![Mengucapkan 'terima kasih' sangatlah penting: Ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa itulah senjata rahasia kebahagiaan keluarga Mengucapkan 'terima kasih' sangatlah penting: Ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa itulah senjata rahasia kebahagiaan keluarga](https://i2.wp.com/studyfinds.org/wp-content/uploads/2024/11/thank-you-scaled.jpg?w=1024&resize=1024,0&ssl=1)
![anak menulis kartu terima kasih](https://studyfinds.org/wp-content/uploads/2024/11/thank-you-1200x801.jpg)
(Kredit: Hakase_420/Shutterstock)
JUARA, Sakit.— Dalam kaitannya dengan kebahagiaan keluarga, ucapan “terima kasih” yang sederhana mungkin lebih berharga dari yang kita kira. Para peneliti dari University of Illinois Urbana-Champaign mengungkapkan bahwa perasaan dihargai oleh anggota keluarga tidak hanya menghangatkan hati – tetapi secara ilmiah terkait dengan hubungan yang lebih baik dan kesehatan mental, meskipun tidak setiap ucapan terima kasih memiliki bobot yang sama.
Studi ini, diterbitkan di Jurnal Psikologi Positif, memperluas pemahaman kita tentang bagaimana rasa syukur berfungsi dalam keluarga. Meskipun penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa bersyukur pada diri sendiri dapat meningkatkan kebahagiaan, penelitian ini menunjukkan bahwa menerima penghargaan dari anggota keluarga memiliki manfaat tersendiri.
“Ucapan 'Terima Kasih' sungguh menyenangkan,” bukan sekadar judul makalah jurnal yang cerdas—ini adalah sebuah sentimen yang bergema di benak siapa pun yang pernah merasa kurang dihargai di rumah. Para peneliti menunjukkan bahwa rasa terima kasih dari anggota keluarga yang berbeda mempengaruhi dinamika keluarga dengan cara yang berbeda: meskipun perasaan dihargai oleh pasangan Anda terutama meningkatkan kepuasan hubungan, menerima rasa terima kasih dari anak-anak Anda membantu mengurangi stres dalam mengasuh anak.
“Tidak pernah ada 50/50 dalam hubungan apa pun dan orang tua akan melakukan lebih dari anak-anak mereka, namun demikian, hasil kami menyoroti bahwa memastikan upaya individu untuk keluarga diakui dan dihargai oleh anggota keluarga lainnya adalah hal yang penting,” catat lead penulis Allen Barton, seorang spesialis Penyuluhan Illinois dan asisten profesor di Departemen Perkembangan Manusia dan Studi Keluarga, dalam sebuah pernyataan.
Tim peneliti menganalisis data dari 593 orang tua di seluruh Amerika Serikat yang sudah menikah atau menjalin hubungan romantis dan memiliki setidaknya satu anak antara usia empat dan 17 tahun. Mereka mengukur seberapa besar penghargaan yang dirasakan orang tua tersebut oleh pasangan romantis dan anak-anak mereka, sekaligus juga mengukur seberapa besar penghargaan yang dirasakan oleh orang tua tersebut. menilai kesejahteraan psikologis mereka, tingkat stres mengasuh anak, dan kepuasan hubungan.
Memahami bahwa anak-anak dari berbagai usia mungkin mengungkapkan rasa syukur secara berbeda, para peneliti membagi anak-anak menjadi dua kelompok umur: anak-anak kecil (usia 4-12 tahun) dan remaja (usia 13-18 tahun). Perbedaan ini terbukti penting, karena penelitian ini menemukan bahwa meskipun penghargaan dari anak-anak dari segala usia membantu mengurangi stres dalam mengasuh anak, hanya rasa syukur dari remaja yang dikaitkan dengan peningkatan kesehatan mental orang tua.
![Ibu dipeluk oleh anak laki-laki](https://studyfinds.org/wp-content/uploads/2019/05/AdobeStock_109133960-1200x800.jpeg)
![Ibu dipeluk oleh anak laki-laki](https://studyfinds.org/wp-content/uploads/2019/05/AdobeStock_109133960-1200x800.jpeg)
Salah satu temuan penting adalah kesenjangan gender dalam persepsi apresiasi. Wanita dilaporkan merasa kurang dihargai dibandingkan pria, baik oleh pasangannya maupun oleh anak-anaknya yang lebih tua. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa kontribusi perempuan terhadap kehidupan keluarga seringkali kurang mendapat pengakuan dibandingkan laki-laki.
Dampak rasa syukur anak pun berbeda-beda antara ibu dan ayah. Bagi wanita, perasaan dihargai oleh anak-anak mereka dikaitkan dengan rendahnya tingkat stres dalam mengasuh anak dan tingginya kepuasan hubungan dengan pasangan mereka. Namun, bagi pria, tingkat rasa syukur yang lebih tinggi dari anak kecil sebenarnya dikaitkan dengan kepuasan hubungan yang sedikit lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan keterlibatan dengan anak kecil terkadang mengorbankan investasi dalam hubungan romantis.
