

(Kredit: FOTOKITA/Shutterstock)
PLYMOUTH, Inggris Raya — Trik sulap telah lama memikat penonton dengan membuat hal yang mustahil menjadi mungkin. Namun, ada fenomena aneh di dunia ilusi: langkanya trik sulap yang hanya mengandalkan suara. Pengamatan menarik ini mengarahkan para peneliti untuk mengeksplorasi perbedaan mendasar antara cara otak kita memproses informasi visual dan pendengaran, sehingga berpotensi mengungkap wawasan baru tentang mengapa telinga kita lebih sulit dibodohi daripada mata kita.
Tim peneliti, yang dipimpin oleh Gustav Kuhn, seorang Associate Professor di bidang Psikologi di Universitas Plymouth, mulai memahami mengapa menciptakan pengalaman ajaib hanya dengan menggunakan suara terbukti sangat menantang. Temuan mereka, dipublikasikan di Tren Ilmu Kognitiftidak hanya menjelaskan sifat trik sulap tetapi juga menunjukkan pentingnya membuat sulap lebih mudah diakses oleh penyandang tunanetra.
Para peneliti memulai dengan memeriksa lanskap trik sulap saat ini, dan menemukan bahwa meskipun ilusi visual berlimpah, trik yang melibatkan indera lain seperti sentuhan jarang terjadi, dan trik yang hanya berfokus pada persepsi pendengaran hampir tidak ada. Perbedaan yang mencolok ini sangat membingungkan mengingat prevalensi ilusi pendengaran dalam kehidupan kita sehari-hari. Misalnya, suara stereo memanipulasi pengaturan waktu audio di antara telinga kita untuk menciptakan ilusi suara yang datang dari arah yang berbeda, dan film sering kali menggunakan nada Shepard – ilusi pendengaran yang memberikan kesan nada yang meninggi tanpa henti – untuk membangun ketegangan dan membuat penonton tetap menonton. tepian.
Sebaliknya, trik sulap mengandalkan penciptaan konflik sadar antara apa yang kita alami dan apa yang kita yakini mungkin terjadi. Mereka mengeksploitasi keterbatasan persepsi dan kognitif kita untuk menciptakan ilusi ketidakmungkinan. Yang terpenting, setelah kita memahami cara kerja sebuah trik sulap, rasa ingin tahu akan hilang – tidak seperti ilusi persepsi, yang dapat bertahan bahkan ketika kita mengetahui sifat aslinya.
Jadi, mengapa trik sulap visual berlimpah sedangkan trik sulap pendengaran masih sulit dipahami? Para peneliti mengusulkan beberapa kemungkinan menarik. Sebuah teori menyatakan bahwa kita mungkin lebih cenderung menganggap kegagalan penglihatan sebagai suatu hal yang mustahil dibandingkan dengan kegagalan serupa dalam pendengaran. Hal ini mungkin terjadi karena orang yang dapat melihat lebih mengandalkan penglihatannya untuk menavigasi dunia, sehingga membuat kita lebih mempercayai apa yang kita lihat daripada apa yang kita dengar.
Pertimbangkan eksperimen “ilusi gorila” yang terkenal, di mana peserta yang fokus menghitung operan bola basket sering kali gagal melihat seseorang yang mengenakan kostum gorila berjalan melewati tempat kejadian. Fenomena visual ini, yang dikenal sebagai kebutaan yang tidak disengaja, mengejutkan para ilmuwan dan masyarakat – kita tidak akan melewatkan sesuatu yang ada di depan mata kita. Menariknya, eksperimen pendengaran analog di mana orang tidak menyadari perubahan dalam saluran audio yang tidak diawasi tidak menimbulkan tingkat keheranan yang sama.
Penjelasan menarik lainnya terletak pada berbagai jenis informasi yang diberikan mata dan telinga kita tentang dunia. Penglihatan memberi kita gambaran terus-menerus tentang lingkungan fisik kita, memungkinkan kita menyimpulkan sifat-sifat dan perubahan dalam lingkungan. Ketika sebuah objek menghilang dari pandangan kita, objek tersebut seakan-akan menghilang dari dunia kita sepenuhnya. Sebaliknya, suara bersifat sementara – ketika suara berhenti, itu berarti benda tersebut berhenti bergetar, bukan berarti benda tersebut hilang sama sekali.
Perbedaan dalam cara kita memandang kegigihan rangsangan visual dan pendengaran mungkin menjelaskan mengapa banyak trik sulap melibatkan objek yang muncul, menghilang, atau berubah sifat. Peristiwa seperti itu menentang pemahaman kita tentang bagaimana seharusnya benda padat dan berwujud berperilaku di dunia visual. Objek pendengaran, yang sifatnya lebih fana, tidak memberikan kontradiksi yang kuat terhadap keyakinan kita tentang dunia ketika objek tersebut muncul atau menghilang secara tidak terduga.


