

(Kredit: PeopleImages.com – Yuri A/Shutterstock)
MUNICH — Ruang-ruang akademis telah lama dianggap sebagai benteng pemikiran bebas dan penyelidikan ilmiah. Namun, sebuah studi baru-baru ini menggambarkan gambaran yang mengkhawatirkan tentang berkurangnya kebebasan akademis di seluruh dunia. Pergeseran ini, yang terjadi untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II, mengancam akan merusak inovasi global pada saat solusi kreatif mungkin lebih dibutuhkan dari sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti internasional ini mengungkap bahwa setelah mengalami peningkatan yang stabil selama beberapa dekade, kebebasan akademis global mulai menurun selama dekade terakhir. Pergeseran ini merupakan penurunan signifikan pertama sejak Perang Dunia II dan menimbulkan kekhawatiran serius tentang masa depan inovasi dan kemajuan ilmiah.
Kebebasan akademis, hak para akademisi untuk melakukan penelitian, mengajar, dan mengekspresikan ide tanpa campur tangan yang tidak semestinya, telah lama dianggap sebagai landasan kemajuan ilmiah. Akan tetapi, pentingnya kebebasan akademis bagi inovasi belum pernah diukur secara kuantitatif dalam skala global hingga saat ini. Temuan studi tersebut tidak hanya menegaskan peran penting kebebasan akademis dalam mendorong inovasi, tetapi juga memberikan peringatan tentang potensi konsekuensi dari penurunannya saat ini.
Untuk menyelidiki hubungan ini, para peneliti menganalisis data dari 157 negara selama periode 115 tahun, dari tahun 1900 hingga 2015. Mereka menggunakan Indeks Kebebasan Akademik (AFI) untuk mengukur tingkat kebebasan akademik di setiap negara dan membandingkannya dengan hasil inovasi, yang diukur berdasarkan jumlah pengajuan paten dan kutipan.
Hasil yang dipublikasikan di PLOS Satusangat mencolok. Negara-negara dengan tingkat kebebasan akademis yang lebih tinggi secara konsisten menghasilkan lebih banyak paten dan menerima lebih banyak kutipan atas paten-paten tersebut. Secara khusus, ketika kebebasan akademis suatu negara meningkat sebesar satu deviasi standar, jumlah aplikasi paten meningkat sebesar 41% dua tahun kemudian, dan jumlah kutipan meningkat sebesar 29% lima tahun kemudian.
Namun, temuan yang paling mengkhawatirkan adalah tren menurunnya kebebasan akademis baru-baru ini. Setelah terus meningkat dari tahun 1940-an hingga 2010-an, kebebasan akademis global mulai menurun dalam dekade terakhir. Pembalikan ini diamati tidak hanya secara global tetapi juga di antara 25 negara terkemuka dalam sains.


Berdasarkan temuan studi tersebut, para peneliti memperkirakan bahwa penurunan kebebasan akademis baru-baru ini dapat menyebabkan penurunan substansial dalam hasil inovasi di tahun-tahun mendatang. Hal ini dapat terwujud dalam bentuk berkurangnya paten baru dan penurunan penelitian yang berdampak, yang berpotensi memperlambat kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi.
Penulis studi menekankan bahwa tren ini harus menjadi peringatan bagi para pembuat kebijakan dan lembaga akademis di seluruh dunia. Mereka berpendapat bahwa melindungi dan mempromosikan kebebasan akademis bukan hanya masalah prinsip, tetapi kebutuhan praktis untuk mendorong inovasi dan mengatasi tantangan global.
“Kami memprediksi penurunan global sebesar 4–6% dalam kemampuan berinovasi. Di negara-negara terkemuka, angkanya mencapai 5–8%,” kata penulis studi Paul Momtaz, Profesor Keuangan Wirausaha di Universitas Teknik Munich, dalam sebuah pernyataan. “Hasilnya merupakan tanda yang mengkhawatirkan bagi banyak negara. Mereka yang membatasi kebebasan akademis juga membatasi kemampuan untuk mengembangkan teknologi dan proses baru dan karenanya menghambat kemajuan dan kemakmuran. Kami melihat tren ini tidak hanya di negara-negara kediktatoran, tetapi juga semakin meningkat di negara-negara demokratis tempat partai-partai populis memperoleh pengaruh.”
