ADELAIDE, Australia — Ketika salah satu pasangan dalam suatu hubungan mengidap penyakit kronis seperti rheumatoid arthritis (RA), dampaknya tidak hanya dirasakan oleh orang yang sakit saja. Tantangan sehari-hari dalam menangani rasa sakit, kecacatan, dan perjalanan penyakit RA yang tidak dapat diprediksi dapat memberikan tekanan yang sangat besar pada keseluruhan hubungan. Namun, sebuah penelitian baru telah menemukan alat yang sangat ampuh yang dapat membantu pasangan ini mengatasi masalah tersebut – koping diadik.
Mengatasi diadik mengacu pada cara pasangan bekerja sama untuk mengelola stres akibat penyakit seseorang. Daripada hanya mengandalkan dukungan teman dan keluarga, pasangan mengembangkan strategi unik mereka sendiri untuk mengatasi masalah sebagai sebuah tim. Hal ini dapat mencakup segala hal mulai dari komunikasi terbuka tentang gejala dan kebutuhan hingga pembagian tanggung jawab rumah tangga hingga sekadar memberikan kenyamanan emosional ketika keadaan menjadi sulit.
“Penanggulangan diadik berkontribusi pada rasa kebersamaan, mendorong pasangan untuk mengembangkan strategi sebagai satu kesatuan untuk merespons peristiwa yang penuh tekanan, dan ini merupakan faktor pelindung untuk meminimalkan risiko perceraian,” jelas penulis utama Dr. Manasi Murthy Mittinty dari Flinders University di rilis media.
“Bekerja bersama sebagai pasangan sangat penting untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi ketika salah satu pasangan menderita penyakit, khususnya rheumatoid arthritis.”
Penelitian yang dipublikasikan di Jurnal Reumatologimelihat secara mendalam bagaimana koping diadik membentuk kesejahteraan kedua pasangan pada pasangan yang menghadapi RA. Para peneliti dari Flinders University di Australia mensurvei 163 pasangan, meminta setiap orang untuk secara independen melaporkan pengalaman mereka dalam mengatasi masalah pasangan, serta tingkat depresi, kecemasan, stres, dan kualitas hubungan mereka.
Apa yang mereka temukan sungguh mengejutkan. Bagi pasangan yang menderita rheumatoid arthritis, cara mereka memandang perilaku pasangannya dalam mengatasi masalah memiliki dampak yang kuat. Mereka yang merasa menerima penanganan diadik yang lebih suportif – seperti pasangannya yang membantu mereka mengubah rasa sakit atau secara aktif melakukan tugas sehari-hari – melaporkan tingkat depresi, kecemasan, dan stres yang jauh lebih rendah. Di sisi lain, pasangan RA yang merasa pasangannya melakukan perilaku koping yang lebih negatif, seperti mengabaikan rasa sakit atau menarik diri, menunjukkan kesehatan mental yang jauh lebih buruk.
“Kami menemukan bahwa penanganan diadik yang suportif dapat menurunkan depresi, kecemasan, dan stres pada pasien, serta meningkatkan kualitas hubungan. Sebaliknya, koping diadik negatif meningkatkan tekanan psikologis dan menurunkan kualitas hubungan bagi kedua pasangan,” lapor Dr. Mittinty.
“Dengan memeriksa dinamika interpersonal pasangan yang bergulat dengan penyakit kronis, kami berharap dapat meningkatkan kualitas hidup pasien penderita rheumatoid arthritis dan pasangannya secara signifikan.”
Menariknya, para peneliti tidak menemukan bukti bahwa coping diadik dari salah satu pasangan secara langsung mempengaruhi kondisi mental pasangannya. Dengan kata lain, pasangan yang suportif tidak serta merta melindungi pasangan RA dari tekanan, dan pasangan yang melakukan coping negatif tidak serta merta menurunkan kesejahteraan pasangan RA. Faktor kuncinya adalah persepsi dan interpretasi pasangan RA terhadap perilaku pasangannya.
