Ekonom: 'Sains mungkin bukan obat mujarab seperti yang kita bayangkan'
ITHACA, New York — Dari filsuf kuno hingga ilmuwan masa kini, pencarian ilmu pengetahuan telah dianggap sebagai sesuatu yang baik. Namun, bagaimana jika asumsi itu salah? Sebuah studi baru menyajikan ide yang berlawanan dengan intuisi yang mengguncang cara kita berpikir tentang kemajuan.
Ekonom Kaushik Basu dari Universitas Cornell dan Jörgen Weibull dari Sekolah Ekonomi Stockholm telah mengungkap apa yang mereka sebut sebagai “kutukan pengetahuan” – situasi di mana peningkatan pemahaman terhadap suatu masalah secara paradoks dapat mengurangi kesejahteraan secara keseluruhan. Temuan mereka menantang intuisi kita tentang nilai inheren informasi dan menimbulkan pertanyaan yang menggugah pikiran tentang sisi negatif kemajuan ilmiah.
“Pengetahuan yang lebih besar selalu menjadi keuntungan bagi individu yang rasional,” para peneliti mencatat dalam makalah mereka, yang diterbitkan di Royal Society Ilmu Pengetahuan Terbuka“Namun, artikel ini menunjukkan bahwa bagi sekelompok individu yang rasional, pengetahuan yang lebih besar dapat menjadi bumerang, yang berujung pada hasil yang lebih buruk bagi semua orang.”
Bagaimana ini mungkin? Wawasan utamanya adalah bahwa dalam jenis interaksi tertentu antara orang-orang, memiliki lebih banyak informasi dapat mengubah perilaku dengan cara yang akhirnya merugikan semua orang yang terlibat.
Dilema Masker
Untuk memahami konsep yang berlawanan dengan intuisi ini, pertimbangkan contoh yang disederhanakan: Bayangkan sebuah masyarakat di mana setiap orang mengenakan masker selama musim flu karena mereka tahu bahwa hal itu secara umum mengurangi penularan, meskipun sedikit tidak nyaman. Secara keseluruhan, hal ini menyebabkan lebih sedikit penyakit dan kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Sekarang bayangkan para ilmuwan menemukan cara untuk mengukur secara tepat tingkat penularan berbagai jenis flu setiap hari. Berbekal pengetahuan baru ini, orang-orang hanya mengenakan masker pada hari-hari yang paling menular. Meskipun hal ini tampak rasional bagi setiap individu, hasilnya adalah penggunaan masker menurun secara keseluruhan dan lebih banyak orang yang jatuh sakit pada akhirnya.
Skenario ini menggambarkan bagaimana peningkatan pengetahuan tentang realitas yang ada – seperti biaya-manfaat mengenakan masker wajah untuk membantu mencegah penyebaran penyakit – dapat menghambat kerja sama di antara individu yang hanya mementingkan diri sendiri. Ketika setiap orang bertindak berdasarkan kepentingan pribadi mereka dengan informasi yang lebih sempurna, terkadang hal itu dapat menyebabkan hasil kolektif yang lebih buruk.
Dilema Tahanan Kemajuan
Para peneliti juga menunjukkan efek ini menggunakan teori permainan – model matematika interaksi strategis antara para pengambil keputusan rasional. Mereka menunjukkan bagaimana dalam jenis “permainan” atau skenario tertentu, pemain dengan pengetahuan lebih banyak tentang situasi akan membuat pilihan yang merugikan semua orang dibandingkan saat mereka memiliki lebih sedikit informasi.
Basu dan Weibull membangun argumen mereka menggunakan “Permainan Dasar” teoritis yang melibatkan dua pemain, di mana setiap pemain memiliki dua tindakan untuk dipilih, dengan hasil yang diharapkan untuk setiap kombinasi. Mereka kemudian menunjukkan bagaimana memperkenalkan opsi baru atau pemahaman yang lebih mendalam tentang hasil dapat mengarah pada situasi yang mirip dengan Dilema Tahanan yang terkenal, di mana rasionalitas individu mengarah pada hasil yang secara kolektif kurang optimal.
“Apa yang dirangkum dalam perumpamaan di atas adalah bahwa dalam beberapa interaksi, hasil yang buruk dapat menjadi hasil dari sains dan rasionalitas,” tulis Basu dan Weibull.
Perlombaan Menuju Kehancuran?
Implikasi dari karya ini jauh melampaui permainan sederhana. Para peneliti mengeksplorasi bagaimana proses evolusi dapat terjadi jika hanya beberapa orang yang awalnya memperoleh akses ke informasi baru. Mereka menemukan bahwa individu yang berpengetahuan cenderung mengalahkan yang tidak tahu dari waktu ke waktu, yang berpotensi mengarah pada “perlombaan menuju kehancuran” di mana semua orang berakhir dengan nasib yang lebih buruk saat informasi menyebar.
Hal ini menimbulkan pertanyaan yang menantang: Haruskah informasi yang berpotensi membahayakan dibatasi? Apakah kita memerlukan proses pengambilan keputusan kolektif yang lebih kuat untuk mengesampingkan insentif individu dalam beberapa kasus? Bagaimana kita dapat memperoleh manfaat dari peningkatan pengetahuan sambil mengurangi kerugiannya yang kadang-kadang terjadi?
