

Wanita sedang makan salad (© Prostock-studio – stock.adobe.com)
Kota Minneapolis – Rahasia untuk menjaga ketajaman pikiran mungkin tersembunyi di dapur Anda. Sebuah studi baru menunjukkan bahwa mengikuti diet tertentu dapat menurunkan risiko Anda mengalami masalah ingatan di kemudian hari. Diet yang dimaksud? Diet ini disebut diet MIND, dan mungkin saja ini adalah sahabat baru otak Anda.
Diet MIND bukan sekadar tren sesaat. Diet ini merupakan kombinasi yang dirancang dengan cermat dari dua rencana makan yang terkenal: diet Mediterania dan diet DASH. MIND merupakan singkatan dari Mediterranean-DASH Intervention for Neurodegenerative Delay, dan diet ini sesuai dengan namanya dengan berfokus pada makanan yang diyakini bermanfaat bagi kesehatan otak.
Jadi, apa saja yang ada di menu? Bayangkan sepiring penuh sayuran hijau seperti bayam dan kangkung, sayuran berwarna-warni, biji-bijian utuh, dan seporsi ikan atau unggas. Sekarang, tambahkan segenggam kacang, taburan beri, dan sedikit minyak zaitun. Inilah inti dari diet MIND, menurut para peneliti yang menerbitkan karya mereka di Neurologijurnal medis dari American Academy of Neurology.
Diet ini memprioritaskan makanan yang dapat meningkatkan kinerja otak dan membatasi makanan yang kurang bermanfaat. Diet ini merekomendasikan untuk mengurangi konsumsi daging merah, makanan cepat saji, makanan yang digoreng, kue kering, dan makanan manis. Bagi mereka yang juga gemar minum minuman beralkohol, ada kabar baik – segelas anggur sehari termasuk dalam daftar yang disetujui.


Dr. Russell P. Sawyer dari University of Cincinnati dan timnya berupaya menyelidiki apakah diet MIND benar-benar dapat memberikan dampak pada kesehatan kognitif. Studi mereka mengesankan baik dari segi skala maupun durasi, dengan melibatkan 14.145 orang selama rata-rata 10 tahun. Para peserta, dengan usia rata-rata 64 tahun, merupakan kelompok yang beragam – 70% berkulit putih dan 30% berkulit hitam.
“Kami khususnya tertarik untuk mengetahui apakah pola makan memengaruhi risiko gangguan kognitif pada peserta studi berkulit hitam dan putih,” jelas Dr. Sawyer dalam rilis media.
Peserta mengisi kuesioner tentang kebiasaan makan mereka selama setahun terakhir. Para peneliti kemudian menilai pola makan setiap orang berdasarkan seberapa dekat pola makan tersebut dengan rekomendasi diet MIND. Mereka membagi peserta menjadi tiga kelompok: kepatuhan rendah, sedang, dan tinggi terhadap diet.
Setelah satu dekade tindak lanjut, hasilnya meyakinkan. Di antara 4.456 orang dalam kelompok dengan kepatuhan rendah, 12% mengalami gangguan kognitif. Pada kelompok menengah yang terdiri dari 5.602 orang, angkanya turun sedikit menjadi 11%. Namun, kelompok dengan kepatuhan tinggi yang terdiri dari 4.086 orang menunjukkan hasil yang paling menjanjikan, dengan hanya 10% yang mengalami masalah kognitif.
Setelah memperhitungkan faktor-faktor lain seperti usia, tekanan darah tinggi, dan diabetes, para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang paling dekat mengikuti diet MIND memiliki risiko gangguan kognitif sebesar 4% lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang paling sedikit mengikutinya.
Menariknya, manfaatnya tidak merata. Wanita yang mengikuti diet ini secara ketat mengalami penurunan risiko gangguan kognitif sebesar 6%, sementara pria tampaknya tidak merasakan manfaat sebanyak itu. Studi ini juga menemukan bahwa orang yang mengikuti diet MIND mengalami penurunan keterampilan berpikir yang lebih lambat, dengan efek ini lebih terasa pada peserta berkulit hitam.
“Temuan ini layak untuk diteliti lebih lanjut, terutama untuk memeriksa dampak yang berbeda-beda di antara pria dan wanita serta orang kulit hitam dan kulit putih, tetapi menarik untuk mempertimbangkan bahwa orang dapat membuat beberapa perubahan sederhana pada pola makan mereka dan berpotensi mengurangi atau menunda risiko masalah kognitif,” catat Dr. Sawyer.
Resep untuk Kesehatan Otak?
Meskipun penelitian menunjukkan hubungan yang jelas antara diet MIND dan risiko penurunan kognitif yang lebih rendah, penting untuk dicatat bahwa penelitian ini tidak membuktikan bahwa diet tersebut mencegah penurunan kognitif. Seperti halnya penelitian ilmiah lainnya, ada keterbatasan. Penelitian difokuskan pada individu kulit hitam dan kulit putih yang lebih tua, sehingga hasilnya mungkin tidak berlaku untuk semua kelompok.
