COLUMBUS, Ohio — Teknologi berbasis alam, biochar, dapat membantu menyelamatkan planet ini. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman menghasilkan gas rumah kaca yang memerangkap karbon di atmosfer dan akan mempercepat pemanasan planet ini. Penelitian baru menemukan potensi biochar untuk menghilangkan sejumlah besar gas rumah kaca dapat membuat pertanian lebih ramah iklim.
Biochar adalah zat berpori mirip arang yang dibuat dengan memanaskan bahan organik — seperti serpihan kayu, sisa tanaman, atau bahkan pupuk kandang — dalam lingkungan rendah oksigen. Proses ini, yang disebut pirolisis, mengubah bahan menjadi zat yang stabil dan kaya karbon yang bentuknya mirip arang barbekyu. Namun, tidak seperti bahan yang Anda gunakan untuk memanggang, biochar memiliki beberapa sifat luar biasa saat ditambahkan ke tanah. Bahan ini terutama digunakan untuk produksi tanaman sebagai aditif tanah atau untuk menangkap karbon atmosfer.
“Saat petani menanam tanaman mereka, mereka menggunakan pupuk dan/atau pupuk kandang dan menggunakan berbagai jenis mesin untuk mengolah tanah,” kata Raj Shrestha, seorang peneliti asosiasi di bidang hortikultura dan ilmu tanaman di Universitas Negeri Ohio, dalam sebuah pernyataan. “Dalam proses tersebut, gas rumah kaca diproduksi dan dilepaskan ke atmosfer.”
Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti telah mengembangkan minat terhadap teknologi ini karena beberapa manfaatnya bagi pertanian dan lingkungan. Kini tantangannya adalah meyakinkan para petani untuk mengadopsi biochar dalam praktik pertanian mereka. Salah satu caranya adalah dengan mengarahkan pembicaraan tentang bagaimana biochar dapat membantu memperpanjang umur tanah.
“Jika kita dapat meyakinkan petani bahwa mengubah biomassa menjadi biochar baik untuk keberlanjutan tanah dalam jangka panjang, ekonomi, dan lingkungan, maka kita akan dapat melihat adopsi teknologi ini secara luas,” kata Shrestha.
Dalam penelitian tersebut, para peneliti meninjau lebih dari 200 studi lapangan di seluruh dunia yang meneliti dampak penerapan biochar dalam pertanian dan pelepasan gas seperti nitrogen oksida, metana, dan karbon dioksida. Ketiganya merupakan gas yang memerangkap panas yang berkontribusi besar terhadap pemanasan atmosfer Bumi.
Temuan menunjukkan jumlah biochar di tanah berpengaruh terhadap penurunan atau tidak adanya perubahan emisi gas. Secara umum, penggunaan biochar di lapangan mengurangi jumlah nitrogen oksida di udara hingga 18 persen dan metana hingga 3 persen. Di sisi lain, biochar sendiri tidak banyak mengubah emisi karbon dioksida. Mencampur biochar dengan pupuk nitrogen komersial atau bahan organik lainnya seperti pupuk kandang atau kompos memang membantu mengurangi karbon.
“Kita dapat mencapai emisi negatif dalam agroekosistem kita dengan mengurangi sumber karbon dan meningkatkan serapan karbon,” imbuh Shrestha. Ia mengatakan hasil penelitian menunjukkan bahwa masih mungkin untuk menghilangkan sebagian besar karbon Bumi dengan mengurangi emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia dan mengembangkan teknologi untuk menyerap lebih banyak karbon daripada yang dilepaskannya ke atmosfer. Dalam kasus ini, petani meningkatkan cadangan karbon tanah jangka panjang dengan mengubah limbah organik menjadi biochar.
Ketika sisa tanaman dibiarkan di ladang, hanya 10 hingga 20 persen karbon yang tersisa yang didaur ulang ke dalam tanah selama proses dekomposisi. “Dengan mengubah jumlah sisa yang sama menjadi biochar dan kemudian mengaplikasikannya ke ladang, kita dapat menyimpan sekitar 50% karbon tersebut menjadi bentuk karbon yang stabil,” jelas Shrestha.
