

(© Prostock-studio – stock.adobe.com)
ESPOO, Finlandia — Jika nanti Anda melewatkan olahraga atau begadang, pertimbangkan ini: otak Anda mungkin masih merasakan efeknya dua minggu dari sekarang. Para peneliti dari Universitas Aalto dan Universitas Oulu di Finlandia berhasil menunjukkan dampak jangka panjang dari kebiasaan kita sehari-hari terhadap konektivitas otak, sehingga menawarkan wawasan baru mengenai plastisitas saraf.
Para ilmuwan sekarang percaya bahwa pola komunikasi internal otak kita tidak statis, melainkan terus berubah, merespons pengalaman kita dalam jangka waktu lama. Studi mereka menantang pemahaman konvensional tentang stabilitas fungsi otak dan menyoroti dampak besar dari kebiasaan kita sehari-hari terhadap konektivitas saraf.
Penelitian yang dipublikasikan di Biologi PLOSberfokus pada satu peserta selama periode lima bulan. Dengan menggabungkan pemindaian otak yang sering dilakukan dengan data dari perangkat yang dapat dikenakan dan ponsel pintar, para peneliti dapat memberikan gambaran rinci tentang bagaimana faktor-faktor seperti kualitas tidur, aktivitas fisik, suasana hati, dan bahkan variabilitas detak jantung memengaruhi konektivitas otak.
Pesertanya, Ana Triana, yang juga peneliti utama studi tersebut, menjalani 30 pemindaian otak selama 15 minggu. Setiap pemindaian melibatkan empat tugas berbeda: tes perhatian berkelanjutan, latihan memori kerja, keadaan istirahat, dan menonton film. Variasi ini memungkinkan para peneliti untuk mengamati bagaimana berbagai jenis aktivitas otak dipengaruhi oleh pengalaman sehari-hari.
Secara bersamaan, perangkat wearable melacak pola tidur, aktivitas fisik, detak jantung, dan laju pernapasan Triana. Sebuah aplikasi ponsel pintar yang merekam suasana hati dan pengalaman sehari-hari. Kombinasi pemindaian otak dan data kehidupan nyata memberikan tingkat detail yang belum pernah terjadi sebelumnya tentang interaksi antara kehidupan sehari-hari dan fungsi otak.
Studi ini mengungkapkan dua pola respons otak yang berbeda: gelombang jangka pendek yang berlangsung kurang dari tujuh hari dan gelombang jangka panjang yang berlangsung hingga 15 hari. Gelombang jangka pendek kemungkinan mencerminkan adaptasi yang cepat, seperti bagaimana fokus dipengaruhi oleh kurang tidur malam namun pulih dengan cepat. Gelombang jangka panjang menunjukkan efek yang lebih bertahap dan bertahan lama, khususnya di area otak yang terkait dengan perhatian dan memori.
Salah satu temuan yang sangat menarik adalah hubungan kuat antara variabilitas detak jantung – ukuran kemampuan adaptasi jantung – dan konektivitas otak, terutama saat istirahat. Hal ini menunjukkan bahwa praktik yang memengaruhi respons relaksasi tubuh kita, seperti teknik manajemen stres, dapat membentuk jaringan otak kita bahkan ketika kita tidak secara aktif berkonsentrasi pada suatu tugas.
Aktivitas fisik juga muncul sebagai faktor penting dalam konektivitas otak. Hari-hari dengan aktivitas fisik yang lebih sedikit dikaitkan dengan berkurangnya integrasi antara jaringan frontoparietal – yang penting untuk kontrol kognitif dan pengambilan keputusan – dan wilayah otak lainnya. Artinya, semakin banyak duduk dapat mempersulit berbagai bagian otak untuk bekerja sama secara efisien.

Meskipun penelitian ini berfokus pada satu individu, temuannya membuka jalan baru yang menarik untuk memahami sifat dinamis otak kita. Hal ini menggarisbawahi pentingnya mempertahankan kebiasaan sehat yang konsisten untuk fungsi otak yang optimal dan menyarankan bahwa intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan mental atau kinerja kognitif mungkin perlu mempertimbangkan pengalaman seseorang selama beberapa minggu terakhir, bukan hanya kondisinya saat ini.
Penelitian ini juga menunjukkan potensi menggabungkan neuroimaging dengan teknologi yang dapat dipakai dan data ponsel pintar untuk penelitian otak yang mendalam dan dipersonalisasi.
