

Seekor simpanse buang air kecil saat berada di dahan pohon. (© EIVIND – stock.adobe.com)
Pendeknya
- Bukti ilmiah pertama tentang buang air kecil yang tersinkronisasi: Ketika seekor simpanse buang air kecil, simpanse lain dua kali lebih mungkin untuk mengikuti dalam waktu 60 detik dibandingkan dengan kecelakaan acak, terutama jika mereka secara fisik dekat satu sama lain.
- Status sosial penting: Simpanse dengan peringkat lebih rendah lebih cenderung mengikuti waktu mandi orang lain, terlepas dari ikatan persahabatan atau kedekatan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku ini dipengaruhi oleh hierarki daripada hubungan pribadi.
- Akar evolusi yang dalam: Kehadiran perilaku ini pada manusia dan simpanse, dikombinasikan dengan kemunculannya di berbagai budaya manusia, menunjukkan bahwa perilaku ini mungkin memiliki fungsi sosial penting yang berevolusi jutaan tahun yang lalu.
Pengamatan simpanse selama 600 jam mengungkap sinkronisasi urin yang menakjubkan
KYOTO, Jepang — Sebagian besar dari kita pernah mengalami momen aneh ketika pembobolan kamar mandi seseorang tampaknya memicu reaksi berantai dalam kelompok. Kini, para ilmuwan telah menemukan bahwa hal ini bukan hanya merupakan kekhasan manusia – hewan terdekat kita, simpanse, menunjukkan perilaku yang sama dengan cara yang mengungkapkan wawasan mengejutkan tentang dinamika sosial.
Studi yang dipublikasikan di Biologi Saat Ini mendokumentasikan apa yang oleh para peneliti disebut sebagai “buang air kecil yang menular secara sosial” pada simpanse untuk pertama kalinya dalam spesies mana pun. Artinya, ketika seekor simpanse buang air kecil, simpanse lain sering kali juga ikut buang air kecil dalam waktu 60 detik, terutama jika mereka secara fisik berdekatan. Meskipun hal ini mungkin terdengar lucu, perilaku tersebut nampaknya mengakar dalam struktur sosial dan mungkin berkembang untuk tujuan kelompok yang penting.
Fenomena ini telah lama diamati pada masyarakat lintas budaya. Peneliti utama Ena Onishi dari Universitas Kyoto menunjukkan bahwa pepatah Italia menganggap buang air kecil sendirian adalah hal yang mencurigakan, sementara budaya Jepang memiliki istilah khusus “Tsureshon” untuk tindakan buang air kecil bersama orang lain. Namun hingga saat ini, belum ada yang mempelajari secara ilmiah perilaku tersebut pada manusia atau hewan lainnya.
Keingintahuan tim peneliti dipicu oleh pola yang mereka perhatikan pada simpanse di Suaka Margasatwa Kumamoto Jepang. Untuk menyelidikinya, mereka melakukan observasi ekstensif terhadap 20 simpanse penangkaran (16 jantan dan 4 betina), mendokumentasikan 1.328 kejadian buang air kecil selama 604 jam. Anggap saja seperti mengamati simpanse selama sekitar 25 hari penuh, mencatat setiap kali ada di antara mereka yang buang air kecil, dan mencatat siapa saja yang ada di dekatnya.


Untuk menentukan apakah istirahat di kamar mandi ini benar-benar tersinkronisasi dan bukan kebetulan, para peneliti membandingkan waktu sebenarnya buang air kecil dengan simulasi komputer. Hasilnya mengejutkan: simpanse dua kali lebih mungkin buang air kecil dalam waktu 60 detik satu sama lain dibandingkan dengan buang air kecil secara acak. Tingkat sinkronisasi di dunia nyata adalah 12%, sedangkan simulasi memperkirakan hanya sekitar 5%.
Kedekatan fisik memainkan peran penting. Bayangkan tiga zona di sekitar simpanse yang sedang buang air kecil: dalam jangkauan lengan, dalam jarak sekitar 10 kaki, dan lebih jauh lagi. Semakin dekat simpanse lain dengan simpanse yang sedang buang air kecil, semakin besar kemungkinan mereka untuk mengikutinya. Pola ini tetap berlaku meskipun memperhitungkan faktor-faktor lain seperti waktu minum atau akses ke luar ruangan.
Mungkin yang paling menarik adalah status sosial mempengaruhi perilaku ini dengan cara yang tidak terduga. “Kami terkejut saat mengetahui bahwa pola penularan dipengaruhi oleh peringkat sosial,” jelas Onishi. Berbeda dengan perilaku menular sosial lainnya seperti menguap, yang lebih sering terjadi di antara teman dekat, pola buang air kecil tampaknya “mengalir ke bawah” melalui hierarki sosial. Simpanse dengan peringkat lebih rendah lebih cenderung mengikuti jejak simpanse lainnya, terlepas dari ikatan persahabatan mereka.


