

(Kredit: Andreas Gäbler di Unsplash)
LONDON — Gunung Everest telah menjadi gunung tertinggi di dunia, mungkin selama jutaan tahun, namun sebuah penelitian inovatif telah mengungkap alasan mengejutkan mengapa gunung tersebut semakin tinggi. Puncak tertinggi di dunia sudah berdiri pada ketinggian 29.032 kaki di atas permukaan laut. Kini, para ilmuwan berpendapat bahwa perubahan dramatis pada pola sungai telah memberikan dorongan ekstra pada gunung ikonik ini, menjadikannya lebih tinggi daripada tetangganya di Himalaya.
Penelitian yang dipublikasikan di Geosains Alammengungkap bagaimana proses yang disebut “penangkapan sungai” telah mengubah lanskap di sekitar Gunung Everest – juga dikenal sebagai Chomolungma atau Sagarmāthā – selama 89.000 tahun terakhir. Fenomena geologis ini terjadi ketika satu sungai mengalihkan aliran sungai lain, sehingga secara efektif mencuri air dan memperluas wilayah drainasenya. Dalam hal ini, Sungai Arun, anak sungai utama dari sistem Sungai Kosi, menampung sebagian besar air yang pernah mengalir ke tempat lain.
Perampokan sungai ini memicu reaksi berantai di geografi wilayah tersebut. Dengan semakin banyak air yang mengalir melaluinya, Sungai Arun mulai membelah lebih dalam ke lanskap, membentuk ngarai yang sangat besar. Ketika sungai mengikis daratan, hal ini memicu efek yang berlawanan dengan intuisi: pegunungan di sekitarnya, termasuk Gunung Everest, mulai naik lebih tinggi lagi.
“Gunung Everest adalah gunung mitos dan legenda yang luar biasa dan masih terus berkembang. Penelitian kami menunjukkan bahwa ketika sistem sungai di dekatnya semakin dalam, hilangnya material menyebabkan gunung tersebut semakin naik ke atas,” kata rekan penulis studi dan mahasiswa PhD Adam Smith dari University College London dalam rilis media.


Alasan peningkatan ini terletak pada prinsip isostasisyang menggambarkan bagaimana kerak bumi mengapung di mantel yang lebih padat di bawahnya. Ketika sejumlah besar batu dipindahkan dari suatu area, kerak bumi akan memantul ke atas, mirip dengan bagaimana perahu naik ke air ketika muatannya dipindahkan. Dalam kasus Gunung Everest, ketika Sungai Arun membelah lanskapnya, puncak-puncak di sekitarnya mengalami pengangkatan yang sederhana namun terukur.
Dengan menggunakan model komputer yang canggih, tim peneliti memperkirakan bahwa proses ini telah menambah ketinggian Gunung Everest antara 15 hingga 50 meter (49 hingga 164 kaki) selama 89.000 tahun terakhir. Ini mungkin tampak kecil dibandingkan dengan tinggi total gunung tersebut, namun hal ini membantu menjelaskan mengapa Everest berdiri jauh lebih tinggi daripada puncak tetangganya di Himalaya.
“Kami dapat melihat pertumbuhannya sekitar dua milimeter per tahun dengan menggunakan instrumen GPS dan sekarang kami memiliki pemahaman yang lebih baik tentang apa yang mendorongnya,” kata rekan penulis studi, Dr. Matthew Fox dari UCL Earth Sciences.
Studi ini juga menyoroti sifat dinamis permukaan bumi. Jauh dari kata statis, topografi planet kita terus berubah akibat interaksi berbagai kekuatan geologi. Dalam kasus Himalaya, tumbukan yang sedang berlangsung antara lempeng tektonik India dan Eurasia merupakan pendorong utama terbentuknya gunung. Namun, penelitian baru ini menyoroti bagaimana faktor lain, seperti sistem sungai, dapat memainkan peran penting dalam membentuk puncak tertinggi di dunia.
“Perubahan ketinggian Gunung Everest benar-benar menyoroti sifat dinamis permukaan bumi,” tambah penulis utama Dr. Xu Han dari China University of Geosciences, yang melakukan penelitian tersebut saat melakukan kunjungan penelitian China Scholarship Council ke UCL.
Temuan ini memiliki implikasi lebih dari sekadar memahami ketinggian Gunung Everest. Mereka memberikan wawasan tentang bagaimana lanskap berevolusi seiring waktu dan bagaimana berbagai proses di bumi berinteraksi. Pengetahuan ini sangat penting untuk memprediksi perubahan wilayah pegunungan di masa depan, yang berdampak pada ekosistem lokal, sumber daya air, dan bahkan bahaya alam seperti tanah longsor.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti menggunakan kombinasi pemodelan komputer dan analisis model elevasi digital (DEM) untuk merekonstruksi sejarah penangkapan sungai di DAS Kosi. Mereka menggunakan model kekuatan aliran, yang mensimulasikan bagaimana sungai mengikis lanskap dari waktu ke waktu berdasarkan faktor-faktor seperti aliran air dan kekuatan batuan. Dengan menyesuaikan parameter dalam model ini dan membandingkan hasilnya dengan topografi wilayah sebenarnya, tim dapat memperkirakan kapan peristiwa penangkapan sungai terjadi dan bagaimana pengaruhnya terhadap lanskap sekitarnya.
Hasil Utama
Studi tersebut menemukan bahwa Sungai Arun kemungkinan memiliki wilayah drainase tambahan sekitar 89.000 tahun yang lalu. Peristiwa ini menyebabkan peningkatan laju erosi di jurang sungai, berkisar antara 5-10 mm per tahun di bagian hulu hingga kurang dari 1 mm per tahun di bagian bawah. Pantulan isostatik yang diakibatkannya diperkirakan telah mengangkat Gunung Everest setinggi 15-50 meter, berkontribusi terhadap anomali ketinggiannya dibandingkan dengan puncak di sekitarnya.
Keterbatasan Studi
Penelitian ini sangat bergantung pada model komputer dan asumsi mengenai kondisi masa lalu, sehingga menimbulkan ketidakpastian. Waktu yang tepat terjadinya penangkapan sungai dan jumlah pengangkatan yang tepat merupakan perkiraan berdasarkan data dan model terbaik yang tersedia. Selain itu, penelitian ini tidak memperhitungkan semua faktor yang mungkin mempengaruhi ketinggian gunung, seperti variasi tektonik lokal atau pola erosi yang disebabkan oleh iklim.
Diskusi & Kesimpulan
Studi ini menyoroti interaksi kompleks antara berbagai proses geologi dalam membentuk permukaan bumi. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan kecil sekalipun pada sistem sungai dapat mempunyai dampak jangka panjang yang signifikan terhadap topografi. Penelitian ini juga menekankan pentingnya mempertimbangkan berbagai faktor ketika mempelajari evolusi bentang alam, dibandingkan hanya berfokus pada proses tektonik skala besar.
Pendanaan & Pengungkapan
Penelitian ini didukung oleh dana hibah dari Yayasan Ilmu Pengetahuan Alam Nasional Tiongkok, Program Penelitian dan Ekspedisi Ilmiah Dataran Tinggi Tibet Kedua, dan Dana Penelitian Dasar untuk Universitas Pusat. Pendanaan tambahan berasal dari Jiangsu Innovation Support Plan for International Science and Technology Cooperation Program dan UK Natural Environment Research Council. Para penulis menyatakan tidak ada kepentingan yang bersaing.