

Penulisan robot AI (© Emmy Ljs – stock.adobe.com)
GAINESVILLE, Florida — Dapatkah Anda menemukan artikel yang ditulis dengan kecerdasan buatan? Ini tidak semudah yang Anda bayangkan. Apakah Anda dapat menemukan konten yang dibuat oleh robot atau tidak, sebuah studi baru menemukan bahwa dugaan bahwa sesuatu ditulis oleh AI sudah cukup untuk membuat marah orang-orang saat ini.
Secara khusus, tim dari University of Florida dan University of Central Florida menyatakan bahwa prasangka kita terhadap kecerdasan buatan mungkin mengaburkan penilaian kita. Penelitian mereka menunjukkan bahwa orang-orang secara otomatis menurunkan peringkat cerita yang mereka yakini ditulis oleh AI – meskipun cerita tersebut sebenarnya ditulis oleh manusia!
Tim menemukan bahwa ChatGPT versi terbaru dapat menghasilkan cerita yang hampir menyamai kualitas tulisan manusia. Namun, ada kendalanya: sekadar menyarankan agar AI menulis sebuah cerita, membuat orang cenderung tidak menikmati membacanya.
“Orang-orang tidak suka jika mereka mengira sebuah cerita ditulis oleh AI, baik itu AI atau tidak,” jelas Dr. Haoran “Chris” Chu, profesor hubungan masyarakat di Universitas Florida yang ikut menulis penelitian ini, dalam sebuah rilis media.
Penelitian yang dipublikasikan di Jurnal Komunikasidengan menampilkan versi berbeda dari cerita yang sama kepada peserta – beberapa ditulis oleh manusia, yang lain oleh ChatGPT. Untuk menguji bias orang, para peneliti dengan cerdik mengganti label, terkadang mengidentifikasi penulisnya dengan benar, dan terkadang dengan sengaja memberi label yang salah pada penulisnya.
Studi ini berfokus pada dua aspek utama dalam bercerita. Yang pertama, yang disebut “transportasi”, adalah perasaan familiar karena terlalu asyik dengan sebuah cerita sehingga Anda melupakan lingkungan sekitar – seperti ketika Anda begitu asyik menonton film sehingga Anda tidak menyadari kursi teater yang tidak nyaman. Aspek kedua, “argumen tandingan”, terjadi ketika pembaca secara mental memilah logika atau pesan sebuah cerita.


Meskipun cerita yang ditulis oleh AI terbukti sama persuasifnya dengan cerita yang ditulis oleh manusia, cerita tersebut tidak begitu berhasil dalam mencapai efek “transportasi” yang didambakan.
“AI pandai menulis sesuatu yang konsisten, logis, dan koheren. Namun mereka masih lebih lemah dalam menulis cerita yang menarik dibandingkan manusia,” catat Chu.
Temuan ini dapat mempunyai implikasi penting pada bidang-bidang seperti komunikasi kesehatan masyarakat, di mana narasi yang menarik sangat penting untuk mendorong perilaku sehat seperti vaksinasi. Namun, penelitian baru ini menunjukkan bahwa berterus terang tentang kepenulisan AI mungkin justru melemahkan upaya ini karena bias pembaca.
Namun, ada kabar baik bagi para profesional kreatif.
“AI tidak menulis seperti penulis ulung. Ini mungkin kabar baik bagi orang-orang seperti penulis skenario Hollywood – untuk saat ini,” tutup Chu.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Studi ini menggunakan serangkaian eksperimen yang telah didaftarkan sebelumnya untuk membandingkan narasi yang dihasilkan oleh manusia dan AI. Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok untuk membaca cerita buatan AI atau buatan manusia. Setiap narasi dirancang dengan karakter dan plot yang serupa untuk mengisolasi pengaruh sumber narasi terhadap reaksi peserta.
Metode yang digunakan mencakup skala untuk mengukur seberapa terbawa perasaan pembaca terhadap cerita, tingkat argumen tandingan (atau ketidaksetujuan mereka terhadap narasi), dan keyakinan mereka terhadap pesan cerita. Dengan menggunakan sampel terkontrol, para peneliti menganalisis apakah cerita yang dihasilkan AI mencapai tingkat keterlibatan dan persuasi pembaca yang sama dengan narasi yang ditulis manusia.
Hasil Utama
Hasilnya menunjukkan tanggapan beragam terhadap AI dan narasi buatan manusia. Narasi AI sering kali menghasilkan tingkat tandingan yang lebih rendah, yang berarti peserta cenderung tidak menantang cerita tersebut secara mental. Namun, narasi yang dikaitkan dengan manusia sering kali menghasilkan tingkat transportasi yang lebih tinggi atau perasaan tertarik pada cerita tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun cerita AI kurang diteliti, cerita yang dibuat oleh manusia lebih menarik secara emosional, yang mungkin disebabkan oleh persepsi keasliannya.
Keterbatasan Studi
Salah satu keterbatasan penelitian ini adalah ketergantungan pada topik naratif tertentu yang mungkin tidak dapat digeneralisasikan pada semua konteks penceritaan. Selain itu, efek pelabelan (di mana sumber cerita diungkapkan sebagai AI atau manusia) dapat memengaruhi keterbukaan partisipan terhadap cerita tersebut, sehingga menambah faktor psikologis yang tidak terkait dengan konten narasi itu sendiri. Desainnya juga dapat memanfaatkan konteks budaya yang beragam untuk menilai penerapannya secara umum.
Diskusi & Kesimpulan
Studi ini menunjukkan bahwa AI, meskipun mampu membangun cerita yang koheren dan menarik, masih belum memiliki kedalaman kreatif yang sering diberikan oleh narasi yang dibuat oleh manusia. Kreativitas manusia dan pengalaman hidup nampaknya meningkatkan keterlibatan narasi, yang tidak dapat sepenuhnya ditiru oleh AI. Namun, kohesi logis AI dan kemampuannya untuk menyampaikan cerita terstruktur menunjukkan potensinya sebagai alat penyampaian cerita yang saling melengkapi, terutama dalam produksi konten berskala besar yang hemat biaya.