Ringkasan Makalah
Metodologi
Studi ini, yang dipimpin oleh Anna Shin, menggunakan desain kohort berbasis populasi untuk mengevaluasi risiko demensia pada orang dewasa berusia 40-69 tahun dengan diabetes tipe 2, khususnya membandingkan mereka yang memulai inhibitor sodium-glucose cotransporter-2 (SGLT-2) versus inhibitor dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4). Para peneliti menggunakan data dari Korean National Health Insurance Service, yang mencakup periode dari tahun 2013 hingga 2021. Studi ini melibatkan 110.885 pasangan peserta yang cocok, yang semuanya tidak memiliki diagnosis demensia sebelumnya dan tidak menggunakan salah satu obat studi pada tahun sebelum mereka dimasukkan dalam studi.
Pencocokan skor kecenderungan digunakan untuk menyeimbangkan kovariat antar kelompok, guna memastikan keterbandingan. Hasil utama adalah timbulnya demensia, dengan hasil sekunder meliputi demensia yang memerlukan perawatan obat dan jenis demensia tertentu, seperti penyakit Alzheimer dan demensia vaskular. Para peneliti menerapkan model bahaya proporsional Cox untuk memperkirakan rasio bahaya, dan tindak lanjut dikelompokkan berdasarkan durasi (lebih dari dua tahun versus dua tahun atau kurang) untuk menilai dampak durasi perawatan.
Hasil Utama
Studi tersebut menemukan bahwa orang yang mengonsumsi inhibitor SGLT-2 memiliki risiko lebih rendah terkena demensia dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi inhibitor DPP-4. Untuk setiap 100 orang yang mengonsumsi inhibitor SGLT-2, sekitar 22 orang didiagnosis menderita demensia, sementara 35 dari setiap 100 orang yang mengonsumsi inhibitor DPP-4 didiagnosis menderita demensia. Ini berarti bahwa risiko terkena demensia sekitar 35% lebih rendah bagi mereka yang mengonsumsi inhibitor SGLT-2.
Studi tersebut juga mengamati berapa lama orang mengonsumsi obat tersebut. Ditemukan bahwa orang yang mengonsumsi inhibitor SGLT-2 selama lebih dari dua tahun memiliki risiko lebih rendah terkena demensia dibandingkan mereka yang mengonsumsinya selama dua tahun atau kurang. Risiko yang lebih rendah ini terlihat pada semua jenis demensia, termasuk penyakit Alzheimer, dan berlaku untuk berbagai kelompok orang, tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau kondisi kesehatan lainnya.
Keterbatasan Studi
Seperti halnya studi observasional lainnya, potensi adanya faktor pengganggu yang tersisa tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan, meskipun metodologi yang digunakan sudah kuat. Studi ini mengandalkan data klaim, yang mungkin tidak mencakup semua nuansa klinis yang relevan atau timbulnya gejala demensia sebelum diagnosis.
Selain itu, meskipun pencocokan skor kecenderungan membantu menyeimbangkan banyak variabel pengganggu, faktor yang tidak terukur tetap dapat memengaruhi hasilnya. Periode tindak lanjut yang relatif singkat untuk beberapa peserta (rata-rata tindak lanjut 670 hari) juga dapat membatasi kemampuan untuk menilai sepenuhnya efek jangka panjang inhibitor SGLT-2 pada risiko demensia.
Diskusi & Kesimpulan
Studi ini melengkapi bukti yang berkembang yang menunjukkan bahwa inhibitor SGLT-2 dapat memberikan manfaat neuroprotektif, yang berpotensi mengurangi risiko demensia pada orang dewasa dengan diabetes tipe 2. Hasilnya sangat meyakinkan bagi mereka yang menjalani pengobatan selama lebih dari dua tahun.
Temuan ini mendukung hipotesis bahwa inhibitor SGLT-2 dapat memengaruhi risiko demensia melalui mekanisme di luar kendali glukosa, yang mungkin melibatkan efek neuroprotektif langsung atau hasil kardiovaskular yang lebih baik. Namun, karena sifat observasional dari penelitian ini, temuan ini harus ditafsirkan dengan hati-hati, dan uji coba terkontrol acak diperlukan untuk mengonfirmasi hasil ini.
Pendanaan & Pengungkapan
Studi ini dilakukan dengan menggunakan data dari Layanan Asuransi Kesehatan Nasional Korea, dan penulis tidak mengungkapkan sumber pendanaan spesifik atau konflik kepentingan dalam publikasi tersebut.