. Nama mereka diambil dari antena panjang mereka yang khas, meskipun perilaku mereka yang hingar-bingar membuat mereka mendapat julukan yang lebih berwarna.

Merekrut peserta untuk penelitian ini menghadirkan tantangan yang berbeda-beda antar spesies. Meskipun manusia yang menjadi relawan siap bergabung ketika ditanya, kemungkinan besar termotivasi oleh aspek persaingan, semut memerlukan sedikit tipu daya. Para peneliti harus mengelabui mereka dengan berpikir bahwa muatan berbentuk T adalah makanan yang perlu diangkut ke sarang mereka.
Dalam percobaan yang berlangsung selama tiga tahun dan melibatkan lebih dari 1.250 peserta manusia dan beberapa koloni semut, para peneliti menguji ukuran kelompok yang berbeda untuk mengatasi versi skala dari teka-teki yang sama. Untuk semut, mereka menggunakan semut individu dan kelompok kecil yang terdiri dari sekitar 7 semut, serta kelompok besar yang rata-rata berjumlah 80 semut. Peserta manusia dibagi menjadi pemecah tunggal dan kelompok yang terdiri dari 6-9 atau 16-26 orang.
Mungkin yang paling menarik, para peneliti menemukan bahwa meskipun kelompok semut yang lebih besar memiliki kinerja yang jauh lebih baik dibandingkan kelompok atau individu yang lebih kecil, hal sebaliknya terjadi pada manusia ketika komunikasi mereka dibatasi. Ketika kelompok manusia tidak diperbolehkan berbicara atau menggunakan gerak tubuh serta harus memakai masker dan kacamata hitam, kinerja mereka justru menurun dibandingkan individu yang bekerja sendiri.

Temuan yang berlawanan dengan intuisi ini menunjukkan perbedaan mendasar dalam cara semut dan manusia melakukan pendekatan pemecahan masalah kolektif. Semut individu tidak dapat memahami sifat global dari teka-teki tersebut, namun gerakan kolektif mereka diterjemahkan ke dalam kemampuan kognitif yang muncul; dengan kata lain, mereka mengembangkan keterampilan pemecahan masalah baru hanya dengan bekerja sama. Kelompok semut besar menunjukkan kegigihan dan koordinasi yang mengesankan, mempertahankan arah bahkan setelah bertabrakan dengan dinding dan secara efisien memindai lingkungan hingga menemukan celah.
Studi ini menyoroti perbedaan penting antara masyarakat semut dan manusia. “Koloni semut sebenarnya adalah sebuah keluarga. Semua semut di dalam sarang adalah saudara perempuan, dan mereka memiliki minat yang sama. Ini adalah masyarakat yang terjalin erat di mana kerja sama jauh lebih penting daripada persaingan,” jelas rekan penulis studi Prof. Ofer Feinerman dalam sebuah pernyataan. “Itulah sebabnya koloni semut terkadang disebut sebagai organisme super, sejenis makhluk hidup yang terdiri dari banyak 'sel' yang bekerja sama satu sama lain.”
Struktur kekeluargaan ini nampaknya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah kolektif semut. Temuan mereka memvalidasi visi “super-organisme” ini, dan menunjukkan bahwa semut yang bertindak sebagai sebuah kelompok memang lebih pintar, karena keseluruhannya lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya. Sebaliknya, kelompok manusia tidak menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif, sehingga menantang gagasan populer tentang “kebijaksanaan orang banyak” di era media sosial.
Penelitian ini memiliki implikasi lebih dari sekadar memahami perilaku hewan. Hal ini dapat menginformasikan desain kawanan robot dan memberikan wawasan tentang dinamika tim manusia dalam berbagai situasi. Ketika kita berbicara tentang memindahkan benda besar melalui ruang yang kompleks, mungkin kita sebagai manusia dapat belajar satu atau dua hal dari rekan kita yang berkaki enam.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti menciptakan teka-teki geometris standar yang dapat diskalakan secara tepat untuk kedua spesies. Teka-teki tersebut terdiri dari beban berbentuk T yang perlu digerakkan melalui tiga ruang yang dihubungkan oleh celah sempit. Bagi manusia, ini dibuat menggunakan kisi-kisi logam dan terpal dengan ukuran berbeda. Untuk semut, versi yang diperkecil dicetak 3D. Kedua spesies tersebut harus menarik alih-alih mendorong beban, dan manusia ditugaskan pada pegangan khusus dengan pengukur gaya. Semua upaya direkam pada kamera dari atas untuk analisis terperinci.
Hasil
Studi ini menemukan bahwa kelompok semut besar berhasil memecahkan teka-teki tersebut sekitar 80%, secara signifikan mengungguli kelompok kecil dan individu. Bagi manusia, individu memecahkan teka-teki lebih efisien dibandingkan kelompok komunikasi terbatas, yang hanya berhasil sekitar 40% dari keseluruhan waktu. Kelompok dengan komunikasi penuh memiliki kinerja sedikit lebih baik dibandingkan individu tetapi menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengambil keputusan.
Keterbatasan
Penelitian ini terutama berfokus pada satu spesies semut (Paratrechina longicornis) dan pesertanya sebagian besar berasal dari satu komunitas institusional. Teka-teki tersebut, meskipun cerdas, hanya mewakili satu jenis tantangan pemecahan masalah. Selain itu, sifat teka-teki yang berskala berarti bahwa beberapa aspek tantangan fisik mungkin tidak setara secara sempurna antar spesies.
Diskusi dan Poin Penting
Penelitian mengungkapkan bahwa kemampuan pemecahan masalah kolektif tidak selalu meningkat seiring dengan ukuran kelompok dan sangat bergantung pada metode komunikasi. Studi ini menunjukkan bahwa kognisi individu yang lebih sederhana sebenarnya dapat memfasilitasi koordinasi kelompok yang lebih baik dalam beberapa kasus. Hal ini menantang asumsi umum tentang hubungan antara kecerdasan individu dan kolektif.
Pendanaan dan Pengungkapan
Penelitian ini didanai oleh Dewan Riset Eropa di bawah program penelitian Horizon 2020 Uni Eropa dan Israel Science Foundation. Penelitian ini melibatkan 1.251 partisipan manusia dan menerima persetujuan etis yang sesuai dari Weizmann Institute of Science, Kepala Ilmuwan Kementerian Pendidikan Israel, dan Unit Etika Dewan Riset Eropa. Para penulis menyatakan tidak ada kepentingan yang bersaing. Prof Ofer Feinerman memegang Ketua Profesor Henry J. Leir, dan tim peneliti termasuk Dr. Ehud Fonio dari Departemen Fisika Sistem Kompleks Weizmann, Prof. Nir Gov dari Departemen Fisika Kimia dan Biologi Weizmann, dan Dr. Amir Haluts, bersama dengan Prof Amos Korman dari Universitas Haifa.
Detail Publikasi
Artikel penelitian “Membandingkan pemecahan teka-teki geometri kooperatif pada semut versus manusia” ini diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) pada tanggal 23 Desember 2024. Makalah tersebut muncul di PNAS 2025 Vol. 122 No.1 e2414274121 dengan DOI: https://doi.org/10.1073/pnas.2414274121. Karya tersebut diserahkan ke PNAS pada 17 Juli 2024, diedit oleh Marcus Feldman dari Universitas Stanford, dan diterima pada 11 November 2024. Penelitian ini dipublikasikan sebagai artikel akses terbuka di bawah Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivatives License 4.0 (CC BY -NC-ND).