

Karya Seni Cincin Api, wilayah batas lempeng tektonik di sekitar Samudera Pasifik. (© Zaleman – stock.adobe.com)
TAMAN COLLEGE, Md.— Para ilmuwan telah menemukan bukti tabrakan bawah air yang telah lama hilang dan terjadi lebih dari 100 juta tahun yang lalu, yang secara dramatis mengubah lanskap bagian dalam bumi. Peristiwa kuno ini, yang tersembunyi di bawah gelombang Samudera Pasifik bagian timur, telah meninggalkan jejaknya pada struktur planet kita, membentuk struktur misterius yang terletak ribuan mil di bawah kaki kita.
Sebuah tim peneliti, yang dipimpin oleh Jingchuan Wang dari Universitas Maryland, menggunakan teknik pencitraan seismik canggih untuk mengintip mantel bumi, lapisan antara kerak bumi dan inti bumi. Temuan mereka, dipublikasikan di Kemajuan Ilmu Pengetahuanmengungkap anomali tak terduga di zona transisi mantel, sebuah wilayah yang terletak sekitar 250 hingga 400 mil di bawah permukaan.
Anomali ini berupa bagian zona transisi mantel yang sangat tebal yang terletak di sebelah timur East Pacific Rise – pegunungan bawah laut dengan penyebaran tercepat di dunia. Area yang menebal, membentang sekitar 1.200 mil, disertai dengan kecepatan seismik yang lebih cepat dari rata-rata, menunjukkan adanya material yang lebih dingin.


Apa yang menyebabkan titik dingin jauh di dalam bumi?
Para peneliti mengajukan penjelasan yang menarik: sisa-sisa lempeng tektonik kuno yang tenggelam ke dalam mantel selama era Mesozoikum, antara 250 dan 120 juta tahun yang lalu.
“Area yang menebal ini seperti sidik jari fosil dari dasar laut kuno yang tenggelam ke dalam Bumi sekitar 250 juta tahun yang lalu,” kata Wang dalam rilis universitasnya. “Ini memberi kita gambaran sekilas tentang masa lalu Bumi yang belum pernah kita alami sebelumnya.”
Lempeng yang tenggelam ini, yang oleh para ahli geologi disebut sebagai Lempeng Phoenix, kemungkinan besar tenggelam di bawah lempeng samudera lain dalam proses yang dikenal sebagai subduksi intrasamudera. Saat tenggelam, ia membawa material yang lebih dingin dari permukaan ke kedalaman mantel, meninggalkan jejak termal abadi yang dapat kita deteksi saat ini.


Penemuan zona subduksi kuno ini sangat menarik karena membantu menjelaskan kesenjangan yang membingungkan di salah satu struktur terdalam Bumi – Large Low Shear Velocity Province (LLSVP) di bawah Samudera Pasifik. LLSVP adalah wilayah besar seukuran benua di mantel paling bawah yang ditandai dengan kecepatan seismik yang lambat. LLSVP Pasifik telah lama diketahui mempunyai celah aneh di bagian timurnya, dan sekarang kita mungkin tahu alasannya.
Ketika Lempeng Phoenix kuno tenggelam lebih dalam ke dalam mantel, tampaknya ia telah membelah lengan timur LLSVP Pasifik, seperti haluan kapal yang membelah air. Interaksi antara lempeng yang tenggelam dan LLSVP ini menawarkan wawasan baru mengenai proses dinamis yang membentuk interior bumi.
“Kami menemukan bahwa di wilayah ini, material tenggelam dengan kecepatan sekitar setengah dari kecepatan yang kami perkirakan, yang menunjukkan bahwa zona transisi mantel dapat bertindak seperti penghalang dan memperlambat pergerakan material melalui Bumi,” jelas Wang. “Penemuan kami membuka pertanyaan baru tentang bagaimana kedalaman bumi mempengaruhi apa yang kita lihat di permukaan dalam jarak dan rentang waktu yang sangat jauh.”
Penemuan ini juga memberikan informasi penting untuk menyempurnakan model lempeng tektonik dan dinamika mantel, yang pada gilirannya dapat membantu kita lebih memahami fenomena mulai dari pembentukan endapan mineral hingga evolusi iklim bumi dalam jangka panjang.
Selain itu, penelitian ini menunjukkan kekuatan pencitraan seismik dalam mengungkap sejarah tersembunyi Bumi. Dengan menganalisis gema gelombang seismik saat melintasi planet ini, para ilmuwan dapat membuat peta detail struktur yang jauh di luar jangkauan pengamatan langsung.
“Ini baru permulaan,” Wang menyimpulkan. “Kami yakin masih banyak lagi bangunan kuno yang menunggu untuk ditemukan di bagian dalam bumi. Masing-masing memiliki potensi untuk mengungkap banyak wawasan baru tentang masa lalu planet kita yang kompleks—dan bahkan mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang planet lain di luar planet kita.”
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti menggunakan teknik yang disebut analisis prekursor SS untuk mempelajari zona transisi mantel bumi. Hal ini melibatkan pemeriksaan gelombang seismik yang memantul dari batas zona transisi sebelum mencapai seismometer di permukaan. Dengan menganalisis waktu dan kekuatan gelombang “prekursor” ini, para ilmuwan dapat memetakan kedalaman dan karakteristik batas-batas zona transisi. Tim tersebut mengumpulkan lebih dari 34.000 rekaman seismik dari gempa bumi di sekitar Pasifik, dengan fokus di wilayah timur East Pacific Rise. Mereka kemudian menggunakan teknik pemrosesan data tingkat lanjut untuk memperkuat sinyal lemah dan membuat peta rinci dari struktur zona transisi.
Hasil Utama
Studi tersebut menemukan bahwa zona transisi mantel di sebelah timur East Pacific Rise sekitar 12 mil lebih tebal dari rata-rata, terutama disebabkan oleh depresi diskontinuitas sepanjang 660 kilometer (salah satu batas zona transisi). Penebalan ini bertepatan dengan kecepatan seismik yang lebih cepat dari rata-rata, yang menunjukkan adanya material yang lebih dingin. Para peneliti menafsirkan ini sebagai bukti lempeng tektonik kuno yang tersubduksi dan terjebak di zona transisi selama lebih dari 100 juta tahun.
Keterbatasan Studi
Meskipun bukti seismiknya meyakinkan, terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Waktu dan durasi pasti peristiwa subduksi kuno yang diperkirakan masih belum pasti karena kurangnya bukti geologi permukaan. Selain itu, faktor-faktor lain seperti perubahan komposisi mantel berpotensi berkontribusi terhadap anomali yang diamati, meskipun penulis berpendapat bahwa asal usul termal (yaitu lempeng subduksi dingin) paling menjelaskan semua pengamatan.
Diskusi & Kesimpulan
Penemuan zona subduksi kuno ini memberikan wawasan baru mengenai sejarah lempeng tektonik di kawasan Pasifik dan membantu menjelaskan struktur LLSVP Pasifik yang tidak biasa. Hal ini menunjukkan bahwa lempeng subduksi dapat mempunyai efek jangka panjang terhadap struktur dan dinamika mantel, dan bertahan selama lebih dari 100 juta tahun. Temuan ini mempunyai implikasi terhadap pemahaman kita tentang proses pencampuran mantel dan evolusi interior bumi dalam rentang waktu geologis.
Pendanaan & Pengungkapan
Studi ini didukung oleh Institut Virtual Penelitian Eksplorasi Tata Surya NASA dan Dewan Penelitian Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknik Kanada. Para penulis menyatakan tidak ada kepentingan yang bersaing.