Para peneliti juga menunjukkan perbedaan halus namun penting dalam cara kita menggambarkan pengalaman visual dan pendengaran.
“Jika Anda melihat terompet, Anda tidak mengatakan 'Saya melihat persepsi terompet.' Namun jika Anda mendengar terompet, kemungkinan besar Anda akan berkata, 'Saya mendengar suara terompet.' Perbedaan seperti ini tidak kami pikirkan,” jelas Kuhn dalam rilis media.
Perbedaan dalam cara kita mengonseptualisasikan pengalaman visual dan pendengaran dapat berkontribusi pada kesulitan dalam menciptakan trik sulap pendengaran yang membangkitkan rasa ketidakmungkinan yang sama seperti rekan visualnya.
Meskipun ada kemungkinan bahwa pesulap tidak pernah mempertimbangkan untuk menciptakan trik pendengaran, para peneliti yakin hal ini tidak mungkin terjadi mengingat kreativitas dan kekayaan sejarah dari kerajinan tersebut. Untuk mengeksplorasi lebih jauh kemungkinan ini dan berpotensi memicu inovasi di lapangan, tim meluncurkan kompetisi yang menantang para pesulap untuk menciptakan trik hanya dengan menggunakan suara, dan hasilnya diharapkan pada November 2024.
Kelangkaan trik sulap auditori menimbulkan pertanyaan penting mengenai inklusivitas dalam dunia sulap.
“Jika Anda terlahir buta, kemungkinan besar Anda tidak akan pernah mengalami trik sulap. Mengapa demikian?” tanya Kuhn. “Bisakah kita menciptakan trik yang bisa dinikmati dan dialami oleh para penyandang tunanetra?”
Penelitian ini tidak hanya mengundang penyelidikan lebih lanjut terhadap indera kita tetapi juga mendorong pengembangan pengalaman magis yang lebih inklusif.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti melakukan tinjauan komprehensif terhadap literatur sihir yang ada untuk mengidentifikasi trik apa pun yang hanya mengandalkan persepsi pendengaran non-verbal. Mereka juga mewawancarai pesulap terkemuka, menanyakan pengetahuan mereka tentang trik tersebut. Selain itu, mereka menantang para pesulap untuk menciptakan trik baru hanya berdasarkan persepsi pendengaran. Pendekatan multi-cabang ini memungkinkan tim untuk mengeksplorasi secara menyeluruh lanskap trik sulap pendengaran saat ini dan memahami mengapa trik tersebut mungkin sangat langka.
Hasil Utama
Studi ini menemukan tidak adanya trik sulap yang hanya mengandalkan persepsi pendengaran non-verbal. Meskipun tinjauan literatur ekstensif dan wawancara dengan pesulap berpengalaman, tidak ada contoh signifikan trik sulap pendengaran murni yang teridentifikasi. Bahkan ketika ditantang untuk menciptakan trik semacam itu, para pesulap kesulitan menemukan pesaing yang cocok. Kurangnya trik sulap pendengaran yang konsisten di berbagai sumber dan metode menunjukkan adanya perbedaan mendasar dalam bagaimana informasi visual dan pendengaran dapat digunakan untuk menciptakan pengalaman magis.
Keterbatasan Studi
Keterbatasan utama penelitian ini adalah ketergantungannya pada literatur yang ada dan pengetahuan para penyihir saat ini. Meskipun para peneliti berupaya untuk menjelaskannya secara komprehensif, mungkin saja ada beberapa trik sulap pendengaran yang tidak jelas, tetapi tidak ditemukan selama penyelidikan mereka. Selain itu, penelitian ini berfokus terutama pada tradisi sulap Barat dan mungkin tidak sepenuhnya memperhitungkan potensi trik sulap pendengaran dalam konteks budaya lain.
Diskusi & Kesimpulan
Para peneliti mengusulkan bahwa kurangnya trik sulap pendengaran mencerminkan perbedaan mendasar dalam cara kita memproses dan mempercayai informasi visual versus pendengaran. Mereka berpendapat bahwa kita mungkin lebih cenderung menerima kegagalan pendengaran sebagai hal yang normal, sedangkan kegagalan visual lebih cenderung dianggap sebagai hal yang mustahil. Studi ini juga menyoroti pentingnya kepermanenan objek dan representasi langsung dalam menciptakan pengalaman magis, yang mungkin lebih menantang untuk dicapai dengan rangsangan pendengaran. Wawasan ini tidak hanya menjelaskan sifat trik sulap tetapi juga memberikan perspektif berharga mengenai persepsi dan kognisi manusia secara lebih luas.
Pendanaan & Pengungkapan
Penelitian ini didukung oleh dana hibah dari Agence Nationale de Recherche (ANR-23-CE28-0011) kepada Cyril Thomas dan Gustav Kuhn. Para penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan terkait dengan penelitian ini.