

(© Studio Stok – stock.adobe.com)
LEIPZIG, Jerman — Bagaimana jika revolusi tenaga surya berikutnya tidak datang dari panel silikon berteknologi tinggi, namun dari beberapa penghuni terkecil di bumi? Para ilmuwan telah menemukan bahwa organisme mikroskopis mungkin memegang kunci bagi teknologi energi terbarukan generasi baru yang dapat memberi daya pada perangkat sekaligus melawan perubahan iklim.
Studi menarik yang dipublikasikan di Ilmu Lingkungan dan Ekoteknologi mengungkap bagaimana pembangkit tenaga listrik kecil ini dapat mengubah sinar matahari langsung menjadi listrik, sehingga menawarkan solusi unik terhadap kebutuhan energi kita yang terus meningkat.
Biofotovoltaik (BPV) mewakili perpaduan inovatif antara biologi dan teknologi, di mana mikroorganisme fotosintetik berfungsi sebagai panel surya hidup. Tidak seperti sel surya tradisional, sistem biologis ini dapat dirakit, dipelihara, dan diperbaiki sendiri, sehingga berpotensi lebih berkelanjutan dan hemat biaya dalam jangka panjang.
Inti dari penelitian ini terdapat mikroorganisme luar biasa yang disebut Sinekokistik (diucapkan sin-eh-ko-sis-tis). Selama miliaran tahun, organisme mikroskopis ini telah menyempurnakan seni menangkap energi matahari. Mereka dapat memecah molekul air menggunakan sinar matahari, melepaskan elektron yang dapat dimanfaatkan sebagai listrik, sekaligus menghilangkan karbon dioksida dari udara seperti yang dilakukan tanaman selama fotosintesis.
Para peneliti di Pusat Penelitian Lingkungan Helmholtz di Leipzig, Jerman menyelidiki cara mikroba ini menghasilkan listrik. Investigasi mereka berfokus pada pemahaman bagaimana elektron mengalir melalui mesin seluler dan bagaimana proses ini dapat dioptimalkan untuk produksi energi yang lebih baik.
Panel surya modern mengubah sinar matahari langsung menjadi listrik melalui bahan semikonduktor. Sebaliknya, sistem biofotovoltaik menggunakan organisme hidup yang melakukan fotosintesis, memecah molekul air menjadi oksigen, proton, dan elektron. Elektron ini kemudian bergerak melalui mesin internal sel sebelum dikumpulkan oleh elektroda, sehingga menghasilkan arus listrik yang dapat digunakan.
Para ilmuwan menemukan bahwa penambahan mediator kimia disebut ferisianida membantu memindahkan elektron dari mikroba ke elektroda. Proses ini bersaing dengan jalur alami organisme yang memakan elektron, khususnya dengan protein yang disebut flavodiiron yang biasanya melindungi sel dari energi berlebih. Memahami persaingan ini memberikan wawasan penting untuk meningkatkan efisiensi sistem.
Yang mengejutkan, tim peneliti menemukan bahwa pemanenan elektron untuk produksi listrik tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, respirasi, atau kemampuan untuk memperbaiki karbon dioksida. Penemuan ini menunjukkan bahwa panel surya hidup ini berpotensi menghasilkan listrik sambil mempertahankan fungsi biologis alaminya, termasuk menangkap karbon dioksida di atmosfer.
Temuan yang sangat menarik mengungkapkan bahwa mikroorganisme ini dapat menyesuaikan sistem transpor elektron internal mereka untuk mengakomodasi produksi listrik dan proses seluler yang penting. Dalam kondisi tertentu, bakteri dapat mengalihkan kelebihan elektron ke pembangkit listrik tanpa mengorbankan kebutuhan kelangsungan hidup mereka.
Yang paling menarik, penelitian ini menunjukkan bahwa sistem biofotovoltaik mungkin menawarkan solusi elegan terhadap masalah umum dalam proses fototropik: regulasi pH. Tidak seperti sistem bioelektrokimia lainnya, panel surya hidup ini secara alami menjaga keseimbangan pH yang stabil, sehingga berpotensi mengurangi kebutuhan akan sistem kontrol yang mahal.
Melihat ke masa depan, penelitian ini membuka kemungkinan baru untuk mengintegrasikan teknologi BPV dengan aplikasi bioteknologi yang ada. Bayangkan bangunan-bangunan yang dilapisi panel surya hidup yang tidak hanya menghasilkan listrik tetapi juga menangkap karbon dioksida dari atmosfer, sehingga berkontribusi terhadap produksi energi dan mitigasi perubahan iklim.
“Penelitian ini memberikan pemahaman tingkat molekuler tentang aliran elektron fotosintesis dalam sistem BPV, membuka jalan bagi desain yang lebih efisien,” jelas para penulis.
Meskipun keluaran listrik saat ini masih lebih rendah dibandingkan panel surya tradisional, sifat sistem biologis yang dapat menjaga dirinya sendiri dan kemampuannya untuk berfungsi sebagai penyerap karbon menjadikannya alternatif yang menarik untuk produksi energi berkelanjutan. Seiring dengan semakin dalamnya pemahaman kita tentang pembangkit listrik mikroskopis ini, kita semakin dekat untuk memanfaatkan potensi penuhnya dalam upaya mencari solusi energi terbarukan.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para ilmuwan membudidayakan Synechocystis sp. PCC 6803 dalam reaktor yang dirancang khusus dilengkapi dengan elektroda kain karbon dan berbagai sistem pemantauan. Mereka menggunakan berbagai teknik analisis, termasuk spektrometri massa, pengukuran fluoresensi, dan metode spektroskopi, untuk melacak aliran elektron dan respons seluler dalam kondisi berbeda.
Hasil
Penelitian mengungkapkan bahwa sistem biofotovoltaik dapat menghasilkan listrik tanpa berdampak signifikan pada fungsi inti organisme. Penambahan ferricyanide sebagai mediator membantu memfasilitasi transfer elektron sekaligus bersaing dengan proses alami yang memakan elektron, khususnya protein flavodiiron.
Keterbatasan
Output daya dari sistem biologis ini masih jauh lebih rendah dibandingkan panel surya konvensional. Selain itu, penelitian ini berfokus pada satu spesies cyanobacteria dalam kondisi laboratorium terkendali, yang mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan penerapannya di dunia nyata.
Poin Penting
Penelitian ini memberikan wawasan mendasar tentang fungsi panel surya biologis pada tingkat molekuler, dan memberikan informasi penting untuk mengoptimalkan sistem ini. Studi ini menunjukkan potensi pengembangan teknologi energi berkelanjutan yang menggabungkan pembangkit listrik dengan penangkapan karbon.
Pendanaan dan Pengungkapan
Penelitian ini didukung oleh Dewan Beasiswa Tiongkok, Kementerian Pendidikan dan Penelitian Federal, Jerman, dan proyek PROMICON aksi penelitian dan inovasi EU Horizon 2020. Para penulis menyatakan tidak ada kepentingan finansial yang bersaing.
Informasi Publikasi
Studi ini dipublikasikan di Ilmu Lingkungan dan EkoteknologiVolume 23, 2025, Pasal 100519. Penelitian tersebut dilakukan oleh para ilmuwan dari Helmholtz Center for Environmental Research – UFZ, University Kassel, dan institusi terkait.