Dengan kata lain, pertanian yang menggunakan biochar sebenarnya dapat membantu mendinginkan planet daripada menghangatkannya.
Biochar-karbon di dalam tanah dapat bertahan dari beberapa ratus hingga ribuan tahun, menjadikannya strategi yang hebat untuk mengendalikan kadar gas rumah kaca. Antara tahun 2011 dan 2020, karbon dioksida meningkat sebesar 5,6%, metana sebesar 4,2%, dan nitrogen oksida sebesar 2,7%. Pertanian menghasilkan 16% dari total emisi gas rumah kaca. Jika kita dapat mengubah skenario itu dan mengubah pertanian menjadi penyerap karbon, itu bisa menjadi langkah besar menuju mitigasi perubahan iklim.
Studi ini dipublikasikan di Jurnal Kualitas Lingkungan.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti melakukan tinjauan menyeluruh terhadap artikel jurnal yang ditinjau sejawat dan diterbitkan dalam bahasa Inggris sebelum tahun 2022. Mereka berfokus pada studi lapangan yang terkait dengan aplikasi biochar di lahan pertanian dan dampaknya terhadap emisi gas rumah kaca. Mereka mengidentifikasi 33 studi lapangan untuk nitrogen oksida, 31 untuk metana, dan 20 untuk karbon dioksida. Data dari studi-studi ini distandarisasi dan dikonversi ke satuan yang seragam untuk perbandingan.
Hasil
Studi tersebut menemukan bahwa di semua studi yang ditinjau, aplikasi biochar mengurangi emisi nitrogen oksida rata-rata sebesar 18% dan emisi metana sebesar 3%, tetapi sedikit meningkatkan emisi karbon dioksida sebesar 1,9% dibandingkan dengan kondisi kontrol. Ketika biochar dikombinasikan dengan pupuk nitrogen, ia mengurangi emisi karbon dioksida, metana, dan nitrogen oksida masing-masing sebesar 61%, 64%, dan 84% pengamatan. Ketika dikombinasikan dengan amandemen lain seperti pupuk kandang atau jerami, biochar mengurangi emisi sebesar 78%, 92%, dan 85% pengamatan untuk gas yang sama.
Keterbatasan
Studi ini terutama mengandalkan studi lapangan jangka pendek (1-3 tahun), dengan hanya 11% dari studi yang ditinjau bersifat jangka menengah (5-7 tahun). Studi jangka panjang diperlukan untuk menilai sepenuhnya ketahanan efek biochar. Selain itu, sebagian besar studi dilakukan di Asia, dengan representasi terbatas dari wilayah lain. Tinjauan tersebut juga mencatat variabilitas dalam efek biochar tergantung pada faktor-faktor seperti jenis tanah, iklim, dan sifat biochar, yang menyoroti perlunya studi yang lebih beragam.
Diskusi dan Kesimpulan
Para peneliti menekankan bahwa biochar menunjukkan potensi yang signifikan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari pertanian, tetapi diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengoptimalkan penggunaannya. Mereka menyarankan bahwa biochar mungkin paling efektif bila dikombinasikan dengan amandemen tanah atau pupuk lainnya. Studi ini juga menyoroti perlunya lebih banyak studi lapangan jangka panjang di lingkungan yang beragam untuk lebih memahami dampak biochar dari waktu ke waktu dan dalam kondisi yang berbeda. Para penulis mencatat bahwa meskipun biochar menunjukkan janji sebagai alat mitigasi perubahan iklim, adopsi yang meluas saat ini dibatasi oleh biaya yang tinggi dan kurangnya kesadaran di kalangan petani.
Pendanaan dan Pengungkapan
Penelitian ini didukung oleh hibah dari Alfred P. Sloan Foundation. Para penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan yang terkait dengan penelitian ini.