

(© Prostock-studio – stock.adobe.com)
GUANGZHOU, Tiongkok — Masalah penglihatan menjadi masalah yang setara dengan pandemi. Yang mengkhawatirkan, sebuah studi baru menemukan hampir satu miliar anak di seluruh dunia harus tumbuh dengan kacamata.
Secara khusus, para peneliti di Tiongkok menemukan bahwa miopia, yang umumnya dikenal sebagai rabun jauh, sedang meningkat di seluruh dunia di kalangan anak-anak dan remaja. Penelitian tersebut, yang dipublikasikan dalam jurnal Jurnal Oftalmologi Inggrismenggambarkan gambaran masa depan yang mengkhawatirkan, dengan meramalkan bahwa pada tahun 2050, hampir 740 juta anak muda di seluruh dunia dapat terkena kondisi ini.
Studi yang dipimpin oleh para peneliti dari Universitas Sun Yat-Sen di Tiongkok ini menganalisis data dari 276 studi yang melibatkan lebih dari 5,4 juta partisipan di 50 negara. Temuan mereka mengungkapkan bahwa prevalensi miopia global di kalangan anak-anak dan remaja telah meningkat secara signifikan selama tiga dekade terakhir, dari 24,32% pada tahun 1990-an menjadi 35,81% pada awal tahun 2020-an.
Lonjakan angka miopia ini khususnya terlihat di beberapa wilayah dan demografi. Negara-negara Asia Timur, misalnya, menunjukkan prevalensi tertinggi, dengan Jepang berada di peringkat teratas dengan angka yang mengejutkan. 85,95%Penelitian ini juga menemukan bahwa anak perempuan lebih mungkin mengalami miopia daripada anak laki-laki, terutama selama masa remaja.
Menariknya, penelitian ini menyoroti perbedaan mencolok antara negara maju dan negara berkembang. Bertentangan dengan apa yang mungkin diharapkan, negara berkembang atau terbelakang menunjukkan prevalensi miopia yang lebih tinggi (31,89%) dibandingkan dengan negara maju (23,81%).
“Penerapan pendidikan formal sejak dini di sejumlah negara Asia Timur berpotensi menjadi salah satu faktor pendukung,” demikian saran para peneliti dalam rilis media.


Proyeksi studi untuk masa depan bahkan lebih mengkhawatirkan. Pada tahun 2050, diperkirakan 39,80% anak-anak dan remaja di seluruh dunia akan mengalami miopia. Ini berarti empat dari 10 remaja membutuhkan kacamata resep, yang berpotensi menciptakan tantangan kesehatan masyarakat yang signifikan.
Apa yang mendorong epidemi miopia ini?
Para peneliti menunjuk beberapa faktor, termasuk meningkatnya waktu menonton layar, berkurangnya aktivitas di luar ruangan, dan pengenalan dini terhadap pendidikan formal di beberapa budaya. Misalnya, di negara-negara seperti Singapura dan Hong Kong, anak-anak berusia dua atau tiga tahun sering kali mengikuti program pendidikan tambahan sebelum memulai sekolah formal.
Ketimpangan gender dalam tingkat miopia sangat menarik. Studi ini menunjukkan bahwa anak perempuan mungkin lebih rentan terhadap miopia karena perkembangan fisik yang lebih awal, lebih sedikit waktu yang dihabiskan di luar ruangan, dan mungkin lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk aktivitas jarak dekat seperti membaca.
Studi ini juga menekankan pentingnya mengembangkan kebiasaan baik untuk mata sejak dini. Ini termasuk mendorong lebih banyak aktivitas di luar ruangan, membatasi waktu menonton layar, dan memastikan pemeriksaan mata secara teratur. Pada tingkat yang lebih luas, para peneliti menyarankan agar pemerintah menerapkan kebijakan untuk mengurangi beban pekerjaan rumah dan bimbingan belajar di luar kampus yang berlebihan pada siswa muda.
“Mengingat besarnya ukuran sampel yang disertakan, estimasi kami mengenai prevalensi miopia dianggap mendekati angka pasti,” tulis tim tersebut. “Sangat penting untuk menyadari bahwa miopia dapat menjadi beban kesehatan global di masa mendatang.”
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti melakukan meta-analisis komprehensif terhadap 276 studi sejak awal hingga Juni 2023. Mereka menelusuri beberapa basis data untuk mencari studi tentang prevalensi miopia pada anak-anak dan remaja berusia antara 5 dan 19 tahun. Tim menggunakan metode statistik untuk mengumpulkan estimasi prevalensi dan menganalisis tren dari waktu ke waktu, lintas wilayah, dan di antara berbagai kelompok demografi.
Hasil Utama
Studi tersebut menemukan bahwa prevalensi miopia global di kalangan anak-anak dan remaja meningkat dari 24,32% pada tahun 1990-2000 menjadi 35,81% pada tahun 2020-2023. Asia menunjukkan prevalensi tertinggi sebesar 35,22%, sedangkan Amerika Latin memiliki prevalensi terendah sebesar 3,75%. Anak perempuan memiliki prevalensi lebih tinggi (33,57%) dibandingkan dengan anak laki-laki (30,49%). Studi tersebut memproyeksikan bahwa pada tahun 2050, 39,80% anak-anak dan remaja di seluruh dunia akan mengalami miopia, yang diperkirakan akan memengaruhi sekitar 740 juta orang.
Keterbatasan Studi
Studi ini mengakui beberapa keterbatasan, termasuk variasi dalam desain dan metode studi di antara penelitian yang disertakan. Ada juga potensi bias seleksi atau pengukuran. Distribusi data yang tidak merata di antara negara-negara dalam benua dapat memengaruhi beberapa hasil kontinental. Selain itu, studi tersebut menggunakan berbagai kriteria dan prosedur untuk penilaian miopia, yang dapat memengaruhi daya banding hasil.
Diskusi & Kesimpulan
Penelitian ini menyoroti kebutuhan mendesak akan perhatian global terhadap meningkatnya angka miopia di kalangan anak muda. Penelitian ini menekankan pentingnya intervensi dini, termasuk menggalakkan aktivitas luar ruangan, membatasi waktu menonton layar, dan pemeriksaan mata secara teratur. Penelitian ini juga menyarankan perubahan kebijakan untuk mengurangi tekanan akademis pada siswa. Temuan ini menggarisbawahi perlunya pendekatan khusus wilayah untuk mengatasi epidemi yang berkembang ini secara efektif.
Pendanaan & Pengungkapan
Studi ini didukung oleh Yayasan Ilmu Pengetahuan Alam Nasional Tiongkok (No. 82273650). Para penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan.