ATHENA, Ga.— Dalam politik, kata maaf sepertinya adalah kata yang paling sulit. Namun ternyata, ini mungkin yang paling efektif. Penelitian baru yang meneliti bagaimana politisi harus merespons ketika mereka tertangkap melakukan kesalahan menunjukkan bahwa meskipun banyak politisi modern tampaknya lebih menyukai pembelokan dan penolakan, pendekatan ini mungkin kurang efektif dibandingkan mengambil tanggung jawab.
Penelitian yang dipublikasikan di Penelitian Komunikasi Manusiamenyelidiki bagaimana pemilih bereaksi terhadap berbagai strategi respons krisis ketika politisi terjebak dalam skandal. Temuan mereka menunjukkan bahwa meskipun ada yang menyebutnya sebagai “Era Tanpa Permintaan Maaf”, penanganan langsung atas kesalahan tetap merupakan langkah yang paling bijaksana.
Dilakukan oleh para peneliti di universitas Georgia dan Miami, penelitian ini melibatkan dua eksperimen terpisah untuk menguji berbagai strategi respons krisis. Pada percobaan pertama, mereka merekrut 905 pemilih terdaftar AS yang telah berpartisipasi dalam pemilu lalu. Para pemilih ini diberikan skenario tentang seorang politisi fiksi bernama Sam Johnson, yang terjebak dalam skandal sayap kanan atau kiri yang munafik.
Dalam skenario sayap kanan, Johnson telah berkampanye mengenai pemerintahan yang terbatas dan pemotongan anggaran belanja, namun ketahuan menerima subsidi pemerintah untuk memperkaya keuangan keluarga mereka. Dalam versi sayap kiri, Johnson telah menjadikan perubahan iklim dan perlindungan lingkungan sebagai isu sentral dalam kampanyenya, namun ia memiliki jet pribadi dan menggunakan bandara swasta yang menggantikan habitat aslinya.
Para peneliti kemudian menguji enam strategi tanggapan yang berbeda: meminta maaf setelah skandal itu terungkap, “mencuri guntur” (lebih dulu mengakui kesalahan sebelum dipublikasikan di media), diam (menolak berkomentar), mengubah topik pembicaraan, menggabungkan permintaan maaf dengan pembelokan, dan diam total.
Hasilnya menunjukkan bahwa meminta maaf dan “mencuri guntur” secara signifikan lebih efektif dibandingkan strategi lainnya. Para pemilih memandang politisi yang menggunakan pendekatan ini lebih dapat dipercaya dan kemungkinan besar akan mendukung mereka di masa depan. Mereka juga menganggap tidak ada upaya untuk menutupi skandal tersebut.
Untuk menguji apakah temuan ini berlaku untuk berbagai jenis skandal, tim peneliti melakukan percobaan kedua dengan 277 pemilih terdaftar, kali ini menguji skenario yang melibatkan perselingkuhan dalam pernikahan atau perilaku seksual yang tidak pantas di kantor kongres. Mereka secara khusus ingin melihat apakah menggabungkan permintaan maaf dengan “mencuri guntur” akan lebih efektif daripada menggunakan salah satu strategi saja.
Para peneliti tidak menemukan manfaat tambahan dari penggunaan kedua strategi tersebut secara bersamaan. Apakah seorang politisi terlebih dahulu mengaku atau meminta maaf setelah tertangkap, pengaruhnya terhadap kepercayaan dan dukungan pemilih pada dasarnya sama. Temuan ini membantu menjelaskan mengapa politisi jarang memilih untuk mendahului skandal – jika meminta maaf di kemudian hari juga bisa dilakukan, mungkin hanya ada sedikit insentif untuk melakukan pengungkapan terlebih dahulu.
Penulis penelitian ini menunjukkan dua contoh nyata yang menggambarkan dinamika ini. Mantan Gubernur New York Eliot Spitzer meminta maaf setelah tersiar kabar tentang keterlibatannya dalam skandal prostitusi. Penggantinya, David Paterson, mengambil pendekatan berbeda, dengan terlebih dahulu mengakui perselingkuhan di masa lalu sebelum diketahui publik. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dikutip dalam makalah ini, kedua strategi tersebut terbukti efektif dalam mengelola liputan media secara langsung mengenai situasi masing-masing.
“Politisi dan ahlinya mungkin tidak ingin mendengar hal ini—atau mungkin memang mereka ingin mendengarnya,” kata peneliti utama studi David Clementson, seorang profesor di Grady College of Journalism and Mass Communication, UGA, dalam sebuah pernyataan. “Namun, cara terbaik menangani skandal adalah dengan meminta maaf dan mengambil tindakan perbaikan setelah Anda tertangkap.”
Pada akhirnya, apakah mengaku terlebih dahulu atau meminta maaf setelah kejadian tersebut, penelitian ini menunjukkan satu kebenaran yang tak lekang oleh waktu: dalam politik, kejujuran bukan hanya kebijakan terbaik—tetapi juga strategi terbaik.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti melakukan dua percobaan terpisah menggunakan skenario dan strategi respons yang berbeda. Pada percobaan pertama, mereka menunjukkan 905 skenario pemilih terdaftar tentang seorang politisi fiktif yang terlibat dalam kemunafikan lingkungan atau keuangan. Peserta secara acak ditugaskan untuk melihat salah satu dari enam strategi respons yang berbeda dan kemudian diminta untuk menilai kepercayaan mereka terhadap politisi tersebut, kemungkinan mendukung mereka, dan persepsi apakah ada upaya menutup-nutupi. Eksperimen kedua mengikuti format yang sama namun fokus pada skandal seks, menguji 277 reaksi pemilih terhadap berbagai kombinasi permintaan maaf dan pengakuan terlebih dahulu.
Hasil Utama
Pada percobaan pertama, baik permintaan maaf maupun pengakuan dosa (“mencuri guntur”) secara signifikan mengungguli strategi lain seperti diam atau mengubah topik pembicaraan. Para pemilih menunjukkan lebih banyak kepercayaan dan dukungan terhadap politisi yang bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Eksperimen kedua tidak menemukan manfaat tambahan dari penggabungan kedua strategi – keduanya bekerja dengan baik jika diterapkan sendiri-sendiri. Penelitian ini menegaskan bahwa persepsi awal mengenai apakah seorang politisi berusaha menutupi kesalahannya sangat mempengaruhi cara pandang para pemilih terhadap mereka.
Keterbatasan Studi
Studi ini menguji skenario di mana pelanggaran tersebut tidak terbantahkan dan tidak ilegal, yang mungkin tidak mencerminkan seluruh situasi di dunia nyata. Selain itu, beberapa skandal mungkin dianggap tidak dapat dimaafkan, apa pun strategi tanggapannya. Penelitian ini juga mencatat bahwa efektivitas strategi ini mungkin berbeda-beda tergantung pada jenis skandal dan keadaan spesifik yang terlibat.
Diskusi & Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun ada perubahan dalam wacana politik, mengambil tanggung jawab melalui pengakuan terlebih dahulu atau permintaan maaf yang cepat membantu menjaga kepercayaan pemilih dengan lebih efektif daripada penghindaran atau penolakan. Temuan ini menantang tren yang ada saat ini di mana para politisi menghindari akuntabilitas atas tindakan yang salah.
Pendanaan & Pengungkapan
Para peneliti menyatakan tidak ada konflik kepentingan dalam melakukan penelitian ini. Makalah ini tidak secara eksplisit menyebutkan sumber pendanaan untuk penelitian tersebut.