

(© Ivan Kruk – stock.adobe.com)
Selama setahun terakhir, buku seperti Less karya Patrick Grant dan film dokumenter seperti Buy Now: The Shopping Conspiracy telah mendorong konsumen untuk memikirkan kembali keyakinan mereka bahwa lebih banyak konsumsi berarti hidup lebih baik.
Memasuki tahun baru, ini adalah waktu yang tepat untuk merenungkan dan meninggalkan beberapa mitos konsumen yang merugikan diri kita sendiri dan planet ini.
Mitos 1: Membeli lebih banyak akan lebih baik bagi konsumen dan masyarakat
Terapi ritel adalah praktik umum untuk mengatasi emosi negatif dan mungkin tampak lebih mudah daripada terapi sebenarnya. Namun, penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa konsumsi materialistis menyebabkan rendahnya kesejahteraan individu dan masyarakat. Faktanya, penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa gaya hidup dengan konsumsi rendah mungkin membawa kepuasan pribadi yang lebih besar dan manfaat lingkungan yang lebih besar.
Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa membeli lebih banyak akan menstimulasi perekonomian, menciptakan lapangan kerja dan mendukung layanan publik melalui pajak. Namun, dampak positif terhadap masyarakat lokal sering kali dilebih-lebihkan karena globalisasi rantai pasokan dan penghindaran pajak oleh perusahaan.
Untuk memastikan bahwa pembelanjaan Anda benar-benar mendukung komunitas Anda dan tidak berkontribusi terhadap kesenjangan ekonomi, ada baiknya jika Anda mempelajari lebih lanjut kisah di balik label tersebut dan bisnis yang Anda dukung dengan uang Anda.
Mitos 2: Yang baru selalu lebih baik
Meskipun teknologi mutakhir tertentu memang menawarkan peningkatan dibandingkan versi lama, bagi sebagian besar produk baru mungkin tidak selalu lebih baik. Seperti argumen Grant dalam bukunya Less, kualitas produk telah menurun selama beberapa dekade terakhir karena produsen memprioritaskan keterjangkauan dan terlibat dalam praktik keusangan yang terencana. Artinya, mereka sengaja merancang produk yang akan rusak setelah beberapa kali pemakaian agar siklus konsumsi tetap berjalan dan mencapai target penjualan.
Namun produk lama sering kali dibuat agar tahan lama, jadi memilih barang bekas atau memperbaiki barang lama dapat menghemat uang Anda dan benar-benar memberi Anda produk dengan kualitas lebih baik.


Mitos 3: Menjadi berkelanjutan itu mahal
Memang benar bahwa beberapa merek menggunakan istilah “berkelanjutan” untuk membenarkan harga premium. Namun, menerapkan praktik konsumen yang berkelanjutan sering kali bisa memberikan keuntungan gratis atau bahkan menghasilkan uang tambahan jika Anda menjual atau menyumbangkan barang-barang yang tidak lagi Anda perlukan.
Daripada “membeli baru”, pertimbangkan untuk menukar barang-barang yang tidak terpakai dengan orang lain dengan mengadakan “pesta tukar menukar” barang-barang seperti mainan atau pakaian dengan teman, keluarga, atau tetangga Anda. Merapikan rumah Anda dapat mengosongkan ruang, memberi Anda kegembiraan, dan juga dapat membantu Anda terhubung dengan orang lain dengan bertukar barang.
Mitos 4: Membeli pengalaman lebih baik daripada membeli barang materi
Penelitian sebelumnya menemukan bahwa membelanjakan uang untuk membeli pengalaman membawa lebih banyak kebahagiaan terutama karena pembelian ini lebih baik dalam menyatukan orang. Namun pembelian materi yang membantu Anda terhubung dengan orang lain, seperti permainan papan, dapat memberikan kegembiraan sekaligus pengalaman.
Saat membelanjakan uang, penelitian saya menunjukkan bahwa kuncinya adalah memahami apakah pembelian tersebut akan membantu Anda terhubung dengan orang lain, mempelajari hal-hal baru, atau membantu komunitas Anda. Ini bukan tentang apakah kita membelanjakan uang kita untuk barang-barang materi atau pengalaman.
Perlu juga diingat bahwa ada banyak aktivitas yang dapat membantu Anda mencapai tujuan tersebut tanpa perlu mengeluarkan biaya. Jadi, alih-alih merogoh kocek secara naluriah, mungkin di tahun baru ini kita bisa memikirkan apakah aktivitas non-konsumen seperti hiking di musim dingin atau melakukan kegiatan sukarela dapat membawa kita lebih dekat ke tujuan intrinsik seperti pertumbuhan pribadi atau pengembangan hubungan. Tujuan-tujuan ini secara konsisten dikaitkan dengan kesejahteraan yang lebih baik.
Mitos 5: Membeli hadiah adalah cara terbaik untuk mengungkapkan cinta
Pemasar sering kali menyebarkan pesan bahwa tindakan finansial yang mahal adalah cara terbaik untuk mengungkapkan cinta dan penghargaan kepada orang lain. Menyebarkan ide ini akan membantu mereka menjual lebih banyak produk. Namun, penelitian saya menunjukkan bahwa menganut paham konsumerisme justru menjauhkan kita dari orang lain.
Penelitian telah menunjukkan bahwa berinvestasi pada hal-hal yang dapat memberi kita lebih banyak waktu serta menghabiskan uang untuk orang lain dapat menghasilkan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Menggabungkan wawasan ini menunjukkan bahwa menghadiahkan waktu kita kepada orang lain mungkin merupakan cara yang bagus untuk menunjukkan kasih sayang dan dapat memberikan efek positif.
Misalnya, menawarkan untuk mengasuh teman atau anggota keluarga yang sibuk, membantu kerabat mengerjakan proyek rumah, atau menawarkan keahlian Anda untuk memberi nasihat atau mengajari seseorang sesuatu yang baru atau berguna bisa sangat berharga bagi orang lain.
Untuk tahun 2025, pertimbangkan resolusi Tahun Baru yang ramah terhadap dompet dan ramah terhadap lingkungan: kita bisa menolak tekanan komersial untuk mengonsumsi makanan secara berlebihan dan menemukan cara untuk menikmati kesenangan hidup yang lebih sederhana, yang banyak di antaranya gratis.