BLACKSBURG, Va.— Bumi mengalami perubahan total setelah Zaman Es terakhir, berubah dari gurun beku menjadi planet berlumpur yang dikelilingi lautan. Dalam sebuah studi baru, para peneliti melihat bagaimana bumi yang dulunya berbentuk bola salju bisa dengan cepat mencair dan memasuki era “lautan plumeworld”.
Permukaan laut tetap sangat beku selama beberapa juta tahun selama Zaman Es, yang terjadi sekitar 635 hingga 650 juta tahun yang lalu. Para ilmuwan yakin suhu global turun, menyebabkan lapisan es di kutub menyebar ke seluruh belahan bumi. Lebih banyak es berarti lebih banyak sinar matahari yang dipantulkan dari bumi, sehingga berkontribusi lebih jauh terhadap suhu yang sangat dingin.
Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan di Prosiding Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional jurnal, para peneliti menunjukkan bukti geokimia pertama yang menunjukkan bahwa Bumi mengatur kondisi iklim agar berubah, dengan karbon dioksida dari langit yang pada akhirnya mencairkan es.
“Hasil kami memiliki implikasi penting untuk memahami bagaimana iklim bumi dan kimia laut berubah setelah kondisi ekstrem pada zaman es global terakhir,” kata Tian Gan, mantan peneliti pascadoktoral Virginia Tech dan penulis utama studi tersebut, dalam siaran persnya.
Seiring dengan pantulan sinar matahari dari lapisan es di kutub, seperempat lautan tetap membeku karena tingkat karbon dioksida yang rendah. Lautan yang membeku menghentikan beberapa reaksi berantai. Siklus air terkunci, mencegah penguapan, hujan, dan salju. Dengan tidak tersedianya air, pelapukan kimiawi menurun. Proses yang memakan karbon dioksida ini melibatkan penguraian batuan karena berinteraksi dengan bahan kimia lingkungan. Kurangnya pelapukan dan erosi menyebabkan karbon dioksida menumpuk di atmosfer, memerangkap panas.
“Hanya masalah waktu sampai tingkat karbon dioksida cukup tinggi untuk memecahkan pola es,” kata Shuhai Xiao, ahli geologi di Virginia Tech dan rekan penulis studi. “Ketika hal itu berakhir, mungkin hal itu berakhir dengan bencana.”
Seiring waktu, akumulasi karbon dioksida yang memerangkap sinar matahari menyebabkan lebih banyak panas yang menumpuk di atmosfer. Hal ini menyebabkan lapisan es mencair, dan iklim bumi berubah dari beku menjadi cair. Selama 10 juta tahun, suhu rata-rata global berubah dari -50 hingga 120 derajat Fahrenheit.
Dalam studi saat ini, para peneliti menganalisis isotop litium dari batuan karbonat yang terbentuk setelah Zaman Es berakhir. Tanda-tanda geokimia batuan tersebut akan memberi para peneliti gambaran yang lebih baik tentang seperti apa iklim setelah Zaman Es.
Sesuai dengan teori samudra plumeworld, penulis melihat tanda geokimia air tawar lebih kuat pada batuan yang terbentuk di bawah air lelehan dekat pantai dibandingkan batuan yang terbentuk di lepas pantai di bawah laut dalam. Perubahan tersebut menyebabkan bumi menjadi berbeda dengan saat ini. Para peneliti menggambarkannya sebagai sungai air glasial yang mengalir deras seperti tsunami terbalik dari daratan ke laut, dikombinasikan dengan air laut yang sangat padat dan asin. Menurut penulis, temuan penelitian ini memberikan gambaran kehidupan di masa lalu dan menunjukkan ketahanan hidup dalam kondisi ekstrem.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti mengumpulkan sampel batuan dari lima lokasi di Tiongkok, yang mewakili kedalaman laut purba yang berbeda. Mereka menganalisis sampel ini untuk mengetahui komposisi isotop litiumnya menggunakan teknik spektrometri massa yang canggih. Mereka juga menciptakan model komputer untuk mensimulasikan bagaimana kimia laut akan berubah selama dan setelah periode bola salju Bumi. Analisis ini melibatkan pertimbangan yang cermat terhadap potensi kontaminasi dan perubahan sampel dari waktu ke waktu.
Hasil
Studi tersebut menemukan bahwa nilai isotop litium menurun dari lingkungan perairan dangkal ke perairan dalam, berkisar antara 10,4‰ di perairan dangkal hingga 2,6‰ di perairan dalam. Nilai-nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan pengukuran laut modern. Tim juga mengidentifikasi tiga tahap berbeda dalam periode pemulihan, yang masing-masing memiliki ciri kimianya sendiri.
Keterbatasan
Studi ini mengandalkan batuan purba yang telah mengalami beberapa tingkat perubahan selama ratusan juta tahun. Meskipun para peneliti memperhitungkan dampak ini dengan cermat, masih terdapat beberapa ketidakpastian. Selain itu, sampelnya berasal dari satu wilayah (Tiongkok Selatan), dan pola globalnya mungkin bervariasi.
Diskusi dan Kesimpulan
Penelitian ini memberikan dukungan kuat terhadap hipotesis plumeworld dan menunjukkan bahwa lautan di bumi mengalami perubahan kimia yang dramatis selama periode bola salju Bumi. Studi ini menunjukkan bagaimana lautan pulih secara bertahap melalui serangkaian tahapan berbeda, memberikan wawasan tentang bagaimana sistem bumi merespons perubahan iklim ekstrem.
Pendanaan dan Pengungkapan
Penelitian ini didukung oleh National Science Foundation, Patricia Caldwell Fakultas Fellowship di Virginia Tech, University of North Carolina di Chapel Hill, dan National Natural Science Foundation of China. Para penulis menyatakan tidak ada kepentingan yang bersaing.