“Sains dapat menghasilkan manfaat yang besar, tetapi kita memerlukan perlindungan,” kata Basu dalam sebuah pernyataan. “Apa saja perlindungan itu, kita tidak tahu. Namun, makalah ini mendesak kita untuk memperhatikan hal ini.”
Kekuatan Preemption
Meskipun penelitian tersebut menggambarkan gambaran yang mungkin suram, para penulis juga menawarkan harapan. Mereka menunjukkan contoh-contoh tindakan pencegahan yang berhasil sepanjang sejarah, seperti penyusunan konstitusi yang mengantisipasi dan mengatasi masalah-masalah di masa mendatang. “Undang-undang pencegahan seperti itu telah memberikan manfaat besar bagi umat manusia,” tulis mereka.
Para peneliti menyarankan bahwa menumbuhkan norma sosial dan motivasi moral yang lebih kuat dapat membantu menyelaraskan kepentingan individu dan kolektif, yang berpotensi menghilangkan kutukan pengetahuan. Dengan mendorong orang untuk mempertimbangkan kebaikan yang lebih besar, bukan hanya kepentingan langsung mereka sendiri, kita mungkin dapat memanfaatkan kekuatan pengetahuan tanpa menjadi korban jebakannya.
Saat kita terus mendorong batas-batas pemahaman manusia, karya ini berfungsi sebagai pengingat tepat waktu bahwa informasi tidak selalu baik. Mengelola kekuatan pengetahuan secara bertanggung jawab mungkin menjadi salah satu tantangan besar di era informasi kita – tantangan yang harus kita hadapi untuk memastikan bahwa pencarian kita akan pengetahuan benar-benar mengarah pada dunia yang lebih baik untuk semua.
“Kami berasumsi bahwa terobosan ilmiah yang memberi kita pemahaman lebih mendalam tentang dunia hanya dapat membantu,” simpul Basu. “Makalah kami menunjukkan bahwa di dunia nyata, di mana banyak orang hidup dan berusaha sendiri-sendiri atau dalam kelompok kecil untuk meraih kesuksesan bagi diri mereka sendiri, intuisi ini mungkin tidak berlaku. Sains mungkin bukan obat mujarab seperti yang kita bayangkan.”
Ringkasan Makalah
Metodologi
Para peneliti menggunakan teori permainan untuk memodelkan interaksi antara individu dalam kondisi informasi yang berbeda. Mereka menganalisis “Permainan Dasar” teoritis dengan dua pemain, yang masing-masing memiliki dua kemungkinan tindakan. Mereka kemudian mengeksplorasi bagaimana memperkenalkan opsi baru atau pemahaman yang lebih mendalam tentang hasil dapat mengubah hasil. Dengan menggunakan analisis matematika, mereka mengidentifikasi kondisi di mana peningkatan pengetahuan mengarah pada kesejahteraan keseluruhan yang lebih rendah, yang didefinisikan sebagai hasil rata-rata di antara semua pemain.
Hasil
Studi tersebut menemukan bahwa dalam jenis permainan tertentu, memiliki informasi yang sempurna tentang kondisi terkini menghasilkan hasil yang diharapkan lebih rendah bagi semua pemain dibandingkan ketika mereka bertindak hanya berdasarkan probabilitas. “Kutukan pengetahuan” ini terjadi ketika pilihan rasional individu di bawah informasi lengkap menghasilkan hasil kolektif yang lebih buruk daripada pilihan yang dibuat di bawah ketidakpastian. Efeknya tetap ada bahkan ketika proses evolusi memilih individu yang lebih berpengetahuan dari waktu ke waktu.
Keterbatasan
Studi ini mengandalkan model teori permainan yang disederhanakan yang mungkin tidak sepenuhnya menangkap kompleksitas interaksi di dunia nyata. Para peneliti mengakui bahwa temuan mereka mungkin tidak berlaku dalam semua skenario dan bahwa ada banyak kasus di mana peningkatan pengetahuan jelas bermanfaat. Pekerjaan ini bersifat teoritis dan akan bermanfaat dari pengujian empiris dalam pengaturan eksperimental atau dunia nyata.
Diskusi dan Kesimpulan
Makalah ini menantang kearifan konvensional tentang nilai inheren informasi dan menyoroti potensi sisi negatif kemajuan ilmiah yang sering kali diabaikan. Makalah ini menyarankan perlunya pertimbangan cermat tentang bagaimana pengetahuan baru dapat mengubah insentif dan perilaku dengan cara yang dapat merugikan secara kolektif. Para penulis membahas implikasi kebijakan potensial, seperti tindakan pencegahan dan kesepakatan, sambil mengakui kesulitan mengantisipasi tantangan di masa mendatang. Mereka menekankan pentingnya menumbuhkan norma sosial dan motivasi moral yang dapat membantu menyelaraskan kepentingan individu dan kolektif.
Pendanaan dan Pengungkapan
Pendanaan untuk penelitian ini berasal dari Jan Wallander dan Tom Hedelius Foundation. Para penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan.