SYDNEY — Semacam konspirasi kosmik telah terbantahkan. Selama bertahun-tahun, para astronom percaya bahwa galaksi mengikuti rumus rahasia dalam hal menyeimbangkan materi yang tampak dan tak tampak. Namun, sebuah studi baru menunjukkan bahwa buku panduan galaksi ini mungkin tidak ada sama sekali.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Pemberitahuan Bulanan Royal Astronomical Societymenggunakan teknik observasi mutakhir untuk mengintip ke dalam inti galaksi yang jauh, mengungkap keragaman yang mengejutkan dalam struktur massa internalnya. Temuan ini bertentangan dengan gagasan tentang “konspirasi tonjolan-halo,” sebuah konsep yang telah membingungkan para astronom selama beberapa dekade.
Inti dari misteri kosmik ini adalah hubungan antara materi galaksi yang tampak – bintang dan gasnya – dan halo materi gelapnya yang tak tampak. Pengamatan sebelumnya menunjukkan bahwa kedua komponen ini bekerja sama untuk menciptakan distribusi massa total yang sangat konsisten di berbagai galaksi, terlepas dari karakteristik masing-masing.
“Kehomogenan ini menunjukkan bahwa materi gelap dan bintang harus saling mengimbangi agar dapat menghasilkan struktur massa yang teratur,” kata Dr. Caro Derkenne, penulis pertama makalah tersebut dan peneliti ASTRO 3D dari Macquarie University, dalam sebuah pernyataan.
Untuk menyelidiki fenomena ini, tim peneliti yang dipimpin oleh C. Derkenne memanfaatkan data dari Survei MAGPI (Middle Ages Galaxy Properties with Integral field spectroscopy). Proyek ambisius ini menggunakan instrumen MUSE pada Very Large Telescope di Chili untuk mempelajari galaksi saat alam semesta berusia sekitar setengah dari usianya saat ini – periode yang sering disebut sebagai “abad pertengahan” alam semesta.
Tim tersebut meneliti 22 galaksi masif, yang masing-masing berbobot antara 2,5 miliar hingga 40 miliar kali massa Matahari kita. Dengan menggunakan teknik pemodelan canggih yang disebut pemodelan berbasis orbit Schwarzschild, mereka merekonstruksi struktur tiga dimensi dan gerakan orbit bintang-bintang di dalam galaksi-galaksi ini.
“Di masa lalu, orang-orang membangun model sederhana yang memiliki terlalu banyak penyederhanaan dan asumsi,” kata Derkenne. “Galaksi itu rumit, dan kita harus memodelkannya dengan bebas atau kita akan mengukur hal yang salah. Model kami berjalan pada superkomputer OzStar di Universitas Swinburne, menggunakan waktu komputasi desktop yang setara dengan sekitar 8.000 jam.”
Apa yang mereka temukan sungguh mengejutkan. Alih-alih pola yang seragam di seluruh galaksi, para peneliti menemukan berbagai macam distribusi massa. Beberapa galaksi memiliki profil kepadatan yang curam, dengan massanya terkonsentrasi kuat di bagian pusatnya, sementara yang lain menunjukkan distribusi massa yang lebih bertahap dari inti ke daerah terluarnya.
Keragaman ini menantang gagasan konspirasi kosmik. Jika konspirasi semacam itu ada, kita akan melihat distribusi massa yang serupa di berbagai galaksi. Sebaliknya, penelitian ini mengungkapkan bahwa interaksi antara materi tampak dan materi gelap di galaksi jauh lebih kompleks dan beragam daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Barangkali yang paling menarik, penelitian tersebut tidak menemukan korelasi signifikan antara distribusi materi tampak dan jumlah materi gelap di wilayah pusat galaksi. Kurangnya korelasi ini menunjukkan bahwa komponen galaksi tampak dan gelap tidak “bersekongkol” untuk menciptakan struktur yang seragam, tetapi justru hidup berdampingan dengan cara yang lebih acak dan mungkin kacau.
Memahami bagaimana galaksi terbentuk dan berevolusi sangat penting bagi pemahaman kita tentang struktur alam semesta berskala besar dan peran materi gelap dalam evolusi kosmik. Perspektif baru ini menantang model pembentukan galaksi yang ada dan mungkin mengharuskan para astronom untuk memikirkan kembali beberapa asumsi mendasar tentang cara kerja alam semesta.