Kendati demikian, temuan ini menawarkan bahan untuk dipikirkan. Dengan meningkatnya jumlah orang yang terkena demensia, perubahan pola makan yang sederhana dapat menjadi cara praktis untuk mendukung kesehatan otak seiring bertambahnya usia.
Ringkasan Makalah
Metodologi
Studi ini meneliti dampak dari mengikuti diet MIND terhadap kesehatan kognitif dengan menganalisis data dari studi REGARDS. Partisipan meliputi 14.145 orang dengan usia rata-rata 64 tahun dan 56,7% adalah perempuan. Data diet dikumpulkan melalui Kuesioner Frekuensi Makanan, yang menanyakan partisipan tentang kebiasaan makan mereka selama setahun terakhir. Berdasarkan respons ini, peneliti menghitung skor diet MIND untuk setiap partisipan. Semakin tinggi skornya, semakin baik kepatuhan partisipan terhadap diet MIND, yang menekankan makanan sehat seperti sayur, beri, ikan, dan minyak zaitun sambil membatasi daging merah dan makanan manis.
Untuk mengukur perubahan kognitif, peserta mengikuti tes memori dan berpikir, yang diulang beberapa kali selama periode tindak lanjut penelitian (sekitar 10 tahun). Metode statistik, seperti regresi logistik, digunakan untuk menentukan apakah ada hubungan antara kepatuhan diet MIND dan gangguan kognitif, dengan menyesuaikan faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, ras, dan faktor gaya hidup (misalnya, merokok, obesitas).
Hasil Utama
Studi tersebut menemukan bahwa orang yang mengikuti diet MIND lebih ketat memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami gangguan kognitif. Wanita, khususnya, menunjukkan manfaat perlindungan yang lebih besar dari mengikuti diet MIND dibandingkan dengan pria. Bagi wanita, mengikuti diet MIND mengurangi risiko penurunan kognitif mereka secara signifikan. Namun, bagi pria, tidak ada efek signifikan yang diamati. Hasil menarik lainnya adalah bahwa diet MIND memiliki efek perlindungan yang lebih kuat pada peserta kulit hitam dibandingkan dengan peserta kulit putih. Secara keseluruhan, studi tersebut menunjukkan bahwa mengonsumsi makanan yang kaya akan makanan sehat seperti buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian utuh sambil menghindari pilihan yang tidak sehat dapat membantu menjaga kesehatan otak seiring bertambahnya usia.
Keterbatasan Studi
Pertama, peserta studi melaporkan kebiasaan makan mereka melalui kuesioner, yang mungkin tidak 100% akurat karena masalah ingatan. Selain itu, studi ini sebagian besar melibatkan peserta kulit hitam dan putih, sehingga temuannya mungkin tidak berlaku untuk kelompok ras atau etnis lain.
Keterbatasan lainnya adalah bahwa penelitian ini difokuskan pada orang dewasa yang lebih tua, dan orang yang lebih muda tidak diikutsertakan, yang membatasi pemahaman tentang bagaimana pola makan dapat memengaruhi kognisi di awal kehidupan. Selain itu, meskipun penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pola makan dan kesehatan otak, penelitian ini tidak dapat membuktikan secara pasti bahwa mengikuti pola makan MIND secara langsung menyebabkan peningkatan hasil kognitif, karena faktor-faktor lain yang tidak terukur juga dapat berperan.
Diskusi & Kesimpulan
Hasil utama dari penelitian ini adalah bahwa menjalankan diet ala MIND dapat membantu melindungi dari penurunan kognitif, terutama bagi wanita dan peserta berkulit hitam. Pola diet ini menekankan makanan yang menyehatkan otak seperti sayuran berdaun hijau, beri, dan ikan serta menyarankan untuk mengurangi daging merah, mentega, dan permen. Meskipun manfaat diet ini paling terlihat pada wanita, pria tidak melihat efek perlindungan yang sama.
Namun, baik peserta berkulit hitam maupun putih merasakan manfaat kognitif, meskipun manfaat tersebut lebih terasa pada peserta berkulit hitam. Hal ini menyoroti potensi rekomendasi diet yang dipersonalisasi berdasarkan faktor demografi. Yang terpenting, penelitian ini mendorong penerapan pola makan yang lebih sehat sejak dini untuk mendukung kesehatan kognitif seiring bertambahnya usia.
Pendanaan & Pengungkapan
Studi ini didanai oleh National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) dan National Institute on Aging (NIA) berdasarkan perjanjian kerja sama U01 NS041588. Penulis tidak mengungkapkan adanya konflik kepentingan terkait penelitian ini.