

(kredit: Sherbak_photo/Shutterstock)
JENEWA, Swiss — Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa anjing, sapi, dan mamalia lainnya memiliki pola geometris yang khas pada hidungnya yang basah? Bentuk poligonal tersebut bukan sekadar dekorasi acak – melainkan struktur rumit yang membantu menjaga kelembapan hidung hewan dan membantu kemampuannya dalam mencium dan mengatur suhu. Kini, penelitian menarik menunjukkan kepada kita proses luar biasa di balik bagaimana pola-pola ini terbentuk selama perkembangan embrio, sehingga menantang pemahaman kita tentang bagaimana struktur biologis kompleks muncul.
Penelitian yang dipimpin oleh para peneliti di Universitas Jenewa dan beberapa institusi lain di Eropa ini menemukan bahwa pola hidung ini – yang secara teknis disebut “rhinoglyphics” – terbentuk melalui proses mekanis yang menakjubkan, bukan dikodekan secara langsung dalam DNA. Hal ini mirip dengan bagaimana retakan terbentuk pada lumpur yang mengering, namun dengan perubahan biologis yang cerdik yang memastikan pola tersebut berkembang tepat di tempat yang dibutuhkan.
Temuan ini, dipublikasikan di Biologi Saat Inisangat menarik karena mengungkap prinsip baru dalam biologi perkembangan: konsep “informasi posisi mekanis”. Sama seperti koordinat GPS yang memberi tahu Anda di mana Anda berada di Bumi, jaringan yang sedang berkembang memerlukan informasi tentang tempat untuk membentuk struktur tertentu. Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa sinyal kimia memiliki tujuan ini, namun penelitian ini menunjukkan bahwa gaya mekanis juga dapat memberikan informasi posisi penting ini.
“Menemukan contoh spesifik pola indah pada organisme hidup itu mudah,” jelas rekan penulis studi Michel Milinkovitch, seorang profesor di Departemen Genetika dan Evolusi Jenewa, dalam sebuah pernyataan. “Yang harus kita lakukan hanyalah melihat sekeliling kita! Studi terbaru kami berfokus pada hidung anjing, musang, dan sapi, yang menunjukkan jaringan struktur poligonal tunggal.”


Hidung Tahu: Bentuk Mengikuti Fungsi
Pola poligonal ini bukan hanya untuk pertunjukan. Pada anjing, mereka membantu mengumpulkan dan mempertahankan kelembapan yang membuat hidung mereka tetap basah, yang sangat penting untuk indra penciuman mereka yang legendaris. Kelembapan membantu memerangkap molekul aroma, yang kemudian dapat berpindah ke organ sensorik khusus. Pada sapi, pola ini mencakup saluran kecil yang mengeluarkan cairan langsung ke permukaan hidung. Pola tersebut juga berperan dalam pengaturan suhu – pada hewan pengerat, pola tersebut membantu mendinginkan otak, sedangkan pada karnivora, hidung yang dingin dapat membantu mereka mendeteksi mangsa hangat melalui penginderaan inframerah.
Untuk memahami bagaimana pola-pola ini terbentuk, tim peneliti meneliti perkembangan hidung pada embrio sapi, anjing, dan musang menggunakan teknik pencitraan canggih. Mereka menemukan bahwa proses tersebut terjadi dalam tiga tahap utama, seperti proyek arsitektur yang dikoreografikan dengan cermat.
Cetak Biru: Bagaimana Alam Membangun Hidung yang Berpola
Pertama, jaringan pembuluh darah terbentuk di bawah kulit. Bejana-bejana ini berfungsi sebagai templat, seperti halnya fondasi sebuah bangunan. Selanjutnya, lapisan dasar kulit (disebut epidermis) mulai terlipat, membentuk struktur seperti cangkir di antara pembuluh darah. Terakhir, lapisan kulit luar membentuk lipatan yang sejajar sempurna dengan pembuluh darah di bawahnya, menciptakan kubah poligonal khas yang kita lihat pada hidung hewan dewasa.
Apa yang membuat proses ini luar biasa adalah proses ini dapat diatur dengan sendirinya – artinya pola-pola ini muncul secara alami dari sifat fisik jaringan yang sedang tumbuh, dan bukan mengikuti cetak biru genetik yang ketat. Hal ini mirip dengan bagaimana gelembung sabun secara alami membentuk pola heksagonal ketika diremas, namun dengan perbedaan penting: pembuluh darah bertindak sebagai tiang pemandu, memastikan pola terbentuk di tempat yang tepat.


Para peneliti mengkonfirmasi mekanisme ini melalui observasi rinci dan simulasi komputer. Mereka menciptakan model virtual jaringan hidung yang sedang tumbuh dan menunjukkan bahwa ketika pembuluh darah dibuat lebih kaku dibandingkan jaringan di sekitarnya – seperti pada hewan asli – polanya akan terbentuk dengan benar. Ketika perbedaan kekakuan ini dihilangkan dalam simulasi, polanya menjadi tidak beraturan dan tidak realistis.
“Simulasi numerik kami menunjukkan bahwa tekanan mekanis yang dihasilkan oleh pertumbuhan epidermis yang berlebihan terkonsentrasi pada posisi pembuluh darah di bawahnya, yang membentuk titik penyangga yang kaku,” jelas penulis pertama Paule Dagenais, rekan pasca doktoral di Departemen Genetika dan Evolusi. “Lapisan epidermis kemudian didorong ke luar, membentuk kubah – mirip dengan lengkungan yang menjulang di atas pilar yang kaku.”
Eksperimen Alami: Perbandingan Klon
Salah satu bukti paling menarik datang dari perbandingan pola hidung sapi hasil kloning. Meskipun memiliki DNA yang identik, klon-klon ini menunjukkan variasi pola hidung yang sama besarnya dengan sapi yang tidak berkerabat. Hal ini membuktikan bahwa susunan pola yang tepat tidak ditentukan sebelumnya secara genetis, namun muncul melalui proses mekanis ini.
Tim peneliti juga meneliti sapi dengan kondisi yang disebut sindrom Ehlers-Danlos, yang mempengaruhi elastisitas jaringan. Sapi-sapi ini menunjukkan pola hidung yang terganggu, yang semakin menegaskan bahwa sifat mekanik, dan bukan instruksi genetik saja, sangat penting untuk pembentukan pola yang tepat.
Memahami bagaimana hidung mamalia mengembangkan pola khasnya tidak hanya memuaskan keingintahuan ilmiah. Penelitian ini mengungkapkan prinsip-prinsip baru pengembangan biologis yang dapat menginspirasi inovasi dalam rekayasa jaringan dan desain biomaterial, sekali lagi menunjukkan bagaimana solusi alam dapat memandu inovasi manusia.
“Ini adalah pertama kalinya informasi posisi mekanis dijelaskan untuk menjelaskan pembentukan struktur selama perkembangan embrio,” Milinkovitch menyimpulkan. “Tapi kami yakin ini akan membantu menjelaskan pembentukan struktur biologis lain yang terkait dengan keberadaan pembuluh darah.”
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti menggunakan berbagai teknik canggih untuk mempelajari perkembangan hidung. Mereka mengumpulkan embrio dari sapi, anjing, dan musang pada berbagai tahap perkembangan dan menggunakan metode mikroskop khusus yang memungkinkan mereka melihat menembus jaringan dalam tiga dimensi. Mereka menggabungkannya dengan teknik pewarnaan jaringan tradisional untuk mengidentifikasi berbagai jenis sel dan melacak pembelahan sel. Simulasi komputer digunakan untuk menguji hipotesis mereka tentang bagaimana gaya mekanik membentuk pola yang berkembang. Mereka juga menggunakan teknik pemindaian 3D untuk membandingkan pola hidung antara hewan yang berbeda, termasuk sapi hasil kloning.
Hasil Utama
Studi tersebut menemukan bahwa pola hidung terbentuk melalui proses tiga tahap yang melibatkan pembuluh darah, lipatan kulit, dan pembentukan lipatan permukaan. Pola-pola tersebut muncul melalui pengorganisasian diri secara mekanis tetapi dipandu oleh kekakuan pembuluh darah. Proliferasi sel ditemukan seragam di seluruh jaringan, sehingga mengesampingkan kemungkinan bahwa pertumbuhan sel lokal menciptakan pola tersebut. Sapi hasil kloning menunjukkan tingkat variasi pola yang sama dengan sapi yang tidak berkerabat, menunjukkan bahwa posisi pola yang tepat tidak ditentukan secara genetis.
Keterbatasan Studi
Para peneliti mencatat bahwa model komputer mereka menggunakan sifat mekanik yang disederhanakan dan tidak dapat menjelaskan semua kompleksitas biologis. Mereka tidak dapat mengukur secara langsung kekakuan jaringan embrio, melainkan menggunakan kepadatan sel sebagai indikator perkiraan. Penelitian ini berfokus pada tiga spesies, sehingga temuan ini mungkin tidak berlaku untuk semua mamalia dengan pola hidung serupa.
Diskusi & Kesimpulan
Penelitian ini mengungkap prinsip baru dalam biologi perkembangan dimana sifat mekanik jaringan dapat memberikan informasi posisi untuk pembentukan pola. Hal ini berbeda dengan pandangan tradisional yang menganggap sinyal kimia memandu perkembangan. Temuan ini mungkin membantu menjelaskan pola biologis lainnya dan dapat diterapkan dalam rekayasa jaringan dan desain biomaterial. Studi ini juga menunjukkan bahwa prinsip mekanis serupa mungkin terlibat dalam pola biologis lain, seperti sidik jari.
Pendanaan & Pengungkapan
Penelitian ini didukung oleh berbagai organisasi termasuk Swiss National Science Foundation, European Research Council, dan International Human Frontier Science Program Organization. Para penulis menyatakan tidak ada kepentingan yang bersaing. Penelitian ini mematuhi semua pedoman etika dan peraturan yang relevan untuk penelitian hewan.