

Gabungan gambar berwarna Pluto (kanan bawah) dan Charon (kiri atas) yang disempurnakan. (Kredit: Laboratorium Fisika Terapan NASA/Universitas Johns Hopkins/Institut Penelitian Barat Daya)
Di bagian terluar Tata Surya kita, 5,7 miliar kilometer dari Matahari, terdapat planet kerdil Pluto. Lebih kecil dari Australia, negara ini merupakan dunia es yang terdiri dari pegunungan, gletser, dan kawah dengan suhu rata-rata –232°C.
Lima bulan mengorbit Pluto – Styx, Nix, Kerberos, Hydra, dan Charon. Dari jumlah tersebut, Charon adalah yang terbesar. Tidak seperti kebanyakan sistem planet lainnya, ia berada dalam “sistem biner” dengan tubuh induknya, yang berarti keduanya mengorbit pada suatu titik di ruang angkasa di antara keduanya.
Masih banyak misteri yang menyelimuti Pluto dan bulan-bulannya. Namun dalam penelitian baru yang dipublikasikan di Komunikasi Alam hari ini, tim yang dipimpin oleh astronom Silvia Protopapa dari Southwest Research Institute di Amerika Serikat mengumumkan bahwa mereka telah menemukan karbon dioksida dan hidrogen peroksida di permukaan Charon.
Temuan ini, berdasarkan data dari Teleskop Luar Angkasa James Webb milik NASA, memberikan petunjuk penting tentang bagaimana sistem non-planet/planet favorit kita terbentuk.
Apa itu Charon?
Para ilmuwan pertama kali menemukan Charon pada tahun 1978 ketika mereka mempelajari orbit Pluto.
Charon mirip dengan kembaran Pluto yang lebih kecil. Lebarnya hanya lebih dari 1.200 kilometer – sekitar setengah ukuran Pluto, yang menjadikannya satelit terbesar yang diketahui dibandingkan dengan induknya di Tata Surya kita. Pluto sendiri sudah berukuran kecil jika dibandingkan dengan Bulan kita, dengan ukuran Pluto sekitar dua pertiga dan seperenam massa satelit Bumi. Massa Charon kira-kira seperdelapan massa Pluto.
Charon dan Pluto memiliki orbit yang tidak biasa. Saat Charon mengelilingi Pluto, Pluto juga berputar mengelilingi suatu titik pusat. Mereka bertindak hampir seperti planet katai ganda. Berbeda dengan Bulan dan Bumi, dimana Bulan mengelilingi kita dan kita tidak benar-benar mengubah posisi kita.
Inilah salah satu alasan mengapa Pluto tidak lagi dianggap sebagai planet melainkan kini dicap sebagai planet katai. Orbitnya dengan Charon berarti Pluto belum membersihkan orbitnya atau menjadi bos gravitasi. Ini adalah kriteria kegagalan Pluto dalam daftar periksa planet.
Komposisi Charon
Pada tahun 2015, New Horizons milik NASA menjadi pesawat ruang angkasa pertama yang menjelajahi Pluto dan bulan-bulannya dari jarak dekat setelah sembilan tahun perjalanan dari Bumi. Hal ini menunjukkan Charon tersusun dari berbagai bahan kimia.
Ini adalah bulan yang sangat dingin, kaya akan air es. Tapi ia juga mengandung amonia dan berbagai macam senyawa berbasis karbon. Charon juga diyakini memiliki cryovolcano – area yang mengeluarkan es, bukan magma, seperti gunung berapi di Bumi.
Komposisi Charon berbeda dengan Pluto dan objek lain di luar Neptunus, yang didominasi oleh es nitrogen dan metana.
Deteksi baru karbon dioksida dan hidrogen peroksida di Charon dapat memberikan wawasan berharga tentang bagaimana berbagai proses berinteraksi pada objek trans-Neptunus ini.
Karbon dioksida selalu menjadi molekul kunci untuk dipahami – karbon dioksida memberi tahu kita banyak hal tentang sejarah suatu benda.
Dalam kasus Charon, karbon dioksida diyakini berasal dari bawah permukaan es dan terpapar melalui asteroid dan benda lain yang menabrak bulan dan menciptakan kawah yang memperlihatkan permukaan bawah tanah yang segar.
Teleskop Luar Angkasa James Webb melakukannya lagi
Para ilmuwan dapat mendeteksi karbon dioksida di Charon berkat pengamatan dari Teleskop Luar Angkasa James Webb yang inovatif. Diluncurkan pada tahun 2021, teleskop luar angkasa ini memiliki cermin besar dengan lebar enam setengah meter, sehingga sangat kuat dan sensitif.
Ia dapat “melihat” dalam inframerah – warna cahaya yang tidak dapat dideteksi oleh mata kita dan sebagian besar teleskop di Bumi. Inframerah adalah jenis cahaya utama untuk menemukan berbagai molekul yang ada pada objek lain – mulai dari planet hingga bintang, galaksi, dan banyak lagi.
Untuk menemukan senyawa tersebut, teleskop menggunakan teknik yang disebut spektroskopi. Warna-warna cahaya dipecah menjadi warna-warna tersendiri, seperti memecah cahaya putih menjadi pelangi. Setiap unsur atau molekul memiliki ciri warna tersendiri, seperti sidik jari.
Pengamatan baru di Charon ini menunjukkan ciri-ciri karbon dioksida dan hidrogen peroksida, serta es air lainnya yang telah diketahui sebelumnya.

Petunjuk penting tentang misteri kuno
Terbentuknya Charon merupakan misteri ilmiah. Salah satu teori terkemuka adalah bahwa ia terbentuk dengan cara yang mirip dengan Bulan kita. Menurut teori ini, sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu, sebuah objek besar di Sabuk Kuiper – wilayah tempat tinggal Pluto dan Charon – bertabrakan dengan Pluto, dan sebagian darinya pecah dan terbentuk menjadi Charon.
Bisa jadi Pluto dan Charon juga merupakan dua objek yang bertabrakan, lalu terjebak dalam orbit satu sama lain.
Memahami komposisi Charon membantu memajukan pemahaman kita tentang bagaimana pembentukannya. Dalam hal ini, penemuan karbon dioksida dan hidrogen peroksida merupakan sebuah langkah maju yang penting. Yang penting, ini juga dapat memberikan petunjuk tidak hanya tentang Charon, tetapi juga objek lain di dekat Pluto.
Lebih banyak wawasan tentang Charon akan membantu kita memahami bagian jauh Tata Surya kita – dan dunia aneh yang ada di sana.