Selain itu, penelitian ini menyoroti kekuatan teknik observasi modern dalam mengungkap struktur tersembunyi kosmos. Dengan mempelajari galaksi yang berjarak miliaran tahun cahaya, para astronom dapat melihat kembali ke masa lalu, mengamati struktur kosmik ini sebagaimana adanya saat alam semesta masih jauh lebih muda. Kemampuan menjelajah waktu ini memberikan wawasan penting tentang proses evolusi yang telah membentuk galaksi yang kita lihat saat ini.
“Astronomi mempersiapkan Anda dengan sangat baik untuk memahami big data,” imbuh Derkenne. “Dunia nyata itu berantakan, dan kita tidak selalu memiliki semua data. Tidak ada seorang pun yang dapat memberi tahu Anda jawabannya atau apakah Anda salah atau benar. Anda perlu mengumpulkan data dan menganalisis hingga Anda menemukan sesuatu yang berhasil.”
Seperti semua penelitian inovatif lainnya, studi ini menimbulkan banyak pertanyaan sekaligus jawaban. Mengapa beberapa galaksi memiliki distribusi massa yang berbeda? Proses apa yang mendorong hubungan acak antara materi tampak dan materi gelap? Dan bagaimana temuan ini sesuai dengan pemahaman kita yang lebih luas tentang evolusi kosmik?
Meskipun jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini masih sulit dipahami, satu hal yang jelas: alam semesta terus mengejutkan kita. Saat kita terus mendorong batas-batas pengamatan dan teori astronomi, kita dapat menantikan lebih banyak kejutan, lebih banyak tantangan terhadap asumsi kita, dan lebih banyak pengungkapan yang menakjubkan tentang kosmos yang kita sebut rumah.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti menggunakan teknik yang disebut pemodelan berbasis orbit Schwarzschild untuk mempelajari galaksi-galaksi. Metode ini melibatkan pembuatan model komputer dari setiap galaksi, mengisinya dengan jutaan bintang simulasi, lalu menyesuaikan model tersebut hingga sesuai dengan sifat-sifat galaksi yang diamati. Ini seperti memecahkan teka-teki 3D raksasa, di mana potongan-potongannya adalah gerakan dan posisi bintang, dan gambar yang ingin Anda buat adalah galaksi itu sendiri.
Hasil Utama
Studi tersebut menemukan bahwa distribusi massa total (materi tampak + materi gelap) di galaksi bervariasi lebih banyak daripada yang diperkirakan sebelumnya. Mereka juga menemukan bahwa tidak ada hubungan yang kuat antara bagaimana materi tampak didistribusikan dan seberapa banyak materi gelap di pusat galaksi. Hal ini bertentangan dengan gagasan tentang “konspirasi” antara kedua komponen ini.
Keterbatasan Studi
Penelitian ini mengamati 22 galaksi, yang merupakan sampel yang relatif kecil. Selain itu, galaksi-galaksi yang diteliti semuanya masif dan sebagian besar bertipe awal (eliptikal dan lentikular), sehingga hasilnya mungkin tidak berlaku untuk semua jenis galaksi. Para peneliti juga harus membuat beberapa asumsi tentang distribusi materi gelap, yang dapat memengaruhi hasil.
Diskusi & Kesimpulan
Kesimpulan utamanya adalah bahwa pembentukan galaksi mungkin lebih acak dan kacau daripada yang kita duga. Hal ini menantang model pembentukan dan evolusi galaksi saat ini. Studi ini juga menyoroti pentingnya mengamati galaksi-galaksi secara mendetail daripada berasumsi bahwa semuanya mengikuti aturan yang sama. Temuan ini dapat mengarah pada teori-teori baru tentang bagaimana galaksi terbentuk dan berevolusi seiring waktu.
Pendanaan & Pengungkapan
Penelitian ini didukung oleh Australian Research Council Centre of Excellence for All Sky Astrophysics in 3 Dimensions (ASTRO 3D). Beberapa peneliti juga menerima hibah individu dari berbagai lembaga pendanaan. Penelitian ini menggunakan data dari Survei MAGPI, yang didasarkan pada pengamatan yang dilakukan dengan Very Large Telescope di European Southern Observatory di Chili.