
Jangkrik unta merupakan konsumen utama buah dari semak Rhynchotechum discolor. (Kredit: TASHIRO Yohei)
KOBE, Jepang — Kecerdasan alam tidak mengenal batas. Di sebuah pulau terpencil di Jepang, para peneliti telah menemukan sistem penyebaran biji yang sangat unik, sehingga menantang semua yang kita kira kita ketahui tentang interaksi tanaman-serangga. Bahkan, penelitian mereka menunjukkan buah ada karena suatu alasan yang mungkin tidak pernah kita sadari.
Bayangkan ini: Saat kegelapan turun di Pulau Amami-Oshima, jangkrik unta muncul dari tempat persembunyian mereka di siang hari. Serangga nokturnal ini, yang sering dianggap hama di ruang bawah tanah kita, sedang menjalankan misi. Sasaran mereka? Buah-buahan yang jatuh dari Rhynchotechum berubah warnasemak umum dengan rahasia yang tidak umum.
Ini bukan kisah biasa tentang burung atau mamalia yang menyebarkan benih. Sebaliknya, ini adalah keajaiban miniatur yang memaksa para ilmuwan untuk memikirkan kembali apa yang mereka ketahui tentang reproduksi tanaman dan dinamika ekosistem.
Dr. Kenji Suetsugu, seorang ahli botani di Universitas Kobe, dan timnya telah mengungkap aliansi yang tak terduga antara R. mengubah warna dan jangkrik kecil ini. Penelitian baru mereka, yang diterbitkan dalam jurnal Tumbuhan, Manusia, Planetmengungkap dunia di mana serangga berperan lebih dari sekadar penyerbuk – mereka adalah penyebar biji yang luar biasa.
“Hasil ini memberikan bukti pertama bahwa serangga berperan sebagai penyebar benih bagi tanaman hijau pemanen cahaya di wilayah yang dihuni oleh mamalia darat,” kata Suetsugu dalam sebuah pernyataan.


Penemuan ini mengguncang dunia botani dan menantang asumsi lama tentang bagaimana tanaman menyebarkan benihnya. R. mengubah warna sangat menarik karena ia mendobrak batasan dalam banyak hal. Semak ini menghasilkan biji seperti debu – sifat yang biasanya dikaitkan dengan tanaman yang tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri. Namun R. discolor bukanlah bunga parasit; ia adalah tanaman yang berfungsi penuh, menyukai sinar matahari, dan kebetulan memiliki biji mikroskopis.
Biji-biji ini bersarang di buah beri kecil berwarna putih yang jatuh ke tanah saat matang. Di sinilah jangkrik unta berperan, memakan buah yang jatuh dan tanpa sengaja menelan biji-biji kecil tersebut. Saat jangkrik melakukan aktivitas malam mereka, mereka menjadi tukang kebun yang tidak sadar, menaruh biji-biji tersebut di kotoran mereka di mana-mana.
Yang membuat kerja sama ini begitu mengejutkan adalah efisiensinya. Meskipun ukurannya sangat kecil, hingga 80% benih berhasil melewati sistem pencernaan jangkrik. Ini adalah prestasi yang menantang gagasan kita tentang apa yang mungkin terjadi di alam.
Penemuan ini tidak hanya menarik secara akademis – tetapi memiliki implikasi luas bagi pemahaman kita tentang evolusi dan ekologi tanaman.
“Temuan kami menantang anggapan bahwa penyebaran benih melalui serangga merupakan kasus khusus dan menunjukkan bahwa penyebarannya mungkin lebih luas dan lebih penting secara ekologis daripada yang dipahami sebelumnya,” jelas Suetsugu.
Itu R. mengubah warnaKemitraan kriket juga menawarkan wawasan baru tentang mengapa beberapa tanaman menghasilkan biji seperti debu. Daripada hanya menjadi adaptasi bagi tanaman yang tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri, mungkin merupakan strategi yang cerdas untuk memanfaatkan penyebar serangga.
“Mengingat benih yang lebih kecil lebih mungkin bertahan hidup dalam proses pencernaan, ukuran benih yang kecil bisa jadi merupakan bentuk adaptasi untuk mengubah predator benih menjadi penyebar benih,” catat Suetsugu.


Penelitian ini membuka kemungkinan baru. Tim tersebut menunjukkan bahwa hubungan serupa mungkin ada di antara tanaman lain dengan biji debu, yang ditemukan di setidaknya 13 famili tanaman yang berbeda. Ini adalah pengingat bahwa di alam, ukuran bukanlah segalanya – bahkan pemain terkecil pun dapat memiliki dampak yang sangat besar pada ekosistem mereka.
Saat kita menghadapi tantangan lingkungan yang semakin besar, memahami hubungan yang rumit ini menjadi semakin penting. Setiap spesies, tidak peduli seberapa kecil atau tampak tidak penting, mungkin memainkan peran penting yang belum kita temukan. Kisah R. discolor dan teman-temannya, jangkrik, menjadi pengingat yang kuat tentang kompleksitas dan keterkaitan dunia alami kita.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti menggunakan campuran cerdas antara observasi berteknologi tinggi dan kerja lapangan tradisional. Mereka memasang kamera selang waktu untuk menangkap pengunjung malam hari ke tanaman R. discolor. Untuk menarik dan menangkap serangga, mereka menggunakan campuran bir Kirin dan Calpis (minuman ringan populer Jepang) yang sangat lezat, keduanya diproduksi di daerah asal para peneliti. Serangga yang ditangkap kemudian dipelajari di laboratorium, di mana kotorannya diperiksa untuk mencari biji. Tim juga melakukan percobaan pemberian makan untuk menentukan berapa banyak biji yang tertelan yang masih dapat berkecambah.
Hasil Utama
Penelitian ini mengungkap bahwa jangkrik unta merupakan konsumen utama buah R. discolor yang jatuh. Analisis laboratorium menunjukkan bahwa jangkrik ini mengeluarkan sebagian besar biji melalui sistem pencernaannya secara utuh. Meskipun tingkat perkecambahan biji yang disebarkan oleh jangkrik lebih rendah daripada biji segar, banyak yang masih berhasil tumbuh menjadi bibit yang sehat.
Keterbatasan Studi
Penelitian ini dilakukan di satu lokasi, sehingga prevalensi fenomena ini di area lain masih belum diketahui. Selain itu, meskipun jangkrik merupakan penyebar benih utama yang diamati, para peneliti mencatat bahwa burung juga memakan beberapa buah, yang menunjukkan bahwa mungkin ada beberapa metode penyebaran yang berperan.
Diskusi & Kesimpulan
Penelitian ini menantang pemahaman kita tentang sistem penyebaran benih dan evolusi benih debu. Penelitian ini menunjukkan bahwa menghasilkan benih kecil mungkin merupakan adaptasi untuk memanfaatkan penyebar serangga, bukan hanya sifat tanaman yang tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri. Temuan ini menyoroti potensi pentingnya serangga dalam penyebaran benih, bahkan dalam ekosistem yang terdapat penyebar mamalia.
“Kami telah meletakkan dasar bagi penelitian di masa mendatang untuk menyelidiki interaksi serupa di wilayah lain dan dengan spesies tanaman lain. Penelitian ini meningkatkan pengetahuan kita tentang bagaimana tanaman beradaptasi dengan lingkungannya dan peran yang dimainkan oleh berbagai organisme dalam siklus hidupnya,” kata Suetsugu.
Pendanaan & Pengungkapan
Penelitian ini didanai oleh program Precursory Research for Embryonic Science and Technology dari Japan Science and Technology Agency. Para penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan.