

(© pixelheadphoto – stock.adobe.com)
Tren terkini di media sosial telah menghidupkan kembali teknik aneh dari akhir tahun 1970an yang disebut CPR batuk. Sebuah postingan mengklaim bahwa cara ini dapat membantu orang, jika sendirian, untuk bertahan dari serangan jantung dengan batuk secara berirama agar jantungnya tetap berdetak. Idenya sangat mencolok dan dramatis, sering kali dibingkai sebagai upaya untuk menyelamatkan nyawa, namun bukannya tanpa kontroversi.
Konsep CPR batuk berasal dari praktik medis yang digunakan di lingkungan tertentu dan terkendali, seperti beberapa bentuk prosedur bedah jantung yang dilakukan di rumah sakit. Dalam situasi ini, dokter mungkin akan menginstruksikan pasien untuk batuk dengan kuat untuk menjaga aliran darah dan kesadaran sejenak ketika mengalami irama jantung tidak teratur yang tidak normal (aritmia).
Namun teknik ini tidak dimaksudkan untuk digunakan di luar rumah sakit. Namun hal ini tidak menghentikannya untuk digambarkan sebagai penyelamat universal, terutama dalam postingan viral (lebih dari 270.000) yang dirancang untuk kemudahan berbagi secara maksimal.
Serangan jantung dan serangan jantung merupakan keadaan darurat medis yang berbeda. Serangan jantung terjadi ketika aliran darah ke jantung tersumbat karena penumpukan kolesterol dan bekuan darah di arteri yang memasok oksigen dan nutrisi yang diperlukan otot jantung agar berfungsi penuh.
Serangan jantung terjadi ketika sistem kelistrikan jantung tidak berfungsi, menyebabkan jantung berhenti berdetak secara efektif. CPR batuk, jika berhasil, hanya berlaku pada jenis aritmia tertentu dan tidak pada serangan jantung atau serangan jantung total.
Para ahli di bidang kardiologi dan pengobatan darurat telah berulang kali menekankan bahwa CPR batuk bukanlah respons yang tepat untuk sebagian besar keadaan darurat.
American Heart Association, British Heart Foundation, Resusitation Council UK, dan organisasi serupa secara global tidak merekomendasikan penggunaannya di luar rumah sakit. Mereka memperingatkan bahwa mengandalkan metode yang belum terbukti ini mungkin menunda pengobatan yang efektif dan berbasis bukti, seperti menelepon layanan darurat atau memberikan CPR konvensional. Dalam keadaan darurat yang nyata, perawatan medis yang cepat sangatlah penting.
Jadi mengapa CPR batuk mendapatkan daya tarik seperti itu sekarang?
Sebagian jawabannya terletak pada sifat konten viral. Platform media sosial menghargai postingan yang menghasilkan keterlibatan, sering kali memprioritaskan klaim yang menggema secara emosional atau mengejutkan dibandingkan kebenaran yang bernuansa. Saran bahwa seseorang dapat “menyelamatkan nyawanya sendiri” dengan sebuah trik sederhana pasti akan menyebar lebih cepat dibandingkan pesan yang mendesakkan solusi yang rumit dan tidak terlalu dramatis.
Selain itu, era misinformasi kesehatan saat ini juga menciptakan lahan subur bagi klaim semacam itu. Dari pengobatan alternatif hingga teori konspirasi, masyarakat semakin banyak yang terpapar pada nasihat medis yang mengabaikan proses ilmiah yang sudah ada. CPR Batuk cocok dengan pola ini, menawarkan jalan pintas yang menarik namun menyesatkan.
Meskipun terdapat dasar yang mendasari penggunaan CPR batuk di lingkungan medis yang sangat terkontrol, belum ada penelitian kuat yang mendukung efektivitas atau keamanannya bagi orang awam yang mengalami keadaan darurat jantung.
Sebaliknya, sebagian besar pedoman klinis menekankan pentingnya mengenali gejala, meminta bantuan, dan melakukan CPR tradisional bila diperlukan. Alat seperti defibrilator eksternal otomatis (AED) telah terbukti jauh lebih efektif dalam menghidupkan kembali jantung selama serangan jantung dibandingkan dengan apa pun yang dapat dicapai oleh manuver batuk apa pun.
Kebangkitan kembali minat terhadap CPR batuk berfungsi sebagai pengingat akan tantangan komunikasi kesehatan masyarakat. Hal ini menggarisbawahi perlunya pendidikan yang jelas dan mudah diakses mengenai apa yang harus dilakukan dalam keadaan darurat medis. Situasi hidup atau mati menuntut pengetahuan yang dapat diandalkan, bukan jalan pintas yang bersifat viral.
Yang sebaiknya Anda lakukan
Apa yang harus Anda lakukan jika Anda atau orang lain menunjukkan tanda-tanda serangan jantung atau serangan jantung? Jawabannya sangat mudah. Segera hubungi layanan darurat. Jika orang tersebut tidak responsif dan tidak bernapas, mulailah melakukan kompresi dada dengan ritme tetap sekitar 100 hingga 120 denyut per menit hingga bantuan profesional tiba. Jika AED tersedia, gunakan sesuai petunjuk. Metode ini didukung oleh penelitian selama puluhan tahun dan menyelamatkan banyak nyawa setiap tahunnya.
Media sosial dapat menjadi alat yang ampuh untuk menyebarkan kesadaran, namun media sosial juga memerlukan pemikiran kritis dari penggunanya. Sebelum berbagi atau bertindak berdasarkan nasihat medis apa pun, luangkan waktu sejenak untuk memverifikasi sumber dan konteksnya. Meskipun gagasan CPR batuk mungkin menarik perhatian, kenyataannya tidak sedramatis itu – namun jauh lebih penting. Mengandalkan metode yang terbukti, bukan mitos, adalah cara terbaik untuk melindungi diri sendiri dan orang lain dalam keadaan darurat.