

(Kredit: Ponomarenko Anastasia/Shutterstock)
WINSTON-SALEM, NC — Bagaimana jika otak Anda bisa mengecilkan rasa pedas pada makanan pedas Anda? Penelitian menunjukkan bahwa ekspektasi kita mungkin menjadi bahan rahasia dalam cara kita mencicipi rasa pedas, mengungkapkan hubungan menarik antara pikiran dan selera.
Para peneliti dari berbagai institusi di Tiongkok dan Amerika Serikat telah menemukan wawasan menarik tentang bagaimana ekspektasi kita memengaruhi pengalaman kita terhadap makanan pedas. Temuan mereka, dipublikasikan di Biologi PLOS, mengungkapkan bahwa ekspektasi positif dapat menurunkan intensitas rasa pedas dan mengaktifkan wilayah otak yang terkait dengan kesenangan dan pemikiran tingkat tinggi. Di sisi lain, ekspektasi negatif dapat membuat makanan pedas terasa kurang nikmat dan memicu respons saraf yang biasanya dikaitkan dengan rasa sakit.
Penelitian yang dipimpin oleh Yi Luo dan rekannya ini melibatkan 47 peserta yang menjalani pemindaian otak sambil mencicipi saus pedas dengan intensitas yang berbeda-beda. Apa yang membuat penelitian ini sangat menarik adalah bagaimana penelitian ini memisahkan efek dari ekspektasi sensoris (seberapa pedas saus yang kita harapkan) dari ekspektasi hedonis (seberapa besar kita mengantisipasi untuk menikmati atau tidak menyukainya).
Untuk menciptakan ekspektasi yang berbeda ini, para peneliti menggunakan desain yang cerdas. Peserta diberi saus pedas berintensitas tinggi, saus pedas berintensitas rendah, atau air sambil berbaring di pemindai fMRI. Sebelum setiap pencicipan, mereka diperlihatkan isyarat netral (ikon cabai abu-abu) atau isyarat intensitas (paprika berwarna yang menunjukkan tingkat kepedasan).
Di sinilah hal yang menarik: para peneliti tidak hanya melihat bagaimana isyarat ini memengaruhi pengalaman setiap orang. Mereka membagi peserta menjadi dua kelompok berdasarkan preferensi mereka – mereka yang menyukai makanan pedas dan mereka yang tidak. Hal ini memungkinkan mereka untuk memeriksa bagaimana ekspektasi positif (mengantisipasi pengalaman pedas yang menyenangkan) berbeda dari ekspektasi negatif (takut panas) ketika dihadapkan pada masukan sensorik yang sama.
Hasilnya membuka mata. Bagi penggemar rempah-rempah, melihat isyarat yang memperkirakan saus akan pedas sebenarnya membuat mereka menilai saus dengan intensitas rendah sebagai saus yang kurang pedas dibandingkan ketika mereka tidak mengharapkannya. Otak mereka juga menunjukkan peningkatan aktivitas di wilayah yang terkait dengan integrasi informasi dan pemrosesan penghargaan, seperti insula anterior, korteks prefrontal dorsolateral, dan korteks cingulate anterior dorsal.


Sebaliknya, peserta yang tidak menyukai makanan pedas mempunyai pengalaman berbeda. Ketika mereka mengetahui saus pedas akan datang, mereka tidak serta merta menilai saus tersebut lebih pedas, namun mereka melaporkan bahwa mereka kurang menikmatinya. Yang lebih menarik lagi, otak mereka menunjukkan peningkatan aktivitas dalam jaringan yang disebut Neurological Pain Signature (NPS), yang biasanya dikaitkan dengan pemrosesan rasa sakit dan ketidaknyamanan.
Temuan ini menunjukkan bahwa ekspektasi kita tidak hanya memengaruhi penilaian sadar kita terhadap suatu pengalaman – namun juga membentuk cara otak kita memproses informasi sensorik pada tingkat mendasar. Bagi pecinta rempah-rempah, ekspektasi positif tampaknya melibatkan proses kognitif tingkat tinggi yang dapat meredam persepsi pedas dan meningkatkan kenikmatan. Bagi mereka yang takut panas, ekspektasi negatif tampaknya memicu jaringan pemrosesan rasa sakit di otak, sehingga berpotensi memperburuk ketidaknyamanan.
Mungkin hal-hal yang bisa dibawa pulang ini bahkan bisa melampaui meja makan. Hal ini menambah pemahaman kita tentang bagaimana faktor kognitif seperti ekspektasi dapat memodulasi pengalaman sensorik, yang dapat diterapkan di berbagai bidang mulai dari pemasaran hingga manajemen nyeri. Misalnya, efek plasebo dalam pengobatan – di mana keyakinan pasien terhadap suatu pengobatan dapat menghasilkan perbaikan nyata – dapat terjadi melalui mekanisme serupa.
Terlebih lagi, ini bukan hanya tentang apa yang kita rasakan tetapi bagaimana kita mengantisipasi dan menafsirkan sensasi tersebut. Kerangka mental ini secara signifikan dapat mengubah pengalaman subjektif kita dan bahkan aktivitas saraf yang mendasarinya.
Pertimbangkan bagaimana hal ini dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Penggemar rempah-rempah yang melihat label “ekstra pedas” pada suatu hidangan mungkin akan mempersiapkan mentalnya dan pada akhirnya menikmati pengalaman rasa yang intens. Seseorang yang tidak menyukai makanan pedas, melihat label yang sama, mungkin akan merasa tidak nyaman dan akhirnya mendapatkan pengalaman yang lebih negatif — meskipun tingkat kepedasan sebenarnya sama untuk kedua individu.
