HONOLULU — Mungkinkah ada kelompok manusia purba lain yang hidup berdampingan Homo sapiens? Sebuah studi baru menunjukkan bahwa mereka memang demikian, dan para ilmuwan mulai mengumpulkan petunjuk dari masa lalu mereka yang terlupakan. Seorang peneliti dari Universitas Hawai'i di Manoa mengungkap wawasan baru tentang kelompok yang disebut Juluren — artinya orang-orang yang “berkepala besar”.
Penelitian baru ini merevolusi pemahaman kita tentang evolusi manusia, khususnya di Asia Timur, di mana para ilmuwan telah mengungkap gambaran yang jauh lebih rumit tentang masa lalu kita dibandingkan yang diperkirakan sebelumnya.
Selama beberapa dekade, para peneliti percaya bahwa evolusi manusia mengikuti jalur yang relatif mudah. Teori yang dominan menyatakan bahwa manusia berevolusi secara bertahap di wilayah yang berbeda atau bahwa satu kelompok dari Afrika menggantikan semua populasi manusia lainnya. Namun, penelitian inovatif tersebut dipublikasikan di jurnal Komunikasi Alam sedang mengubah model sederhana tersebut.
Ahli paleoantropologi Christopher Bae dan Xiujie Wu memperkenalkan konsep yang berpotensi revolusioner: spesies manusia baru yang disebut Homo juluensis. Kelompok ini, yang mungkin termasuk Denisovan yang misterius – kerabat manusia purba yang diketahui terutama melalui bukti DNA yang terpisah-pisah – hidup sekitar 300.000 tahun yang lalu, berburu dan bertahan hidup dalam kelompok kecil di Asia Timur sebelum menghilang sekitar 50.000 tahun yang lalu.
Selain itu, mereka menemukan bahwa Asia Timur adalah rumah bagi berbagai spesies manusia selama periode Kuarter Akhir, sekitar 50.000 hingga 300.000 tahun yang lalu. Alih-alih perkembangan linier, kisah manusia lebih terlihat seperti jaringan yang kompleks dan bercabang dari berbagai populasi (termasuk Juluren) yang berinteraksi, bercampur, dan hidup berdampingan.
Tim mengidentifikasi empat spesies manusia yang ada pada masa ini: Homo floresiensismanusia kecil yang ditemukan di pulau Flores, Indonesia; Homo luzonensis dari Filipina; Homo panjangditemukan di Tiongkok; dan yang baru saja disebutkan namanya Homo juluensisyang mencakup fosil dari berbagai situs di Asia Timur.
“Kami tidak menyangka bisa mengusulkan spesies hominin (nenek moyang manusia) baru dan kemudian bisa mengelompokkan fosil hominin dari Asia ke dalam kelompok yang berbeda. Pada akhirnya, hal ini akan membantu komunikasi sains,” kata Bae dalam rilis universitas.
Masing-masing spesies ini memiliki ciri morfologi unik yang membedakannya. Homo floresiensis, misalnya, berukuran sangat kecil sehingga mendapat julukan manusia “hobbit”. Homo luzonensis mewakili varian manusia kompak lainnya, sedangkan Homo longi memiliki ciri tengkorak besar yang menunjukkan lintasan evolusi berbeda.
Aspek yang paling menarik dari penemuan ini adalah bagaimana penemuan tersebut menantang pemahaman kita sebelumnya tentang migrasi dan interaksi manusia. Daripada narasi sederhana “keluar dari Afrika” di mana satu kelompok manusia menggantikan kelompok manusia lainnya, bukti yang ada sekarang menunjukkan cerita yang lebih bernuansa mengenai penyebaran, interaksi, dan pertukaran genetik yang beragam.
Fosil Hualongdong dari Tiongkok bagian tengah-timur memberikan contoh kompleksitas ini. Berusia sekitar 300.000 tahun yang lalu, peninggalan ini menampilkan mosaik karakteristik yang tidak dapat dengan mudah dikategorikan ke dalam garis keturunan manusia mana pun yang diketahui. Temuan ini menggarisbawahi betapa rumitnya evolusi manusia.
“Saya melihat nama Juluren bukan sebagai pengganti Denisovan, tetapi sebagai cara untuk merujuk pada kelompok fosil tertentu dan kemungkinan tempatnya dalam jaringan kelompok purba,” tulis antropolog John Hawks, yang tidak ambil bagian dalam penelitian ini. , dalam sebuah pernyataan. “Menurut pendapat saya, Bae dan kolaborator mempunyai alasan bagus untuk membedakan catatan fosil Tiongkok dari fosil dari Afrika dan Eurasia barat selama ini.”
Apa yang membuat penelitian ini sangat menarik adalah bagaimana penelitian ini mewakili lompatan maju yang signifikan dalam pemahaman kita tentang prasejarah manusia. Catatan fosil di Asia Timur biasanya tertinggal dibandingkan catatan fosil di Eropa dan Afrika, namun kini fosil tersebut menunjukkan lanskap evolusi yang kaya dan beragam sehingga menuntut kita memikirkan kembali model-model yang kita miliki sebelumnya.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti melakukan tinjauan komprehensif terhadap catatan fosil hominin (nenek moyang manusia) dari Asia Timur. Mereka menganalisis sisa-sisa tengkorak, gigi, dan pascakranial dari berbagai situs arkeologi, membandingkan karakteristik morfologi berbagai spesimen. Dengan memeriksa ciri-ciri fisik fosil-fosil ini, mereka dapat membedakan berbagai spesies manusia dan menelusuri potensi hubungan mereka.
Hasil Utama
Studi ini mengidentifikasi empat spesies manusia berbeda di Asia Timur: Homo floresiensis, Homo luzonensis, Homo longi, dan Homo juluensis. Setiap spesies menunjukkan karakteristik morfologi yang unik, menunjukkan jalur evolusi yang beragam. Usia fosil-fosil tersebut berkisar antara 309.000 hingga 50.000 tahun, yang menunjukkan bahwa spesies-spesies ini hidup berdampingan selama periode Kuarter Akhir.
Keterbatasan Studi
Penelitian ini didasarkan pada bukti fosil, yang pada dasarnya bersifat terpisah-pisah. Tidak semua sisa-sisa fosil lengkap, dan penemuan-penemuan baru berpotensi mengubah penafsiran yang ada saat ini. Selain itu, hubungan genetik antara spesies-spesies ini belum sepenuhnya dipahami, dan diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengetahui secara pasti hubungan evolusioner mereka.
Diskusi & Kesimpulan
Studi ini secara mendasar menantang model evolusi manusia sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa prasejarah manusia jauh lebih kompleks daripada yang diyakini sebelumnya, dengan banyak spesies manusia yang kemungkinan berinteraksi dan berpotensi kawin silang. Penelitian ini menekankan pentingnya eksplorasi arkeologi berkelanjutan dan pendekatan interdisipliner untuk memahami evolusi masa lalu kita.
Pendanaan & Pengungkapan
Penelitian ini didukung oleh National Science Foundation of China (hibah 42372001 dan 42472006). Para penulis menyatakan tidak ada kepentingan yang bersaing, dan penelitian tersebut menjalani tinjauan sejawat sebelum dipublikasikan Komunikasi Alam.