

Orang menampar wajah pria. (© Anton Dios – stock.adobe.com)
PITTSBURGH — Olahraga pertarungan telah menjadi sangat populer dalam beberapa tahun terakhir – termasuk beberapa kompetisi yang lebih mengejutkan, seperti pertarungan tamparan. Meskipun banyak orang mungkin terkejut atau terkejut dengan kontes kekerasan ini ketika pertama kali dimulai, adu tamparan sebenarnya telah menjadi arus utama dan bahkan disiarkan secara rutin di televisi.
Olah raga yang bergerak cepat ini, di mana para pesaing bergiliran melancarkan pukulan tangan terbuka ke wajah satu sama lain, telah memperoleh jutaan pemirsa daring. Namun, seiring dengan melonjaknya popularitasnya, kekhawatiran tentang potensi trauma otak parah di kalangan peserta juga meningkat.
Sebuah studi baru yang diterbitkan di Bedah JAMA kini menyoroti frekuensi gejala gegar otak yang mengkhawatirkan dalam kompetisi pertarungan tamparan profesional. Para peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburgh melakukan analisis akademis pertama terhadap olahraga kontroversial ini, mengungkap cedera yang mungkin membuat para penggemarnya yang paling bersemangat sekalipun terdiam.
“Adu tamparan mungkin menghibur untuk ditonton oleh penonton awam, namun, sebagai profesional medis, kami menemukan beberapa aspek dari kompetisi ini cukup memprihatinkan. Tujuan akhir kami adalah membuat semua olahraga profesional lebih aman bagi kesehatan neurologis para atlet,” kata penulis utama Dr. Raj Swaroop Lavadi, peneliti pascadoktoral di Departemen Bedah Saraf, dalam rilis media.
Hasil penelitian ini sungguh mengkhawatirkan. Setelah menganalisis 333 tamparan dalam 78 pertarungan, para peneliti menemukan bahwa lebih dari separuh rangkaian tamparan mengakibatkan peserta menunjukkan tanda-tanda gegar otak. Tanda-tanda ini berkisar dari koordinasi motorik yang buruk dan tatapan kosong hingga reaksi yang tertunda saat bangun setelah pukulan knockout.
Mungkin yang paling memprihatinkan adalah hal itu hampir 80% petarung menunjukkan setidaknya satu tanda gegar otak selama pertandingan mereka. Prevalensi yang tinggi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang kesehatan neurologis jangka panjang para peserta olahraga yang sedang berkembang ini.
Format adu tamparan sendiri sepertinya dirancang untuk memaksimalkan potensi trauma kepala. Para peserta berdiri saling berhadapan di podium setinggi pinggang, bergiliran melancarkan pukulan tanpa hambatan dan tangan terbuka ke wajah lawannya. Aturan mengizinkan periode pemulihan singkat di antara tamparan, tetapi pertarungan berlanjut hingga salah satu peserta tersingkir atau juri mengumumkan pemenangnya.


“Secara klinis, gegar otak dapat muncul dalam berbagai cara, namun masing-masing dapat mengakibatkan kecacatan jangka pendek atau jangka panjang dan tekanan sosial ekonomi. Sebagai seorang dokter yang memiliki latar belakang seni bela diri dan sangat menyukai olahraga tarung, saya tetap khawatir mengenai frekuensi tanda-tanda gegar otak yang terlihat jelas di kalangan petarung tamparan,” kata Dr. Nitin Agarwal, penulis senior studi tersebut dan profesor bedah saraf.
Temuan penelitian ini memberikan gambaran yang mengkhawatirkan tentang olahraga yang, hingga saat ini, hanya dilakukan dengan sedikit penelitian ilmiah. Ketika pertarungan tamparan terus mendapatkan perhatian utama, dengan acara seperti “Power Slap” yang disiarkan di televisi sejak Januari 2023, kebutuhan akan peraturan yang terinformasi menjadi semakin mendesak.
Tim peneliti tidak berhenti pada analisis video. Mereka sekarang berupaya mengukur dampak fisik dari tamparan rata-rata menggunakan corong yang mirip dengan yang digunakan oleh pemain sepak bola profesional. Data ini, dikombinasikan dengan analisis video, dapat memberikan wawasan penting bagi peserta, pejabat, dan dokter di lapangan, yang berpotensi mengarah pada peningkatan langkah-langkah keselamatan.
Pertanyaannya sekarang adalah apakah nilai hiburan dari adu tamparan dapat diseimbangkan dengan kebutuhan yang jelas untuk melindungi peserta dari cedera otak yang berpotensi mengubah hidup.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti melakukan studi cross-sectional dengan meninjau video online acara adu tamparan, termasuk musim 1 dan acara utama 2 hingga 5 Power Slap. Empat pengulas mengamati tanda-tanda gegar otak yang terlihat, menggunakan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya dan dimodifikasi agar sesuai dengan lingkungan pertarungan tamparan. Mereka menganalisis 78 pertarungan, terdiri dari 333 tamparan dan 139 adegan di antara 56 kontestan. Tim tersebut menggunakan statistik Cohen κ untuk menilai keandalan antar penilai, sehingga memerlukan kesepakatan antar pengulas untuk memperhitungkan tanda-tanda gegar otak yang terlihat.
Hasil Utama
Studi ini menemukan bahwa tanda-tanda gegar otak diamati setelah 97 tamparan (29,1%) dan 72 pukulan (51,8%). Dari 56 kontestan, 44 (78,6%) memiliki setidaknya satu tanda gegar otak. Para peneliti mengamati 20 contoh “dampak kedua”, di mana seorang kontestan menunjukkan tanda-tanda gegar otak setelah menunjukkan tanda-tanda tamparan sebelumnya. Tanda-tanda yang paling umum termasuk inkoordinasi motorik, lambat untuk bangun, dan pandangan kosong dan hampa.
Keterbatasan Studi
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, termasuk ukuran sampel yang relatif kecil dan sifat subjektif dalam penggunaan analisis video untuk mengidentifikasi tanda-tanda gegar otak. Untuk mengurangi bias individu, diperlukan kesepakatan antara pengulas untuk memastikan tanda gegar otak yang terlihat.
Diskusi & Kesimpulan
Temuan ini menunjukkan bahwa adu tamparan dapat menyebabkan cedera otak traumatis pada kontestan, dengan potensi konsekuensi jangka panjang. Resikonya meningkat karena kontestan harus berdiri tanpa pertahanan, sehingga lawan dapat melakukan kontak yang lengkap dan tepat dengan kepala mereka selama setiap pukulan ofensif. Para peneliti menekankan perlunya pengawasan yang tinggi ketika mengevaluasi atlet tersebut baik secara akut maupun dalam tindak lanjut jangka panjang.
Pendanaan & Pengungkapan
Penelitian ini tidak menerima pendanaan eksternal. Joseph Maroon, salah satu penulis penelitian, dilaporkan menjabat sebagai konsultan bedah saraf di Pittsburgh Steelers, anggota National Football League Head and Spine Committee, dan konsultan medis di World Wrestling Entertainment Corp. Dr. Nitin Agarwal melaporkan menerima biaya pribadi dari Thieme Medical Publishers dan Springer International Publishing di luar karya yang dikirimkan.