Temuan ini membuka kemungkinan menarik tentang tujuan perilaku tersebut. “Misalnya, hal ini bisa mencerminkan kepemimpinan tersembunyi dalam menyinkronkan aktivitas kelompok, penguatan ikatan sosial, atau bias perhatian di antara individu-individu yang berpangkat lebih rendah,” kata rekan penulis studi Shinya Yamamoto, dalam sebuah pernyataan. “Temuan ini menimbulkan pertanyaan menarik tentang fungsi sosial dari perilaku ini.”
Perilaku tersebut mungkin membantu menjaga kohesi kelompok di antara simpanse atau mengoordinasikan gerakan, mirip dengan bagaimana kelompok manusia sering pergi ke kamar mandi bersama sebelum melakukan perjalanan jauh.
Penelitian menunjukkan bahwa fungsi biologis dasar dapat melayani tujuan sosial yang canggih. Ketika para ilmuwan terus mempelajari fenomena ini, mereka berharap menemukan apakah pola serupa juga ada pada spesies sosial lain dan apa peran sinkronisasi ini dalam dinamika kelompok. Alam mungkin menelepon secara acak, namun penelitian ini menunjukkan bahwa menjawab panggilan tersebut mungkin lebih terkoordinasi secara sosial daripada yang pernah kita bayangkan.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti menggunakan pendekatan observasi komprehensif, mencatat semua kejadian buang air kecil di antara 20 simpanse selama 604 jam. Mereka menggunakan simulasi komputer untuk membandingkan tingkat sinkronisasi yang diamati dengan peluang acak, dan menerapkan model statistik untuk menganalisis pengaruh berbagai faktor sosial. Mereka mengukur kedekatan fisik dalam tiga kategori: dalam jangkauan tangan, dalam jarak tiga meter, dan di luar tiga meter.
Hasil
Studi tersebut menemukan bahwa simpanse secara signifikan lebih mungkin buang air kecil dalam waktu 60 detik dibandingkan dengan simpanse lain secara acak. Efeknya paling kuat ketika simpanse secara fisik paling dekat satu sama lain. Individu dengan peringkat lebih rendah menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dalam mengikuti orang lain buang air kecil, sementara ukuran ikatan sosial tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku ini.
Keterbatasan
Penelitian ini hanya dilakukan pada simpanse di penangkaran, yang mungkin berperilaku berbeda dari simpanse liar. Ukuran sampelnya relatif kecil, yaitu hanya 20 individu, dan kelompok tersebut sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (16 laki-laki, 4 perempuan). Studi ini juga tidak dapat menentukan apakah perilaku ini mempunyai tujuan evolusi.
Diskusi dan Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa sinkronisasi buang air kecil mungkin merupakan aspek perilaku sosial primata yang terabaikan. Kaitannya dengan hierarki dominasi menimbulkan pertanyaan menarik tentang pengaruh sosial dan dinamika kelompok. Temuan ini dapat mengarah pada arah penelitian baru di berbagai bidang mulai dari perilaku hewan hingga psikologi manusia.
Pendanaan dan Pengungkapan
Penelitian ini didanai melalui berbagai hibah penelitian Jepang, antara lain Hibah JSPS KAKENHI Nomor JP21J23227 dan JP19H00629. Para penulis menyatakan tidak ada kepentingan yang bersaing.
Informasi Publikasi
Diterbitkan di Biologi Saat Ini (Volume 35, R45-R59, 20 Januari 2025), penelitian ini dilakukan oleh para ilmuwan dari berbagai institusi termasuk Pusat Penelitian Satwa Liar Universitas Kyoto, Pusat Primata Jerman, dan Universitas Nagoya.