Hal ini menunjukkan bahwa intervensi untuk membantu pasangan mengembangkan keterampilan koping diadik yang lebih efektif dapat memberikan manfaat. Dengan mengajarkan pasangan untuk berkomunikasi secara terbuka, saling mendukung secara konstruktif, dan bekerja sama sebagai sebuah tim, para peneliti percaya bahwa mereka dapat menahan dampak buruk penyakit kronis terhadap hubungan.
“Temuan kami menunjukkan sifat timbal balik dari koping diadik yang terjadi antara pasien dengan RA dan pasangan mereka dan menunjukkan bahwa mengintegrasikan pelatihan koping diadik dalam manajemen penyakit dapat menjadi sumber daya yang berharga untuk meningkatkan hasil kesehatan mental dan kualitas hubungan pasangan,” Dr. Mittinty menyimpulkan. .
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti merekrut 163 pasangan dari Australian Rheumatology Association Database, tempat pasien penderita rheumatoid arthritis terdaftar. Baik pasien RA maupun pasangannya menyelesaikan survei independen, menjawab pertanyaan tentang pengalaman mereka dalam mengatasi masalah diadik, tingkat depresi/kecemasan/stres, dan kualitas hubungan. Hal ini memungkinkan para peneliti untuk menguji “efek aktor” (bagaimana cara mengatasi masalah yang dialami seseorang memengaruhi kesejahteraannya sendiri) serta “efek pasangannya” (bagaimana cara mengatasi masalah yang dilakukan seseorang memengaruhi kesejahteraan pasangannya).
Hasil Utama
Studi ini menemukan “efek aktor” yang kuat – yang berarti persepsi pasien terhadap perilaku pasangannya untuk mengatasi masalah memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental dan kualitas hubungan mereka. Mereka yang merasa menerima penanganan yang lebih suportif melaporkan depresi, kecemasan dan stres yang lebih rendah, serta kepuasan hubungan yang lebih tinggi. Sebaliknya, pasien yang mengalami lebih banyak koping negatif dari pasangannya menunjukkan kesehatan mental dan kualitas hubungan yang lebih buruk.
Pola serupa juga terjadi pada pasangan suami istri. Mereka yang melakukan coping yang lebih negatif juga melaporkan tingkat depresi, kecemasan, stres, dan masalah hubungan yang lebih tinggi. Namun, upaya suportif pasangan tidak secara langsung berdampak pada kesehatan mental pasangan pasien RA.
Keterbatasan Studi
Salah satu keterbatasan utama adalah sifat penelitian yang bersifat cross-sectional – data hanya dikumpulkan pada satu titik waktu, dan tidak mengikuti pasangan secara longitudinal. Artinya, para peneliti tidak dapat menarik kesimpulan tentang bagaimana pola koping diadik berkembang seiring berjalannya waktu. Sampelnya juga sebagian besar adalah pasangan berusia lanjut dan berkulit putih yang memiliki hubungan jangka panjang, yang mungkin membatasi kemampuan generalisasi pada populasi yang lebih beragam.
Diskusi & Kesimpulan
Studi ini menyoroti sifat interpersonal yang mendalam dari manajemen penyakit kronis. RA tidak hanya berdampak pada individu – tetapi juga membentuk kembali dinamika pasangan secara keseluruhan, baik atau buruk. Cara pasangan menghadapi masalah bersama tampaknya menjadi faktor penting dalam menentukan kesehatan mental dan kesehatan hubungan mereka.
Yang penting, temuan ini menunjukkan bahwa intervensi yang berfokus pada peningkatan keterampilan mengatasi masalah diadik dapat memberikan manfaat. Dengan mengajarkan pasangan strategi untuk komunikasi terbuka, saling mendukung, dan pemecahan masalah secara kolaboratif, para peneliti yakin bahwa strategi tersebut dapat membantu menahan dampak negatif RA. Pendekatan holistik dan berpusat pada hubungan ini mengakui bahwa merawat pasangan yang sakit kronis adalah tanggung jawab bersama – dan mendukung pasangan sebagai satu kesatuan sama pentingnya dengan mendukung masing-masing pasien.
Pendanaan & Pengungkapan
Penelitian ini didanai oleh Monash University dan Central Adelaide Local Health Network. Para penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan.