

(Kredit: goffkein.pro/Shutterstock)
HOBOKEN, NJ — Mata Anda mungkin adalah jendela kesehatan mental Anda. Di dunia dimana hampir 300 juta orang bergulat dengan depresi, deteksi dini dapat menjadi sebuah terobosan. Kini, berkat penelitian mutakhir dari Stevens Institute of Technology, ponsel cerdas Anda mungkin akan segera menjadi alat yang ampuh untuk mengenali tanda-tanda peringatan dini depresi — hanya dengan melihat wajah Anda.
Profesor Sang Won Bae dan kandidat doktor Rahul Islam telah mengembangkan dua aplikasi ponsel cerdas bertenaga AI yang inovatif yang dapat merevolusi cara kita mendeteksi masalah kesehatan mental. Aplikasi pertama, bernama PupilSense, bekerja dengan menganalisis mata Anda.
“Penelitian sebelumnya selama tiga dekade terakhir telah berulang kali menunjukkan bagaimana refleks dan respons pupil dapat dikorelasikan dengan episode depresi,” jelas Bae dalam rilis media.
PupilSense mengambil snapshot cepat mata Anda saat Anda menggunakan ponsel, mengukur ukuran pupil dibandingkan dengan iris mata Anda. Ini dilakukan selama 10 detik saat Anda membuka ponsel atau menggunakan aplikasi tertentu.
Dalam pengujian awal dengan 25 sukarelawan selama empat minggu, aplikasi ini menganalisis sekitar 16.000 interaksi. Hasilnya? Versi terbaik dari PupilSense adalah 76% akurat dalam mengidentifikasi saat-saat ketika orang melaporkan merasa depresi. Itu bahkan lebih baik daripada sistem deteksi depresi berbasis ponsel pintar yang ada saat ini.
Bae dan Islam tidak berhenti di situ. Mereka juga sedang mengerjakan sistem lain yang disebut FacePsy, yang memeriksa ekspresi wajah Anda untuk mengetahui suasana hati Anda.
“Semakin banyak penelitian psikologis yang menunjukkan bahwa depresi ditandai dengan sinyal nonverbal seperti gerakan otot wajah dan gerakan kepala,” kata Bae.


FacePsy bekerja dengan tenang di latar belakang, mengambil foto wajah Anda dengan cepat saat Anda membuka ponsel atau menggunakan aplikasi tertentu. Namun, jangan khawatir tentang privasi – sistem akan menghapus gambar sebenarnya segera setelah analisis.
Beberapa temuan awal cukup mengejutkan. Misalnya saja tersenyum lagi tampaknya berkorelasi dengan tanda-tanda potensial depresi.
“Ini bisa menjadi mekanisme penanggulangan, misalnya orang-orang memasang 'wajah berani' untuk diri mereka sendiri dan orang lain ketika mereka benar-benar merasa sedih,” jelas Bae. “Atau bisa juga merupakan artefak penelitian. Diperlukan lebih banyak penelitian.”
Tanda-tanda depresi potensial lainnya termasuk berkurangnya gerakan wajah di pagi hari dan pola gerakan mata dan kepala tertentu. Gerakan kepala menguap (sisi ke sisi) di pagi hari tampaknya memiliki kaitan kuat dengan peningkatan gejala depresi.
Anda mungkin bertanya-tanya, “Mengapa menggunakan ponsel cerdas untuk ini?” Jawabannya sederhana: aksesibilitas. Karena sebagian besar orang menggunakan ponsel cerdas setiap hari, aplikasi ini dapat menyediakan alat yang tersedia untuk deteksi dini depresi.
“Dan karena sebagian besar orang di dunia saat ini menggunakan ponsel pintar setiap hari, ini bisa menjadi alat deteksi berguna yang sudah dibuat dan siap digunakan,” kata Bae.
Tidak seperti sistem AI lain untuk mendeteksi depresi, yang seringkali memerlukan penggunaan perangkat khusus, aplikasi berbasis ponsel pintar ini dapat menawarkan opsi yang lebih nyaman dan tidak terlalu mengganggu.
Meskipun teknologi ini menjanjikan, teknologi ini masih dalam tahap awal pengembangan. Sistem PupilSense kini tersedia sebagai sumber terbuka di GitHub, memungkinkan peneliti dan pengembang lain untuk mengembangkan karya inovatif ini.
Sedangkan untuk FacePsy, Bae melihat studi percontohan ini sebagai “langkah awal yang bagus menuju alat diagnostik yang ringkas, murah, dan mudah digunakan.” Tim tersebut mempresentasikan temuan mereka di ACM International Conference on Mobile Human-Computer Interaction (MobileHCI) di Australia.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Penelitian ini menggunakan sistem penginderaan seluler inovatif, FacePsy, untuk melacak ekspresi wajah dan gerakan kepala sebagai indikator potensial depresi. Sebanyak 25 peserta menggunakan ponsel cerdas mereka selama empat minggu, di mana aplikasi secara otomatis mengambil data setiap kali mereka membuka kunci ponsel atau menggunakan aplikasi tertentu. Sistem mengumpulkan data berbagai fitur wajah, seperti Action Units (AUs), yaitu pergerakan spesifik otot wajah, pergerakan mata, dan gestur kepala. Data ini diproses di perangkat, memastikan privasi dengan membuang gambar mentah setelah ekstraksi fitur. Aplikasi ini mengumpulkan data perilaku wajah selama penggunaan ponsel cerdas secara alami, menciptakan pengaturan dunia nyata untuk deteksi depresi.
Hasil Utama
Studi tersebut menemukan pola signifikan pada perilaku wajah individu yang mengalami depresi. Unit Tindakan Tertentu (seperti yang berkaitan dengan senyuman, gerakan alis, dan pengangkatan dagu), gerakan kepala, dan keterbukaan mata diidentifikasi sebagai penanda utama. Analisis mengungkapkan bahwa individu dalam episode depresi menunjukkan berkurangnya gerakan kepala dan lebih sedikit ekspresi yang terkait dengan kebahagiaan. Model yang digunakan dalam penelitian ini mencapai akurasi sebesar 69% dalam mendeteksi depresi, dengan kesalahan prediksi (Mean Absolute Error) sebesar 3,08 untuk tingkat keparahan gejala depresi, yang berarti prediksi sistem biasanya mendekati penilaian klinis sebenarnya.
Keterbatasan Studi
Salah satu keterbatasan utama penelitian ini adalah ukuran sampel yang relatif kecil yaitu 25 peserta, yang mungkin membatasi kemampuan generalisasi hasil. Selain itu, penelitian ini hanya menyertakan data dari peserta yang menggunakan perangkat Android, yang mungkin tidak sepenuhnya mewakili pengguna sistem operasi lain. Perilaku wajah yang ditangkap dibatasi hingga 10 detik yang dipicu oleh penggunaan ponsel, sehingga interaksi atau perilaku yang lebih lama di luar jendela ini tidak dicatat. Terakhir, meskipun sistem ini menjanjikan dalam mendeteksi depresi, sistem ini mungkin tidak menangkap aspek kesehatan mental yang lebih halus atau kompleks selain ekspresi wajah.
Diskusi & Kesimpulan
Studi ini menunjukkan potensi penggunaan penginderaan perilaku wajah seluler sebagai alat untuk mendeteksi depresi di dunia nyata. Temuan ini menunjukkan bahwa fitur wajah, seperti keterbukaan mata, gerakan kepala, dan gerakan otot tertentu, merupakan indikator depresi yang berguna. Meskipun metode tradisional mengandalkan evaluasi klinis, pendekatan ini menawarkan cara non-invasif dan berkelanjutan untuk memantau kesehatan mental, sehingga dapat menghasilkan intervensi yang tepat waktu. Namun, penelitian ini juga menggarisbawahi perlunya kumpulan data yang lebih besar dan beragam untuk meningkatkan akurasi dan kemampuan generalisasi. Bagi praktisi dan peneliti layanan kesehatan, teknologi ini membuka jalan baru untuk pemantauan kesehatan mental berbasis komputasi afektif secara real-time.
Pendanaan & Pengungkapan
Studi tersebut dilakukan oleh peneliti Rahul Islam dan Sang Won Bae di Semer Center for Healthcare Innovation, Stevens Institute of Technology. Tidak ada konflik kepentingan yang diungkapkan. Para peneliti telah membuat kode sumber untuk FacePsy tersedia sebagai sumber terbuka, sehingga pengembang dan peneliti lain dapat menggunakan dan mengembangkan karya mereka untuk studi lebih lanjut mengenai kesehatan mental dan komputasi afektif.