Studi terobosan menunjukkan bagaimana 'tetap hadir' selama keintiman mungkin lebih penting daripada teknik.
ESSEX, Inggris — Dalam validasi ilmiah paling menarik mengenai “hubungan pikiran-tubuh”, para peneliti telah menemukan bahwa wanita yang lebih selaras dengan sinyal internal tubuhnya cenderung mengalami orgasme lebih sering dan memuaskan. Penelitian ini mematahkan anggapan konvensional mengenai kenikmatan wanita dengan menunjukkan bahwa rahasia orgasme yang lebih baik mungkin bukan terletak pada teknik eksternal, melainkan pada kesadaran internal.
“Studi kami secara empiris menunjukkan bahwa wanita perlu keluar dari pikiran mereka dan masuk ke dalam tubuh mereka agar bisa mendapatkan orgasme yang lebih sering dan memuaskan,” jelas Dr. Megan Klabunde dari Departemen Psikologi Universitas Essex, yang memimpin penelitian, dalam sebuah penyataan.
Penelitian yang dipublikasikan di Ilmu Otakmengeksplorasi bagaimana “interoception” – kemampuan kita untuk merasakan dan menafsirkan sinyal internal tubuh seperti detak jantung, pernapasan, dan sensasi sentuhan sensual – berhubungan dengan kenikmatan seksual pada wanita. Bayangkan interosepsi sebagai sistem pemantauan internal tubuh Anda: ini adalah cara Anda mengetahui bahwa Anda lapar, lelah, atau cemas berdasarkan sensasi fisik, bukan isyarat eksternal.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang berfokus terutama pada disfungsi seksual, penelitian ini meneliti fungsi seksual yang sehat pada wanita – sebuah bidang yang secara mengejutkan belum banyak diteliti. “Berfokus hanya pada disfungsi orgasme pada wanita merupakan sebuah masalah karena sangat sedikit penelitian yang menunjukkan proses normal orgasme pada wanita, apalagi menunjukkan cara bagi wanita untuk memperkaya orgasme mereka,” catat Dr. Klabunde.
Studi ini meneliti 318 pengalaman orgasme yang dilaporkan sendiri oleh wanita, baik saat melakukan aktivitas seksual sendiri maupun bersama pasangan. Peserta menyelesaikan kuesioner terperinci tentang kemampuan mereka untuk memperhatikan dan merespons berbagai sensasi tubuh, serta frekuensi orgasme dan tingkat kepuasan mereka.
Hasilnya sangat mengejutkan: wanita melaporkan sekitar 20% lebih sering mengalami orgasme saat beraktivitas sendirian dibandingkan saat bersama pasangan, dengan pola serupa yang muncul pada tingkat kepuasan. Hal ini menambah bobot ilmiah pada apa yang oleh para peneliti seks disebut sebagai “kesenjangan orgasme” – sebuah fenomena yang terdokumentasi dengan baik di mana perempuan cenderung mengalami lebih sedikit orgasme dibandingkan laki-laki selama hubungan heteroseksual.
Namun di sinilah hal yang menjadi sangat menarik: wanita yang mendapat skor lebih tinggi pada aspek kesadaran tubuh tertentu melaporkan pengalaman seksual yang lebih baik secara keseluruhan. Secara khusus, ada tiga faktor utama yang berperan penting dalam kepuasan seksual:
Pertama, wanita yang lebih baik dalam “memperhatikan” – sekadar menyadari sensasi tubuh – lebih sering mengalami orgasme baik saat sendirian maupun bersama pasangan. Anggap saja ini memiliki radar internal yang lebih sensitif terhadap sensasi fisik.
Kedua, mereka yang unggul dalam “regulasi perhatian” – kemampuan untuk mempertahankan fokus pada sensasi tubuh meskipun ada gangguan – melaporkan orgasme yang lebih sering dan memuaskan selama sesi solo. Ini mungkin menjelaskan mengapa beberapa wanita merasa lebih mudah mencapai orgasme sendirian dibandingkan dengan pasangan: gangguan fokus pada sensasi fisik lebih sedikit.