Penelitian ini juga menyoroti hubungan yang rumit antara kebebasan akademis dan faktor-faktor sosial lainnya. Meskipun kebebasan akademis sangat penting bagi inovasi, kebebasan ini juga berbenturan dengan kekuatan-kekuatan lain, seperti tekanan politik, kendala pendanaan, dan harapan-harapan sosial. Penelitian ini menunjukkan bahwa menemukan keseimbangan yang tepat sangat penting untuk memaksimalkan potensi inovasi sambil mengatasi masalah-masalah etika dan kebutuhan-kebutuhan sosial.
Di negara-negara seperti Cina, misalnya, penelitian tersebut menemukan bahwa kebebasan akademis telah menurun secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, yang berpotensi membahayakan ambisi negara tersebut untuk menjadi pemimpin global dalam inovasi. Sebaliknya, negara-negara yang telah mempertahankan tingkat kebebasan akademis yang tinggi, seperti Amerika Serikat dan Jerman, terus menjadi yang terdepan dalam inovasi global.
Para peneliti berpendapat bahwa membalikkan kemunduran kebebasan akademis harus menjadi prioritas bagi pemerintah dan lembaga di seluruh dunia. Mereka menyarankan bahwa kebijakan yang melindungi kebebasan akademis, mendorong wacana terbuka, dan mendukung penelitian independen dapat membantu merangsang inovasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Masa depan kemajuan global mungkin bergantung pada kemampuan kita untuk memelihara pemikiran dan penyelidikan bebas di dunia akademis.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti menggunakan metode yang disebut analisis variabel instrumental untuk mempelajari hubungan antara kebebasan akademis dan inovasi. Pendekatan ini membantu menentukan apakah satu hal (kebebasan akademis) menyebabkan perubahan pada hal lain (inovasi). Mereka mengamati data dari 157 negara selama 115 tahun, menggunakan Indeks Kebebasan Akademis untuk mengukur kebebasan akademis.
Untuk inovasi, mereka menghitung aplikasi paten dan seberapa sering paten tersebut dikutip. Mereka juga mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mungkin memengaruhi inovasi, seperti kekayaan dan jumlah populasi suatu negara, untuk memastikan bahwa mereka mengukur dampak spesifik dari kebebasan akademis.
Hasil Utama
Studi tersebut menemukan hubungan positif yang kuat antara kebebasan akademis dan inovasi. Ketika kebebasan akademis meningkat, baik jumlah paten maupun frekuensi paten tersebut dikutip juga meningkat. Efek ini terlihat bahkan ketika memperhitungkan faktor-faktor lain yang mungkin memengaruhi inovasi. Hasilnya konsisten di berbagai cara pengukuran kebebasan akademis dan inovasi, yang menunjukkan bahwa temuan tersebut kuat dan dapat diandalkan.
Keterbatasan Studi
Meskipun penelitian ini memberikan wawasan yang berharga, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Para peneliti menggunakan paten sebagai ukuran inovasi, yang mungkin tidak mencakup semua jenis inovasi, terutama di bidang-bidang yang jarang memiliki paten. Selain itu, penelitian ini mengandalkan data historis dan pendapat ahli untuk mengukur kebebasan akademis, yang mungkin tidak selalu mencerminkan kenyataan di lapangan secara akurat. Hubungan kausal antara kebebasan akademis dan inovasi, meskipun didukung oleh data, dapat bermanfaat dari penyelidikan lebih lanjut menggunakan metode yang berbeda.
Diskusi & Kesimpulan
Temuan studi ini memiliki implikasi signifikan bagi kebijakan dan praktik. Mereka menyarankan bahwa melindungi dan mempromosikan kebebasan akademis dapat menjadi strategi yang berharga bagi negara-negara yang ingin meningkatkan hasil inovasi mereka. Namun, penurunan kebebasan akademis global baru-baru ini mengkhawatirkan dan berpotensi menyebabkan berkurangnya inovasi di masa mendatang.
Penelitian ini juga membuka jalan baru untuk studi, seperti menyelidiki mekanisme spesifik di mana kebebasan akademik memengaruhi inovasi dan mengeksplorasi bagaimana berbagai aspek kebebasan akademik (misalnya, kebebasan untuk meneliti vs. kebebasan untuk mengajar) dapat memengaruhi inovasi secara berbeda.
Pendanaan & Pengungkapan
Para ilmuwan dari Universitas Teknik Munich, Universitas Indiana, Universitas Luksemburg, Universitas Politeknik Milan, dan Universitas Bergamo terlibat dalam penelitian ini. Para penulis tidak menerima pendanaan khusus untuk pekerjaan ini dan menyatakan tidak ada benturan kepentingan. Penelitian ini didasarkan pada data yang tersedia untuk umum dan dilakukan secara independen oleh para peneliti.