Restoran, produsen makanan, dan bahkan juru masak rumahan mungkin memanfaatkan wawasan ini untuk meningkatkan kenikmatan pengunjung. Menetapkan ekspektasi positif saja – melalui deskripsi menu, kemasan, atau presentasi – berpotensi membuat makanan lebih nikmat bagi sebagian orang.
Namun, penting untuk dicatat bahwa penelitian ini memiliki keterbatasan. Ukuran sampelnya relatif kecil, dan pengaturan laboratorium dengan pemindaian fMRI tidak sepenuhnya mencerminkan pengalaman makan di dunia nyata. Selain itu, fokus pada makanan pedas mungkin tidak dapat digeneralisasi untuk semua jenis pengalaman rasa atau masukan sensorik.
Namun demikian, penelitian ini menawarkan gambaran menarik tentang mekanisme saraf di balik kebijaksanaan kuno yang menyatakan bahwa pola pikir kita penting. Hal ini menunjukkan bahwa, sampai batas tertentu, kita mungkin bisa melatih diri kita untuk lebih menikmati makanan tertentu dengan mendekati makanan tersebut dengan harapan positif. Sebaliknya, hal ini menyoroti bagaimana ekspektasi negatif berpotensi memperbesar ketidaknyamanan atau ketidaksenangan.
Saat kami mencerna temuan ini, jelas bahwa pepatah lama “Anda adalah apa yang Anda makan” mungkin perlu diperbarui. Mungkin lebih tepat untuk mengatakan, “Anda merasakan apa yang Anda pikirkan.” Penelitian ini mengingatkan kita akan kekuatan luar biasa yang dimiliki pikiran kita untuk membentuk realitas kita, dengan satu gigitan pedas dalam satu waktu.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti menggunakan desain eksperimental yang cerdas untuk mempelajari bagaimana ekspektasi memengaruhi pengalaman kita terhadap makanan pedas. Peserta berbaring di pemindai fMRI dan menerima semprotan saus berbumbu tinggi, saus berbumbu rendah, atau air. Sebelum mencicipi, mereka melihat isyarat netral (paprika abu-abu) atau isyarat intensitas (paprika berwarna menunjukkan kepedasan). Peserta terus-menerus menilai pengalaman mereka dalam dua skala: seberapa pedas rasanya dan seberapa mereka menyukainya. Eksperimen ini memiliki dua proses – satu dengan isyarat netral dan satu lagi dengan isyarat intensitas. Dengan membandingkan tanggapan antara orang-orang yang menyukai atau tidak menyukai makanan pedas, para peneliti dapat memisahkan efek ekspektasi sensorik dari ekspektasi hedonis.
Hasil Utama
Studi ini menemukan bahwa ekspektasi secara signifikan memengaruhi penilaian subjektif dan aktivitas otak, namun dengan cara yang berbeda bagi pecinta rempah-rempah dan penghindar rempah-rempah. Penggemar rempah-rempah menilai saus dengan intensitas rendah kurang pedas ketika diberi isyarat intensitas, dan menunjukkan peningkatan aktivitas otak di wilayah yang terkait dengan integrasi informasi dan penghargaan. Mereka yang tidak menyukai makanan pedas tidak menilai saus tersebut lebih pedas, namun melaporkan bahwa mereka kurang menikmatinya, dan menunjukkan peningkatan aktivitas di wilayah otak yang memproses rasa sakit.
Keterbatasan Studi
Penelitian ini memiliki ukuran sampel yang relatif kecil yaitu 47 peserta, yang mungkin membatasi kemampuan generalisasinya. Pengaturan laboratorium dengan pemindaian fMRI tidak secara sempurna meniru pengalaman makan di dunia nyata. Fokus pada makanan pedas mungkin tidak berlaku untuk semua pengalaman rasa atau masukan sensorik. Selain itu, desain studi, meskipun cerdas, memperkenalkan beberapa kompleksitas yang dapat mempengaruhi hasil, seperti urutan isyarat netral dan intensitas.
Diskusi & Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa ekspektasi kita tidak hanya memengaruhi persepsi sadar kita, namun sebenarnya membentuk cara otak kita memproses informasi sensorik. Ekspektasi positif tampaknya melibatkan proses kognitif tingkat tinggi yang dapat mengurangi rasa pedas dan meningkatkan kenikmatan, sementara ekspektasi negatif mungkin memicu jaringan pemrosesan rasa sakit. Temuan ini memiliki penerapan potensial di berbagai bidang seperti pemasaran makanan, manajemen nyeri, dan pemahaman efek plasebo. Mereka juga menyoroti interaksi yang kompleks antara masukan sensorik, preferensi pribadi, dan harapan dalam membentuk pengalaman kita.
Pendanaan & Pengungkapan
Penelitian ini didukung oleh berbagai sumber pendanaan, termasuk hibah dari Shanghai Science and Technology Commission, National Natural Science Foundation of China, dan National Institutes of Health. Para penulis menyatakan tidak ada kepentingan yang bersaing. Perlu dicatat bahwa meskipun informasi pendanaan ini disediakan, pembaca harus selalu mempertimbangkan potensi sumber bias dalam penelitian ilmiah.