Ketiga, wanita yang mendapat skor tinggi dalam “kepercayaan terhadap tubuh” – merasa aman dan nyaman dengan tubuh mereka – melaporkan kepuasan orgasme yang lebih besar baik saat melakukan hubungan intim maupun bersama pasangan. Hal ini menunjukkan bahwa perasaan nyaman pada diri sendiri mungkin sama pentingnya dengan rangsangan fisik untuk kenikmatan seksual.
“Kemampuan wanita untuk memusatkan perhatiannya pada sensasi internal tubuh, dan memercayai sensasi tersebut juga dikaitkan dengan peningkatan kepuasan orgasme,” jelas Dr. Klabunde. “Oleh karena itu, penting bagi perempuan dan pasangannya untuk memercayai pengalaman internal tubuh perempuan selama hubungan seksual. Hal ini penting untuk menumbuhkan kepuasan orgasme baik untuk diri sendiri maupun terutama untuk konteks seksual berpasangan.”
Temuan ini menantang kecenderungan historis yang menjadikan pengalaman seksual perempuan menjadi patologis. Alih-alih memandang frekuensi orgasme yang lebih rendah sebagai disfungsi, penelitian menunjukkan bahwa hal itu mungkin mencerminkan berbagai tingkat kesadaran tubuh – sesuatu yang berpotensi dikembangkan dan ditingkatkan seiring berjalannya waktu.
Studi ini secara khusus menyoroti bagaimana pengalaman seksual bersama pasangan bisa mendapatkan manfaat dari praktik yang membantu perempuan mempertahankan fokus pada sensasi tubuh mereka daripada terjebak dalam kecemasan kinerja atau tekanan eksternal. Fenomena ini, yang oleh para peneliti disebut sebagai “penonton” – yaitu ketika seseorang mengamati dirinya dari sudut pandang luar dibandingkan hanya sekedar menyaksikan pengalaman tubuhnya – mungkin menjelaskan mengapa beberapa wanita merasa lebih sulit mencapai orgasme bersama pasangannya.
Penelitian ini juga menawarkan beberapa harapan untuk menutup kesenjangan orgasme. Jika kesadaran tubuh yang lebih baik menghasilkan pengalaman seksual yang lebih memuaskan, maka mengembangkan keterampilan ini dapat membantu wanita dalam memperjuangkan kesenangan mereka secara lebih efektif dalam situasi berpasangan. Ini bukan hanya tentang mengetahui apa yang terasa enak – ini tentang kemampuan memperhatikan, memercayai, dan tetap fokus pada sensasi-sensasi tersebut pada saat itu.
Dalam validasi ilmiah yang menarik, penelitian ini menunjukkan bahwa nasihat kuno untuk “mendengarkan tubuh Anda” mungkin menjadi kunci untuk seks yang lebih baik. Tampaknya tubuh telah membisikkan rahasia kepuasan seksual selama ini – kita hanya perlu belajar bagaimana menyesuaikan diri dan memercayai apa yang dikatakannya kepada kita.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Metodologi penelitian ini mencerminkan pendekatan yang cermat untuk memahami hubungan antara kesadaran tubuh dan kenikmatan seksual. Dimulai dengan 641 peserta yang direkrut terutama melalui media sosial (dengan kehadiran kelompok feminis yang menonjol), para peneliti akhirnya menganalisis data dari 360 perempuan setelah mengecualikan tanggapan yang tidak lengkap. Usia rata-rata adalah sekitar 30 tahun, dengan peserta berusia antara 18 hingga 69 tahun.
