Bayangkan kehilangan kemampuan menggerakkan lengan, berjalan, berbicara, dan bahkan bernapas sendiri. Inilah kenyataan pahit yang dihadapi pasien dengan amiotrofik lateral sklerosis (ALS), yang sering dikenal sebagai penyakit Lou Gehrig. Hebatnya, beberapa pasien akhirnya menentang prognosis yang menghancurkan ini. Kini, dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Neurologipara peneliti telah mengungkap petunjuk genetik yang dapat menjelaskan mengapa individu langka ini mengalami pembalikan gejala ALS yang luar biasa.
ALS, yang sering disebut sebagai penyakit Lou Gehrig, adalah kondisi neurologis yang secara progresif menghancurkan neuron motorik, sel saraf yang bertanggung jawab untuk mengendalikan gerakan otot sukarela. Saat neuron ini mati, pasien secara bertahap kehilangan kendali atas tubuh mereka. Penyakit ini biasanya tidak kenal ampun, dengan sebagian besar pasien terperangkap dalam kulit mereka sendiri sebelum meninggal dalam waktu 2-5 tahun setelah diagnosis.
Namun, dalam sebuah perubahan menarik yang telah membingungkan para peneliti selama sedikitnya 60 tahun, beberapa pasien entah bagaimana bertahan hidup dan mendapatkan kembali kemampuan mereka yang hilang. Orang-orang ini, yang dijuluki “ALS Reversals,” awalnya memperlihatkan semua ciri khas penyakit tersebut tetapi kemudian mengalami peningkatan substansial dan berkelanjutan dalam kondisi mereka. Seolah-olah tubuh mereka telah menemukan cara untuk menekan tombol jeda pada ALS, atau bahkan memutar balik waktu.
“Dengan penyakit neurologis lainnya, kini ada pengobatan yang efektif,” kata Dr. Richard Bedlack, Profesor Stewart, Hughes, dan Wendt di Departemen Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Duke, dalam sebuah pernyataan. “Namun, kami masih belum memiliki pilihan yang bagus untuk pasien ini, dan kami sangat perlu menemukan berbagai hal. Penelitian ini memberikan titik awal untuk mengeksplorasi bagaimana pembalikan biologis ALS terjadi dan bagaimana kami dapat memanfaatkan efek tersebut secara terapeutik.”
Untuk mengungkap misteri medis ini, para peneliti di Duke Health dan St. Jude's Research Hospital melakukan studi asosiasi genom secara luas (GWAS), dengan membandingkan susunan genetik 22 pasien ALS Reversal dengan pasien ALS pada umumnya. Hasilnya sangat mengejutkan.
Tim tersebut mengidentifikasi varian genetik tertentu yang secara signifikan lebih umum pada kelompok Reversal. Varian ini, yang dikenal sebagai polimorfisme nukleotida tunggal (SNP), dikaitkan dengan penurunan kadar protein yang menghalangi jalur pensinyalan IGF-1. Dalam istilah yang lebih sederhana, ini seperti mengecilkan volume gen yang mungkin berkontribusi terhadap perkembangan ALS.
Yang membuat temuan ini sangat menarik adalah implikasi potensialnya terhadap pengobatan. IGF-1, atau faktor pertumbuhan mirip insulin 1, telah lama menjadi target penelitian ALS karena perannya dalam melindungi neuron motorik. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pasien ALS dengan perkembangan penyakit yang cepat cenderung memiliki kadar protein IGF-1 yang lebih rendah. Namun, uji klinis yang bertujuan untuk meningkatkan kadar IGF-1 telah menghasilkan hasil yang mengecewakan.
Penemuan baru ini menunjukkan pendekatan baru untuk menargetkan jalur IGF-1.
“Meskipun mungkin tidak efektif untuk sekadar memberikan IGF-1 kepada orang, penelitian kami menunjukkan bahwa kita mungkin punya cara lain untuk melakukannya dengan mengurangi kadar protein penghambat ini,” kata Dr. Jesse Crayle, salah satu penulis utama penelitian tersebut. “Ada kemungkinan juga bahwa penelitian sebelumnya dengan IGF-1 tidak diberi dosis yang memadai atau perlu diberi dosis dengan cara yang berbeda.”
Jika dikonfirmasi oleh penelitian lebih lanjut, temuan ini dapat membuka jalan baru untuk pengobatan ALS. Para ilmuwan mungkin dapat mengembangkan terapi yang meniru efek varian genetik ini, yang berpotensi memperlambat atau bahkan membalikkan perjalanan penyakit pada populasi pasien yang lebih luas.
Meskipun penelitian ini merupakan langkah maju yang signifikan, jalan menuju pengembangan pengobatan baru berdasarkan temuan ini kemungkinan akan panjang dan penuh tantangan. Meskipun demikian, bagi komunitas ALS, secercah harapan adalah berita baik dalam perjuangan melawan penyakit mengerikan ini.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti melakukan studi asosiasi genom secara luas (GWAS), dengan membandingkan data genetik dari 22 pasien ALS Reversal dengan dua kelompok kontrol terpisah dari pasien ALS yang khas: 103 dari satu studi dan 140 dari studi lainnya. Mereka menggunakan metode statistik tingkat lanjut untuk mengidentifikasi perbedaan genetik yang signifikan antara kelompok-kelompok tersebut, dengan fokus pada polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) – tempat di mana satu huruf dalam kode DNA berbeda di antara individu.
Hasil
Studi ini mengidentifikasi hubungan yang signifikan antara fenotipe ALS Reversal dan SNP tertentu. Varian genetik ini tampaknya mengurangi kadar protein yang menghalangi jalur pensinyalan IGF-1. Peserta dengan varian ini memiliki kemungkinan 12 kali lebih besar untuk mengalami pemulihan dibandingkan mereka yang tidak memilikinya.
Keterbatasan
Keterbatasan utama penelitian ini adalah ukuran sampelnya yang kecil, terutama pada kelompok ALS Reversal. Hal ini tidak dapat dihindari karena fenotipe ALS Reversal yang langka, tetapi berarti temuannya perlu ditafsirkan dengan hati-hati. Selain itu, tanpa data neuropatologi dari pasien ALS Reversal, peneliti tidak dapat menyimpulkan secara pasti apakah kasus-kasus ini merupakan bentuk ALS yang kurang agresif atau kondisi yang sama sekali berbeda yang menyerupai ALS.
Diskusi dan Kesimpulan
Para peneliti berhipotesis bahwa berkurangnya ekspresi protein yang menghalangi jalur IGF-1 dapat menyebabkan peningkatan efek neuroprotektif. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan potensi manfaat IGF-1 pada ALS. Meskipun penelitian ini tidak memberikan jawaban pasti, penelitian ini membuka jalan baru untuk penelitian tentang pengobatan ALS dan menggarisbawahi pentingnya mempelajari kasus-kasus luar biasa dalam memahami penyakit yang kompleks.
Pendanaan dan Pengungkapan
Penelitian ini menerima dukungan dana dari beberapa sumber, termasuk Duke ALS Patient Gift Fund, ALSAC (organisasi penggalangan dana dan penyadaran Rumah Sakit Riset Anak St. Jude), ALS Association, National Institutes of Health, dan National Cancer Institute. Beberapa penulis melaporkan menerima dukungan penelitian atau bekerja sebagai konsultan untuk berbagai perusahaan farmasi dan bioteknologi, tetapi hubungan ini tidak terkait langsung dengan penelitian saat ini.