Menariknya, penelitian ini menemukan bahwa tingkat rasa syukur yang dirasakan tetap sama di berbagai jenis keluarga, terlepas dari status sosial ekonomi atau faktor demografi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat apresiasi keluarga bersifat universal, tidak terbatas pada struktur atau latar belakang keluarga tertentu.
Penelitian ini membawa implikasi praktis yang penting bagi kehidupan keluarga. Orang tua dapat secara aktif menumbuhkan budaya bersyukur di rumah dengan mengungkapkan penghargaan kepada pasangannya dan mengajari anak mereka untuk menunjukkan rasa syukur dengan cara yang sesuai dengan usianya. Seperti yang disarankan Barton, orang tua dapat membantu anak-anak mengenali peluang untuk bersyukur, seperti mengingatkan mereka untuk berterima kasih kepada orang tua lain atas tindakan yang bermanfaat.
Temuan ini juga menggarisbawahi bahwa rasa syukur dalam keluarga bukan hanya tentang mengajarkan sopan santun kepada anak-anak—tapi tentang mengakui upaya yang dilakukan untuk menjaga hubungan keluarga.
“Ketika upaya-upaya tersebut tidak diakui atau kurang dihargai, hal ini akan berdampak buruk pada individu dan keluarga,” Barton menekankan.
Seperti ucapan “terima kasih” yang tepat pada waktunya setelah makan di rumah, terkadang tindakan paling sederhana dapat membuat perbedaan terbesar dalam kehidupan keluarga. Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam hubungan keluarga, rasa syukur bukan sekadar perilaku yang baik — namun juga merupakan obat yang manjur.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti melakukan survei online melalui Prolific, sebuah platform survei penelitian. Mereka merekrut 593 orang tua yang sudah menikah atau menjalin hubungan romantis dan memiliki setidaknya satu anak berusia antara 4-17 tahun. Peserta menyelesaikan kuesioner yang mengukur seberapa dihargainya pasangan dan anak-anak mereka, kepuasan hubungan mereka, stres dalam mengasuh anak, dan tekanan psikologis. Mereka juga memberikan informasi tentang tingkat kekacauan keluarga, masalah perilaku anak, dan berbagai rincian demografi. Survei ini mencakup pertanyaan pemeriksaan perhatian untuk memastikan kualitas data.
Hasil Utama
Studi ini menemukan pola berbeda mengenai bagaimana sumber rasa syukur keluarga yang berbeda mempengaruhi hasil yang berbeda-beda. Rasa syukur pada pasangan sangat terkait dengan kepuasan hubungan dan kesehatan mental yang lebih baik, namun tidak dengan stres dalam mengasuh anak. Rasa syukur pada anak menunjukkan pola sebaliknya, yakni mengurangi stres dalam mengasuh anak, namun tidak memengaruhi kepuasan hubungan.
Khususnya, hanya rasa syukur dari anak remaja (bukan anak kecil) yang dikaitkan dengan kesehatan mental orang tua yang lebih baik. Perempuan dilaporkan merasa kurang dihargai dibandingkan laki-laki, dan dampak rasa syukur pada anak umumnya lebih kuat bagi ibu dibandingkan ayah.
Keterbatasan Studi
Pertama, semua data berasal dari reporter tunggal, yang berarti peneliti hanya mendapatkan sudut pandang satu orang tua dibandingkan mendengarkan dari kedua pasangan atau anak-anaknya. Penelitian ini juga bersifat cross-sectional, artinya penelitian ini hanya menangkap satu momen dalam satu waktu, bukan melacak perubahan dari waktu ke waktu. Pengelompokan usia untuk anak-anak (4-12 dan 13-18) cukup luas dan mungkin melewatkan perbedaan perkembangan yang penting. Selain itu, penelitian ini tidak menguji rasa terima kasih antar saudara atau mengukur seberapa besar rasa terima kasih yang diungkapkan orang tua kepada orang lain, hanya seberapa banyak yang mereka terima.
Diskusi & Kesimpulan
Penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa rasa syukur dalam keluarga itu penting—namun dengan cara yang berbeda-beda, bergantung pada siapa yang mengungkapkannya. Temuan ini menunjukkan bahwa penghargaan terhadap pasangan dan penghargaan terhadap anak memiliki fungsi yang berbeda dalam kesejahteraan keluarga. Perbedaan gender yang ditemukan dalam penelitian ini menyoroti kesenjangan yang masih terjadi dalam hal penghargaan terhadap keluarga, dimana perempuan lebih banyak bersyukur namun menerima lebih sedikit. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ketika anak-anak berkembang, ekspresi rasa syukur mereka menjadi lebih bermakna bagi kesejahteraan psikologis orang tua.
Pendanaan & Pengungkapan
Penelitian ini dilakukan melalui Departemen Pembangunan Manusia & Studi Keluarga di Universitas Illinois Urbana-Champaign, bagian dari Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian, Konsumen dan Lingkungan. Makalah ini tidak secara eksplisit menyebutkan sumber pendanaan atau mengungkapkan konflik kepentingan apa pun.