“Kami ingin melampaui peristiwa-peristiwa yang terisolasi. Perilaku dan kondisi mental kita terus-menerus dibentuk oleh lingkungan dan pengalaman kita. Namun, kita hanya mengetahui sedikit tentang respons konektivitas fungsional otak terhadap perubahan lingkungan, fisiologis, dan perilaku dalam rentang waktu yang berbeda, mulai dari hari hingga bulan,” kata Triana dalam siaran persnya.
Implikasi dari penelitian ini melampaui kepentingan akademis. Hal ini memberikan bukti konsep untuk penelitian pasien, yang menunjukkan bahwa melacak perubahan otak secara real time dapat membantu mendeteksi gangguan neurologis sejak dini, terutama kondisi kesehatan mental di mana tanda-tanda halus mungkin terlewatkan.
“Menghubungkan aktivitas otak dengan data fisiologis dan lingkungan dapat merevolusi layanan kesehatan yang dipersonalisasi,” Triana menyimpulkan, “membuka pintu bagi intervensi lebih awal dan hasil yang lebih baik.”
Ringkasan Makalah
Metodologi
Studi ini menggunakan desain pemetaan presisi, mengumpulkan data dari satu peserta selama 133 hari. Peserta menjalani 30 pemindaian otak MRI, masing-masing melibatkan empat tugas: Tes Kewaspadaan Psikomotor untuk perhatian, tugas memori kerja, keadaan istirahat, dan menonton film. Secara bersamaan, perangkat wearable dan aplikasi ponsel pintar mengumpulkan data tentang pola tidur, aktivitas fisik, variabilitas detak jantung, dan suasana hati. Para peneliti kemudian menggunakan berbagai metode statistik untuk menganalisis bagaimana faktor-faktor harian ini berkorelasi dengan perubahan pola konektivitas otak yang diamati selama berbagai tugas.
Hasil Utama
Studi tersebut menemukan korelasi signifikan antara faktor harian dan konektivitas otak. Kualitas tidur yang buruk dikaitkan dengan penurunan konektivitas dalam jaringan yang berhubungan dengan perhatian. Aktivitas fisik yang lebih rendah berkorelasi dengan berkurangnya integrasi jaringan frontoparietal. Variabilitas detak jantung menunjukkan dampak langsung pada konektivitas saat istirahat. Yang penting, efek ini diamati tidak hanya pada hari sebelumnya tetapi hingga 15 hari sebelumnya, menunjukkan adanya pengaruh kumulatif dari pengalaman sehari-hari terhadap fungsi otak.
Keterbatasan Studi
Keterbatasan utama adalah fokus penelitian pada satu peserta, yang membatasi kemampuan generalisasi. Pengumpulan data yang intensif memberikan rincian yang belum pernah ada sebelumnya, namun mungkin tidak mewakili tren populasi yang lebih luas. Selain itu, meskipun terdapat korelasi, hubungan sebab akibat tidak dapat ditentukan secara pasti. Penelitian ini juga tidak memperhitungkan potensi pengaruh hormonal, yang mungkin signifikan mengingat jenis kelamin dan usia partisipan.
Diskusi & Kesimpulan
Penelitian ini menantang gagasan tentang fungsi otak yang stabil sehari-hari, dan menunjukkan bahwa jaringan saraf kita terus berubah, merespons pengalaman kita sehari-hari. Efek jangka panjang (hingga 15 hari) dari faktor-faktor seperti tidur dan aktivitas fisik terhadap konektivitas otak patut mendapat perhatian khusus. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya kebiasaan sehat yang konsisten untuk fungsi otak yang optimal dan menunjukkan bahwa intervensi untuk kesehatan mental atau kinerja kognitif mungkin perlu mempertimbangkan pengalaman seseorang selama beberapa minggu terakhir. Studi ini juga menunjukkan potensi menggabungkan neuroimaging dengan teknologi yang dapat dipakai dan data ponsel pintar untuk penelitian otak yang mendalam dan dipersonalisasi.
Pendanaan & Pengungkapan
Penelitian ini didukung oleh dana dari Ella dan Georg Ehrnrooth Foundation, Aalto Brain Centre, dan Research Council of Finland. Para penulis menyatakan tidak ada kepentingan yang bersaing. Perlu dicatat bahwa salah satu penulis penelitian (Ana María Triana) juga merupakan partisipan dalam penelitian ini, yang berpotensi menimbulkan bias namun juga memungkinkan adanya tingkat wawasan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam proses pengumpulan data.