

(Kredit: Andrea Piacquadio dari Pexels)
BONN, Jerman — Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa begitu sulit untuk berhenti makan setelah hanya sepotong pizza atau satu keripik kentang? Para ilmuwan mungkin telah menemukan jawabannya, dan jawabannya terletak pada tempat yang mengejutkan: tenggorokan Anda.
Sebuah studi baru yang dilakukan oleh para peneliti di Universitas Bonn di Jerman dan Universitas Cambridge di Inggris telah mengungkap sirkuit kontrol menarik dalam tubuh kita yang memainkan peran penting dalam alasan banyak orang suka makan. Meskipun aroma yang menggoda dan rasa makanan yang lezat mungkin mengawali santapan kita, ternyata sensasi nikmat saat menelanlah yang membuat kita ingin datang kembali.
Pemain kunci dalam drama diet ini adalah serotoninsering kali dijuluki sebagai “hormon perasaan senang”. Saat kita makan sesuatu yang enak, otak kita melepaskan serotonin, menciptakan rasa senang dan penghargaan yang mendorong kita untuk terus makan. Tapi bagaimana otak kita tahu kapan harus melepaskan bahan kimia pemandu sorak ini?
Di situlah penemuannya baru dipublikasikan di jurnal Biologi Saat Ini masuk. Para peneliti menemukan sensor khusus di kerongkongan – saluran yang membawa makanan dari mulut ke perut – yang bertindak seperti pengkritik makanan kecil. Sensor-sensor ini terpicu segera setelah kita menelan, mengirimkan pesan ke otak tentang apa yang baru saja kita makan.
Sekarang, Anda mungkin bertanya-tanya bagaimana para ilmuwan menemukan hal ini tanpa mengintip ke dalam tenggorokan manusia. Jawabannya terletak pada asisten laboratorium yang tidak terduga: larva lalat buah. Makhluk kecil ini, dengan sistem saraf yang relatif sederhana yang hanya terdiri dari 10.000 hingga 15.000 sel saraf (dibandingkan dengan 100 miliar sel saraf kita), memberikan model sempurna untuk mempelajari proses kompleks ini.
“Mereka dapat mendeteksi apakah itu makanan atau bukan dan juga mengevaluasi kualitasnya,” jelas Dr. Andreas Schoofs, penulis utama studi tersebut, dalam rilis media. “Mereka hanya memproduksi serotonin jika makanan berkualitas baik terdeteksi, yang pada gilirannya memastikan larva terus makan.”


Tim peneliti, yang dipimpin oleh Profesor Michael Pankratz dari Universitas Bonn, memulai perjalanan yang melelahkan untuk memetakan seluruh sistem saraf larva ini. Mereka mengiris satu larva menjadi ribuan bagian ultra-tipis, memotret masing-masing larva di bawah mikroskop elektron, dan menggunakan superkomputer untuk membuat model 3D sistem sarafnya.
“Kami ingin mendapatkan pemahaman mendetail tentang bagaimana sistem pencernaan berkomunikasi dengan otak saat mengonsumsi makanan,” kata Pankratz. “Untuk melakukan ini, kami harus memahami neuron mana yang terlibat dalam aliran informasi ini dan bagaimana mereka dipicu.”
Pekerjaan yang teliti ini memungkinkan tim untuk mengidentifikasi “reseptor regangan” di kerongkongan yang terhubung ke sekelompok enam neuron di otak larva yang mampu memproduksi serotonin. Saat larva menelan makanan, neuron ini mulai beraksi, melepaskan serotonin dan mendorong untuk terus makan.
Meskipun penelitian ini berfokus pada larva lalat buah, para peneliti yakin mekanisme ini sangat mendasar sehingga kemungkinan besar juga terjadi pada manusia. Penemuan ini bisa mempunyai implikasi yang luas terhadap pemahaman kita tentang gangguan makan seperti anoreksia atau makan berlebihan.
“Pada tahap ini, kita belum cukup mengetahui cara kerja sirkuit kendali pada manusia,” Pankratz memperingatkan. “Masih diperlukan penelitian bertahun-tahun di bidang ini.”