Tim peneliti menggunakan dua alat pengukuran utama. Pertama, Penilaian Multidimensi Skala Kesadaran Interokeptif (MAIA-2) membantu menilai seberapa baik peserta dapat memperhatikan dan merespons berbagai sensasi tubuh. Anggap saja ini sebagai pengukuran “literasi tubuh” internal seseorang – yaitu kemampuan mereka membaca dan memahami sinyal tubuh. Alat kedua, Skala Orgasme Wanita, mengumpulkan informasi rinci tentang frekuensi dan kepuasan orgasme selama aktivitas solo dan berpasangan.
Hasil
Hasilnya memberikan gambaran menarik tentang pengalaman seksual perempuan. Selama aktivitas solo, wanita melaporkan mencapai orgasme sekitar 65%, dibandingkan hanya 44% saat berpasangan. Peringkat kepuasan menunjukkan pola yang sama – pada skala 7 poin, pengalaman solo rata-rata mencapai 6,01, sedangkan pengalaman bermitra rata-rata 4,84.
Di luar perbandingan dasar ini, para peneliti menemukan aspek spesifik dari kesadaran tubuh yang tampaknya sangat penting untuk kenikmatan seksual. Wanita yang pandai memperhatikan sensasi tubuh (dimensi “Memperhatikan”) lebih sering mengalami orgasme baik dalam situasi solo maupun berpasangan. Mereka yang dapat mempertahankan perhatiannya pada sensasi tubuh meskipun ada gangguan (“Attention Regulation”) memiliki pengalaman yang lebih baik selama aktivitas solo. Mungkin yang paling menarik, wanita yang umumnya memercayai sinyal tubuh mereka (dimensi “Body Trust”) melaporkan orgasme yang lebih memuaskan secara keseluruhan.
Keterbatasan
Seperti semua penelitian, penelitian ini memiliki keterbatasan. Kelompok peserta sebagian besar berasal dari kelompok media sosial feminis, yang mungkin berarti bahwa hasilnya tidak secara sempurna mewakili semua pengalaman perempuan. Para peserta ini mungkin memiliki sikap yang berbeda terhadap seksualitas dan kesadaran tubuh dibandingkan masyarakat umum. Para peneliti juga tidak memperhitungkan status hubungan atau kepuasan, yang secara signifikan dapat mempengaruhi pengalaman seksual pasangan. Selain itu, karena penelitian ini mengandalkan data yang dilaporkan sendiri, ingatan dan persepsi partisipan mungkin tidak sesuai dengan kenyataan.
Diskusi & Kesimpulan
Implikasi dari penelitian ini jauh melampaui kepentingan akademis. Bagi perempuan yang berjuang dengan kepuasan seksual, temuan ini menunjukkan bahwa mengembangkan kesadaran tubuh yang lebih baik mungkin sama pentingnya dengan berfokus pada teknik fisik atau dinamika hubungan. Penelitian ini memberikan dukungan ilmiah untuk pendekatan terapeutik seperti terapi fokus sensasi, yang menekankan kesadaran akan sensasi fisik selama pertemuan intim.
Temuan ini mungkin juga membantu menjelaskan mengapa beberapa wanita merasa lebih mudah mencapai orgasme sendirian dibandingkan dengan pasangannya – kemungkinan lebih mudah untuk mempertahankan fokus pada sensasi tubuh tanpa gangguan dan tekanan yang bisa timbul saat bertemu dengan pasangan. Pemahaman ini dapat mengarah pada pendekatan baru untuk meningkatkan pengalaman berpasangan, mungkin dengan menggabungkan praktik yang membantu perempuan mempertahankan koneksi mereka dengan sensasi fisik bahkan dalam situasi sosial yang lebih kompleks.
Pendanaan & Pengungkapan
Demi transparansi, perlu dicatat bahwa penelitian ini tidak menerima pendanaan eksternal, artinya penelitian ini tidak dipengaruhi oleh kepentingan komersial atau kepentingan khusus apa pun. Para peneliti menyatakan tidak ada konflik kepentingan, dan penelitian tersebut disetujui oleh dewan Etika Psikologi Universitas Essex. Semua peserta memberikan persetujuan sebelum mengambil bagian dalam penelitian.