Namun demikian, penelitian ini membuka jalan baru yang menarik untuk mengeksplorasi hubungan kompleks antara sistem pencernaan dan otak kita. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan menelan itu sendiri memainkan peran penting dalam makan, lebih dari sekedar memasukkan makanan ke dalam perut kita.
Jadi, lain kali Anda ingin makan sepotong pizza ekstra, ingatlah: mungkin bukan hanya selera Anda saja yang berbicara. Bisa jadi tindakan menelan itulah yang sebenarnya membuat Anda merasa nyaman.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti menggunakan pemindaian mikroskop elektron transmisi (STEM) pemindaian seluruh hewan untuk merekonstruksi sirkuit saraf yang menghubungkan sistem saraf enterik (ENS) ke otak melalui saraf vagus di Drosophila larva. Teknik ini memungkinkan mereka memvisualisasikan neuron dan koneksi sinaptik dengan resolusi tinggi, memungkinkan pemetaan rinci sistem sensorik dan motorik yang terlibat dalam proses menelan.
Mereka mengidentifikasi neuron yang merespons tindakan menelan dan menelusuri jalur serotonergik yang bertanggung jawab untuk memodulasi fungsi vital ini. Dengan menggunakan teknik manipulasi optogenetik dan genetik, para peneliti mengaktifkan dan menghambat neuron tertentu untuk mengamati efeknya pada program motorik menelan, mengkonfirmasikan peran serotonin dalam memodulasi gerak peristaltik esofagus.
Hasil Utama
Studi tersebut menemukan bahwa serotonin membantu mengontrol menelan dengan mengaktifkan neuron motorik yang membuat esofagus memindahkan makanan ke sistem pencernaan. Para peneliti menemukan bahwa ketika makanan ditelan, neuron mekanosensori di kerongkongan mengirimkan sinyal ke neuron serotonergik di otak.
Neuron-neuron ini merespons berdasarkan seberapa berharganya makanan tersebut, seperti rasa atau nutrisinya, dan mereka membantu tubuh memutuskan apakah perlu menelan lebih banyak. Serotonin kemudian meningkatkan aktivitas neuron motorik, menyebabkan kerongkongan bergerak lebih efisien, memastikan makanan turun dengan lancar.
Keterbatasan Studi
Sementara penelitian tersebut memberikan wawasan rinci tentang sirkuit saraf yang bertanggung jawab untuk menelan Drosophilaitu memiliki keterbatasan. Pertama, penelitian ini dilakukan pada lalat buah, dan meskipun mereka memiliki kesamaan biologis dengan mamalia, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah mekanisme yang sama berlaku pada manusia atau hewan lain.
Selain itu, penelitian ini menggunakan teknik genetik dan optogenetik yang mungkin tidak meniru kondisi alam secara sempurna. Yang terakhir, analisis connectome, meskipun terperinci, mungkin tidak menangkap seluruh kompleksitas sistem, karena kondisi pemberian pakan di dunia nyata dapat sangat bervariasi.
Diskusi & Kesimpulan
Studi ini menyoroti bagaimana otak dan tubuh mengoordinasikan fungsi-fungsi penting kehidupan seperti menelan. Ini menggambarkan interaksi kompleks antara masukan sensorik (seperti mendeteksi makanan di kerongkongan) dan modulasi neurokimia (seperti serotonin) untuk meningkatkan respons motorik selama makan.
Temuan menunjukkan bahwa serotonin tidak hanya membantu kontrol motorik tetapi juga berperan dalam mengevaluasi kualitas makanan sebelum membuat tubuh terus menelan. Ini mungkin merupakan mekanisme kuno yang berevolusi untuk memastikan hewan hanya mengonsumsi nutrisi yang berharga. Wawasan ini juga dapat memiliki implikasi untuk memahami gangguan makan atau komunikasi usus-otak pada organisme yang lebih kompleks, termasuk manusia.
Pendanaan & Pengungkapan
Universitas Bonn, Universitas Cambridge, Kampus Penelitian Janelia HHMI, dan Institut Ilmu Otak Allen berpartisipasi dalam penelitian ini. Proyek ini didanai oleh German Research Foundation (DFG). Para penulis telah menyatakan tidak ada kepentingan yang bersaing.